visitaaponce.com

Belanja Negara Dinilai Memiliki Kualitas Rendah

Belanja Negara Dinilai Memiliki Kualitas Rendah
Ilustrasi(Antara )

KINERJA anggaran yang disebut positif karena defisit rendah justru dinilai sebagai wujud rendahnya kualitas belanja negara. Itu turut menandakan perencanaan penggunaan anggaran masih belum begitu efektif dan baik.

"Siklus belanja yang didorong pada akhir tahun menunjukkan kualitas belanja yang rendah," ujar Direktur Eksekutif dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira saat dihubungi, Selasa (2/1).

Realisasi belanja negara, lanjut dia, semestinya dilakukan secara merata dan proporsional. Hal yang sering terjadi dan berulang setiap tahun ialah pemerintah mendorong belanja pegawai di awal tahun dan belanja pengadaan barang/jasa di akhir tahun.

Baca juga: Timnas Amin Minta Serapan Anggaran Akhir Tahun Tidak Diselewengkan untuk Politik

Pola tersebut patut untuk diubah dan diperbaiki. Kesalahan perencanaan tersebut juga mestinya tak lagi terjadi untuk tahun anggaran 2024. "Khawatir model belanja yang direalisasikan akhir tahun akan berpengaruh pada kontribusi belanja pemerintah ke pertumbuhan ekonomi, hingga kualitas belanja yang buruk. Karena dikejar waktu, realisasi akhir tahun akhirnya asal memenuhi syarat administrasi," jelas Bhima.

Terpisah, ekonom makro-ekonomi dan keuangan dari Lembaga Penyelidik Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teuku Riefky menilai kinerja belanja negara di 2023 sudah cukup baik meski tampak terlihat tergesa-gesa di akhir tahun.

Baca juga: Hingga 21 Desember 2023, Belanja Negara Terealisasi 88,3 Persen

"Penyerapan anggaran memang terlihat agak terburu-buru di akhir tahun, ini disebabkan harga minyak yang turun sehingga beban subsidi kompensasi juga menurun. Tapi dengan penyaluran anggaran ke bansos, itu cukup berkualitas," kata dia.

Riefky menilai, indikasi belanja berkualitas dapat terlihat dari penggunaanya. Sejauh ini, menurut dia, penggunaan uang negara lebih banyak digunakan untuk hal-hal yang mengarah pada kualitas, seperti bantuan sosial.

Gelontoran dana untuk bansos, kata Riefky, jauh lebih baik ketimbang mengguyur uang negara ke pos belanja subsidi yang tidak tepat sasaran seperti subsidi dan kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Jadi sejauh ini sebetulnya penganggaran APBN sudah baik. Tapi memang yang tidak diduga adalah turunnya harga minyak global. Jadi kalau ini tidak terjadi, harusnya belanjanya sudah cukup baik," pungkas Riefky.

Diketahui sebelumnya, realisasi belanja negara sepanjang 2023 menembus Rp3.121,9 triliun. Realisasi itu setara 102% dari alokasi belanja negara awal sebesar Rp3.061,2 triliun dan 100,2% dari alokasi belanja negara yang ada di dalam Perpres 75/2023 senilai Rp3.117,2 triliun.

Serapan belanja negara tersebut berasal dari realisasi belanja pemerintah pusat senilai Rp2.240,6 triliun yang terdiri dari belanja Kementerian/Lembaga (K/L) Rp1.153,5 triliun dan belanja non K/L Rp1.087,2 triliun. Kemudian realisasi transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp881,3 triliun.

Sedangkan realisasi sementara pendapatan negara tercatat mencapai Rp2.774,3 triliun, setara 112,6% dari desain APBN awal dan 105,2% dari Perpres 75/2023. Dus, defisit APBN 2023 sejauh ini tercatat mencapai Rp347,6 triliun, setara 1,65% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Sementara berdasarkan data yang dihimpun, hingga 12 Desember 2023, realisasi belanja negara baru mencapai Rp2.588,2 triliun. Serapan belanja itu setara 84,55% dari alokasi dalam UU APBN awal yang sebesar Rp3.061,2 triliun dan 83,03% dari alokasi yang ada di dalam Perpres 75/2023 sebesar Rp3.117,2 triliun.

Dengan kata lain, dalam waktu 19 hari negara berhasil menghabiskan dana senilai Rp533,7 triliun. Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti mengatakan, banyak belanja yang baru bisa direalisasikan di akhir tahun karena terkendala persoalan administrasi.

"Ada proses dasar hukum yang harus diselesaikan sebelumnya. Pertama, TKD terkait DBH dan ada sebagian kecil DAU yang specific grant karena persyaratan baru bisa dipenuhi. Bagian kedua, sebagian kecil subsidi pupuk yang tentunya terkait dengan ketentuan yang ada, berikutnya adalah PMN yang terkait dengan legal based yang harus disiapkan sebelumnya," kata Astera. (Mir/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat