visitaaponce.com

Dampak Pembentukan PalmCo, PTPN Lebih Fleksibel Jalani Bisnis Sawit

Dampak Pembentukan PalmCo, PTPN Lebih Fleksibel Jalani Bisnis Sawit
Pembentuk sub holding PalmCo akan membuat PTPN lebih fleksibel mengatasi sejumlah tantangan yang dihadapi dalam industri sawit nasional.(Ant)

PENGAMAT ekonomi dan akademisi Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengapresiasi keputusan pemerintah melalui Kementerian BUMN dan PTPN Group yang merealisasikan pendirian sub holding PalmCo khusus mengelola bisnis sawit.

“Saya sangat mengapresiasi karena akan membuat PalmCo lebih fleksibel untuk konsentrasi di bisnis sawit yang selama ini dikelola terpisah-pisah,” jelas Fahmy dalam keterangannya, Minggu (24/12).

Baca juga: Mentan Amran Tekankan Pentingnya Hilirisasi Sawit di Indonesia

“Dengan adanya sub holding PalmCo, pendalaman usaha akan terbentuk, sehingga perusahaan juga lebih fleksibel mengatasi sejumlah masalah dan tantangan yang dihadapi perusahaan dan pemerintah dalam industri sawit nasional,” sambung Fahmy.

Dia mengatakan sub holding PalmCo yang merupakan hasil konsolidasi sejumlah unit usaha perusahaan-perusahaan dalam PTPN Group akan lebih leluasa mengembangkan bisnis di industri kelapa sawit untuk pangan atau bahan baku energi.

PalmCo, tambahnya, diharapkan dapat lebih fleksibel mengakomodasi kebijakan-kebijakan nasional di industri karena di sistem sudah ada sub holding yang khusus menangani komoditas sawit.

Lebih jauh, Fahmy mengatakan PalmCo juga diyakini dapat berperan mengurangi sejumlah tantangan dalam industri sawit nasional yang selama ini masih sangat kompleks.

Baca juga: Minyak Sawit Jadi Kontributor Terbesar, SSMS Raih Penjualan Rp4,42 Triliun per September 2023

“Sawit ini permasalahannya sangat kompleks, terutama dari kebijakan nasional yang belum tergarap apakah sawit ini untuk pangan atau energi. Jadi, PalmCo jika konsisten dengan visi awalnya akan dapat mengurangi dampak masalah sawit,” tambahnya.

Dia memaparkan setidaknya ada tiga tantangan industri sawit saat ini. Pertama, terkait masalah kebijakan nasional untuk menjadikan sawit ini apakah untuk pangan atau untuk energi.

“Karena kalau digunakan banyak untuk energi, akan ada potensi kekurangan bahan baku sawit untuk pangan, misalnya minyak goreng, sehingga harga minyak goreng bisa naik di dalam negeri. Ini dapat menjadi masalah,” ujarnya.

Tantangan kedua yang masih sering terjadi adalah harga sawit yang masih berfluktuasi kadang naik dan kadang turun, terutama pada saat harga minyak sawit di pasar dunia naik.

Baca juga: Di Hadapan Pengurus Aspekpir, Mentan Ingatkan Pentingnya Hilirisasi Sawit

Dia mengatakan keinginan perusahaan untuk mengekspor produknya ke luar negeri akan sangat besar jika harga di pasar global naik, sehingga terjadi kalangkaan di dalam negeri yang disusul terjadinya lonjakan harga di pasar domestik.

“Ini saya kira tantangan juga yang harus diantisipasi. Bagaimana rencana bisnis yang dilakukan saat akhirnya harga naik atau sebaliknya sewaktu harga turun,” lanjut Fahmy.

Tantangan ketiga, tambahnya, adalah masalah yang belum selesai, yaitu penolakan dari berbagai negara, terutama di Eropa Barat, terhadap ekspor sawit karena isu lingkungan.

Dia berharap PalmCo dapat terlibat dalam melakukan lobi-lobi sehingga peluang ekspor Indonesia tidak terhambat.

Seperti diketahui, PTPN Group resmi membentuk sub holding PalmCo dari penggabungan unit bisnis sawit 13 PTPN pada 1 Desember 2023.

Pembentukan PalmCo dan SupportingCo ialah implementasi dari Program Strategis Nasional (PSN) yang bertujuan mewujudkan kemandirian, khususnya di bidang ketahanan pangan dan energi. (RO/S-2) 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sidik Pramono

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat