visitaaponce.com

BPS Sebut Usaha Pertanian Menurun, Ini Nih Biang Keroknya

BPS Sebut Usaha Pertanian Menurun, Ini Nih Biang Keroknya 
Alih fungsi lahan persawahan di Tunggulwulung, Malang, Jawa Timur.(Antara)

BADAN Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan masalah minimnya regenerasi dan lahan pertanian yang semakin sempit menjadi penyebab utama menurunnya usaha pertanian di Indonesia selama 10 tahun terakhir. 

Berdasarkan diseminasi hasil sensus pertanian 2023 tahap 1 oleh BPS, usaha pertanian di Indonesia menyusut 2,35 juta sejak 2013 menjadi 29,3 juta unit di tahun ini.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan sekitar 58% tenaga kerja pertanian berumur 45 tahun ke atas pada Februari 2023. 

Baca juga : Nilai Tukar Petani Naik Tipis, Didorong Kenaikan Harga Komoditas

Dengan rincian 13,83 juta orang berumur 45-59 tahun atau setara 33,9% dari total tenaga kerja petani dan 24% berumur 60 tahun ke atas atau sebanyak 9,77 juta orang. Sisanya 42% tenaga kerja pertanian berumur 44 tahun ke bawah.

"Ada tren pekerja di sektor pertanian cenderung menua dan ini menjadi perhatian kita bersama untuk bagaimana mendorong regenerasi tenaga kerja di sektor pertanian," ungkap Amalia dalam konferensi pers, Senin (4/12).

Amalia menyampaikan tantangan di sektor pertanian lainnya ialah berkaitan dengan produktivitas pertanian yang rendah. Pada 2023, penduduk yang bekerja di sektor pertanian dengan status informal sebanyak 88,42%. Angka ini bertambah dibanding 2013 yang tercatat pada kisaran 88%.

Baca juga : Sensus Pertanian 2023 Dimulai 1 Juni, Gunakan Tiga Metode

Lalu, rendahnya produktivitas pertanian juga disebabkan mayoritas tenaga kerja pertanian atau 74,89% dari total pekerja hanya menamatkan pendidikan paling tinggi sekolah dasar di Februari 2023.

Sekretaris Utama (Sestama) BPS Atqo Mardiyanto menambahkan penyebab lain menurunnya jumlah usaha pertanian selama 10 tahun terakhir karena permasalahan lahan yang semakin mengecil. Ia menyebut petani gurem atau petani yang memiliki lahan kurang dari 0,5 hektare di Jawa mengalami penyimpitan. Di Yogyakarta, persentase jumlah rumah tangga usaha pertanian (RTUP) gurem turun 13,91% dibandingkan 2013.

"Makin ke sini lahan makin sempit dan jangan program-program (pertanian) bukan ekstensifikasi tapi intensifikasi. Jadi, selama 10 tahun terakhir ada perubahan lahan," terangnya.

Baca juga : Menyoal Kesejahteraan Petani di Tahun 2022

Ia menjelaskan berkurangnya lahan itu lantaran pengelola usaha pertanian perorangan menjual lahan tersebut kepada pihak lain.

"Kalau di Yogyakarta ya misalnya, dijual mungkin lahannya. Yang tadinya untuk usaha pertanian, sekarang tidak lagi Jadi lahan pertanian banyak berkurang. Bisa dijual, bisa diwariskan ke lain," pungkas Atqo. (Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat