visitaaponce.com

Social Commerce Dilarang, Ini Keuntungan dan Risikonya untuk UMKM Menurut Pakar

Social Commerce Dilarang, Ini Keuntungan dan Risikonya untuk UMKM Menurut Pakar
Pedagang baju tengah melakukan penjualan secara live streaming melalu media sosial Tiktok di Pasar Tanah Abang.(MI/Usman Iskandar)

Pemerintah Indonesia resmi mengumumkan pelarangan operasi media sosial yang berperan sebagai e-commerce, yang lebih dikenal dengan istilah "social commerce". Keputusan ini datang sebagai respons terhadap keluhan yang meningkat dari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang beroperasi di sektor offline. Salah satu pemain utama dalam industri social commerce, TikTok, telah memberikan tanggapan terhadap pelarangan ini.

"Social commerce, yang telah menjadi fenomena global dalam beberapa tahun terakhir, menggabungkan elemen media sosial dan e-commerce untuk memberikan platform bagi penjual untuk memasarkan dan menjual produk mereka secara online," kata Ekonom & Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat, Rabu (27/9).

Di Indonesia, hal ini telah mendapatkan perhatian besar, tetapi juga memicu polemik yang berkembang dalam beberapa waktu terakhir. Banyak pihak berpendapat bahwa platform social commerce telah memonopoli pasar dan mengancam kelangsungan usaha UMKM yang beroperasi secara konvensional di ranah offline.

Baca juga: Pemerintah Harus Buat Regulasi yang Jelas soal Pelarangan TikTok Shop

Pemerintah Indonesia merespons keluhan ini dengan mengumumkan pelarangan operasi social commerce. Keputusan ini muncul setelah berbagai laporan tentang penurunan omzet dan kesejahteraan UMKM yang beroperasi di luar lingkup online.

Dampak untuk UMKM

Pelarangan social commerce berpotensi memiliki dampak yang signifikan pada dunia usaha di Indonesia, terutama pada UMKM yang selama ini bergantung pada platform social commerce.

"Salah satu dampak utama yang mungkin timbul adalah kemungkinan penurunan omzet," kata Achmad.

UMKM yang telah bergantung pada platform social commerce untuk menjual produk mereka mungkin akan menghadapi penurunan omzet yang signifikan karena kehilangan akses ke pasar online yang luas.

Pelarangan social commerce juga dapat berdampak pada lapangan kerja. Social commerce telah memberikan peluang kerja bagi sejumlah besar kreator affiliate dan profesional lainnya yang terlibat dalam ekosistem ini.

Baca juga: Jokowi Atur Regulasi TikTok, Influencer Diminta Tidak Cawe-Cawe

Pelarangan ini dapat berarti pengurangan lapangan kerja dalam industri ini, yang berpotensi mempengaruhi mata pencaharian mereka.

Selain itu, UMKM yang awalnya mengandalkan platform social commerce mungkin perlu mencari model bisnis alternatif untuk tetap bersaing dalam lingkungan bisnis yang berubah.

Mereka perlu mengevaluasi dan menyesuaikan strategi mereka agar tetap relevan dan kompetitif dalam pasar yang semakin kompetitif.

Menghadapi perubahan ini, UMKM di Indonesia mungkin harus mencari peluang baru dalam e-commerce yang sah atau mencari cara untuk meningkatkan visibilitas dan penjualan mereka melalui saluran yang masih tersedia.

Selain itu, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait perlu berperan aktif dalam memberikan dukungan, pelatihan, dan bantuan kepada UMKM untuk membantu mereka mengatasi tantangan yang mungkin muncul akibat pelarangan social commerce ini.

Kritik dan Dampak Negatif Pelarangan

Keputusan pelarangan ini telah menuai kritik dari berbagai pihak. Mereka berpendapat bahwa social commerce sebenarnya telah membantu UMKM dengan memberikan akses ke pasar yang lebih luas dan meningkatkan kolaborasi dengan kreator lokal.

Untuk meminimalisir dampak negatif dari pelarangan social commerce, ada beberapa langkah yang mungkin perlu dilakukan.

Pertama, dialog terbuka. Pemerintah Indonesia sebaiknya membuka dialog dengan pelaku industri, termasuk perusahaan social commerce seperti TikTok, untuk mempertimbangkan solusi yang lebih seimbang dan adil.

Kedua, pelatihan dan dukungan untuk UMKM, dengan memberikan pelatihan dan dukungan tambahan kepada UMKM untuk membantu mereka beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis dan bertransisi ke platform e-commerce yang sah.

Ketiga, regulasi yang seimbang, dengan mendorong regulasi yang mempromosikan inovasi dan kompetisi, sambil melindungi kepentingan UMKM dan konsumen.

Pelarangan social commerce di Indonesia mencerminkan upaya serius dari pemerintah untuk melindungi UMKM dan memastikan keadilan dalam ekosistem e-commerce yang berkembang pesat.

Keputusan ini mencerminkan kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan kepentingan UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi negara.

Namun, penting untuk memahami bahwa pelarangan semacam ini bukanlah solusi mutlak. Dampak dari keputusan ini harus dipertimbangkan secara matang, dan solusi yang seimbang harus dicari untuk meminimalkan kerugian yang mungkin dialami oleh UMKM.

Perlu adanya keterlibatan pemerintah, pelaku industri, dan berbagai pemangku kepentingan untuk merumuskan langkah-langkah konkret yang dapat membantu UMKM beradaptasi dengan perubahan ini. Selain itu, penting untuk mengakui bahwa dunia usaha terus berkembang dalam era digital ini.

"Oleh karena itu, UMKM juga harus bersedia untuk berubah dan mengambil peluang dalam ekosistem e-commerce yang sah. Ini bisa melibatkan pelatihan, dukungan, dan insentif dari pemerintah, serta peningkatan kapasitas dan akses ke teknologi bagi UMKM," kata Achmad.

Pelarangan social commerce di Indonesia adalah langkah awal yang harus diikuti dengan perencanaan dan tindakan yang cermat untuk memastikan bahwa UMKM dapat tetap beroperasi dengan sukses dalam era digital ini.

"Melindungi UMKM adalah penting, tetapi kita juga harus mencari cara untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan dan inovasi dalam ekonomi digital yang terus berkembang," kata Achmad.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat