visitaaponce.com

Hindari Monopoli, Bursa CPO Harus Bersifat Inklusif

Hindari Monopoli, Bursa CPO Harus Bersifat Inklusif
Alihkan Ekspor CPO, Bahlil Diapresiasi DPR(MI / Usman Iskandar)

INDONESIA baru saja meresmikan Bursa Berjangka CPO, Peneliti Ekonomi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Latif Adam meminta agar keberadaan bursa CPO ini inklusif bisa dimanfaatkan oleh seluruh lapisan pengusaha CPO, termasuk perusahaan menengah ke bawah, tidak hanya dinikmati oleh sebagian perusahaan-perusahaan sawit besar di Indonesia.

Dia menyebutkan ada tiga hal yang perlu dibenahi. Pertama terkait tata kelola, mencakup biaya/ fee yang kompetitif dan bisa dijangkau untuk seluruh pelaku usaha CPO di Indonesia termasuk untuk biaya pendaftaran pembeli dan penjual, biaya transaksi dan biaya hedging.

“Sebab Indonesia bersaing dengan bursa komoditas yang sama dengan di Malaysia dan Rotterdam. Sehingga perlu tata kelola menciptakan pasar CPO yang inklusif, untuk menarik lebih banyak lagi pelaku usaha CPO, tidak hanya perusahaan besar tetapi juga mereka yang skala menengah kecil, karena itu yang akan menentukan solid tidaknya suatu bursa,” kata latif saat dihubungi, Minggu (15/10).

Baca juga : Jaga Harga TBS, Apkasindo Minta Kasus Biodiesel Tidak Berlarut-Larut

Bila hanya perusahaan CPO besar yang berpartisipasi, tentu inklusivitasnya diragukan dan perdagangan menjadi rentan, terutama kekhawatiran hanya segelintir besar yang mengatur harga. Sehingga cita-cita terbentuknya mekanisme harga pasar tidak tercapai.

Baca juga : Alihkan Ekspor CPO, Bahlil Diapresiasi DPR

Selain itu perlu definisi posisi dari para perusahaan apakah sebagai penjual atau pembeli. Sebab kebanyakan perusahaan sawit dan CPO merupakan konglomerasi, dimana mulai dari perkebunan sawit, pengolahan CPO, hilirisasinya berada di dalam garis satu perusahaan yang sama.

“Sehingga perlu diperjelas, pendaftaran mereka ke bursa CPO sebagai apa. Jangan sampai terjadi insider trading, dan celah mempermainkan harga dan oligopolistik,” kata Latif.

Kedua, yaitu peningkatan literasi pada sumber daya manusia atau pelaku usaha. Sebab faktanya para perusahaan yang telah secara voluntary mendaftar adalah perusahaan besar yang telah listing atau perusahaan terbuka. Sementara belum terlihat kehadiran perusahaan skala menengah ke bawah.

Dia melihat kemungkinan besar terdapat hambatan di dalam literasi dan sosialisasinya, dimana pelaku usaha belum paham keuntungan bergabung di dalam bursa berjangka komoditas CPO. Padahal banyak manfaat yang bisa didapat seperti stabilisasi harga, transparansi, juga mitigasi risiko.

“Ini yang kemungkinan besar belum dipahami oleh perusahaan skala menengah ke bawah. Sehingga pemerintah harus mampu meningkatkan literasi dan menerjemahkan pentingnya dari bursa komoditas CPO ini,” kata Latif.

Ketiga, yaitu infrastruktur, terutama karena perusahaan dan sumber perkebunan sawit di Indonesia menyebar di berbagai titik di Indonesia, tidak terpusat hanya di Sumatera. Artinya infrastruktur dalam bidang logistik, distribusi dan pergudangannya menjadi penting.

“Infrastruktur warehouse, kawasan berikat, konektivitas menjadi penting untuk dibenahi. Sebab akan berpengaruh juga kepada harga CPO berjangka. Ketiga dalam proses hedging, harus dipastikan kualitas CPO yang dia beli dengan harga untuk jangka panjang, kualitasnya sama dengan yang ada sekarang,” kata Latif. (Z-8)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat