visitaaponce.com

Pakar Properti Usulkan Hal Ini untuk Merealisasikan Target Zero Backlog Perumahan 2045

Pakar Properti Usulkan Hal Ini untuk Merealisasikan Target Zero Backlog Perumahan 2045
Pakar Properti Nasional Panangian Simanungkalit(Ist)

SEKTOR perumahan khusus Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dianggap belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Hal ini disinyalir dari angka backlog perumahan yang saat ini mencapai 12,7 juta unit. 

“Artinya, sektor perumahan berjalan di tempat, bahkan berjalan mundur. Permasalahan backlog (kekurangan perumahan) saat ini masih belum teratasi bahkan jumlahnya semakin meningkat. Karena itu kita berharap pemerintah yang akan datang agar lebih memperhatikan hunian rakyat, terutama bagi Milenial dan MBR,” ungkap Pakar Properti Nasional Panangian Simanungkalit di Jakarta belum lama ini. 

Panangian mengatakan, pemerintah memiliki program yang cukup bagus, yakni  menargetkan zero backlog pada tahun 2045. Program ini sangat mulia namun membutuhkan kebijakan dan program yang tidak biasa. 

Baca juga: Terpilih Nakhodai REI, Joko Suranto Sebut Atasi Backlog Tetap Prioritas

“Strateginya harus matang. Jika tidak program ini hanya akan jadi mimpi belaka,” imbuhnya.

Panangian mengatakan, sejak 2014 sampai 2023, angka backlog tidak berkurang dan terkesan jalan di tempat. Perlu upaya keras dan kerja yang cerdas untuk mengentasan backlog. Kalau sekarang jumlahnya Backlog mencapai 12,7 juta unit, berarti harus kita hitung berapa unit yang akan kita bangun dalam waktu 21 tahun mendatang. 

Baca juga: Ekosistem Perumahan Langkah Awal Pengentasan Backlog

“Setidaknya kita butuh bangun membangun sekitar 600 ribu unit pertahun. Kalau klaim Kementerian PUPR benar, harusnya sekarang sudah berkurang 9 juta sejak 2014. Tapi nyatanya seperti lagu ‘aku masih seperti yang dulu,” kata Panangian.

Zero Backlog

Panangian menerangkan, untuk merealisasikan zero backlog penerintah harus punya strategi jitu. Apabila jumlah backlog saat kni mencapai 12,7 juta unit, maka harus dihitung berapa unit yang akan dibangun dalam waktu 21 tahun mendatang. Setidaknya butuh sekitar 600 ribu unit per tahun. 

Sementara kebutuhan 700 ribu unit per tahun dari keluarga baru. Berarti total rumah yang perlu dibangun setiap tahun seharusnya 1,3 juta unit.

“Unit yang dibangun sekarang berapa? Hanya 200 ribu sampai 220 ribu unit. Capaian itu tidak jauh beda dari capaian pembangunan rumah di zaman Pak Harto. Berarti pengelolaan itu tidak berjalan. Itulah faktanya. Jadi, kenapa harus 1,3 juta unit per tahun sekarang? Karena kalau tidak, maka tidak akan ada pengurangan backlog sejak pemerintahan Soeharto sampai pemerintahan yang sekarang. Itu lho keprihatinan kita, karena tidak ada perkembangan,” tambahnya.

Lebih lanjut Panangian menjelaskan, realisasi KPR saat ini hanya Rp662 triliun, atau 3% dari PDB. Biasanya, sebuah negara yang maju itu selalu dibandingkan rasio KPR terhadap PDB. Bandingkan dengan Malaysia yang 34%. Singapura bahkan sangat jauh yakni 42%. Vietnam juga lebih tinggi, rasio KPR terhadap PDB-nya mungkin sudah di atas 5%.

Dia mengusulkan, agar dapat membangun 500 ribu RSH, 500 ribu rusunami dan 3 juta rumah di pedesaan. Sementara dana subsidi 500 Ribu unit landed house Rp50 Triliun, subsidi 500 ribu unit Rusunami 36 triliun, dan subsidi 3 juta rumah desa Rp15 triliun. Maka, kata dia, total dana yang dibutuhkan Rp101 triliun per tahun.

“Salah satu cara yang paling simpel adalah menambah jumlah subsidi perumahan. Subsidi kita sekarang kan cuma Rp20 triliun. Bandingkan dengan subsidi pendidikan yang mencapai Rp570 triliun. Jadi untuk perumahan tidak sampai 3%. Sementara negara-negara yang sudah maju, atau dengan negara Malaysia yang anggaran perumahannya sudah mendekati 10%. Ya, idealnya sih kalau bisa mendekati 10. Tapi kan nggak mungkin. Paling tidak Rp40-Rp50 triliun lah. Sekitar 3 kali lipat dari kondisi sekarang. Jadi tetap dibutuhkan peningkatan anggaran dari APBN,” terangnya.

Di sisi lain, Panangian juga melihat  kegagalan pemerintah dan developer untuk membangun rusunami. Kegagalannya ada pada pemerintah daerah. Pengembang sekarang tidak ada yang mau bangun. Hal ini karena harga jualnya yang terlalu murah. Meski ada yang berhasil seperti Kalibata City, Bassura City,  dan Green Pramuka, tetapi setelah itu pengembang tidak mau lagi disuruh bangun. Hal ini karena pemerintah tidak peduli, tidak hadir, tidak mau tahu, tidak pernah memikirkan termasuk pemerintah daerah.

“Rusunami ini juga gagal karena banyak spekulan. Yang tinggal di Kalibata City misalnya, seharusnya bukan orang yang punya mobil tiga. Yang gagal siapa? Ini kegagalan pemerintah dong, karena dia tidak atur dan awasi dengan benar,” pungkasnya. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat