visitaaponce.com

Pentingnya Intervensi Dana Desa untuk Turunkan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

Pentingnya Intervensi Dana Desa untuk Turunkan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Ilustrasi kekerasan(Dok.Freepik)

KASUS kekerasan terhadap perempuan dan anak terus mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan teknologi digital. Kesadaran dan keberanian masyarakat dalam pelaporan juga turut meningkatkan temuan kasus di lapangan, sayangnya hingga kini isu perempuan dan anak yang menjadi pekerjaan rumah itu belum menjadi prioritas nasional.

Menteri Pemberdayaan, Perempuan, dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) Bintang Puspayoga mengusulkan agar ke depan, dana desa dapat dialokasikan untuk meningkatkan optimalisasi pencegahan kekerasan dan pelayanan penanganan yang komprehensif bagi perempuan dan anak. Hal ini layaknya 8% dana desa yang digelontorkan untuk penurunan angka stunting.

“Terkait dana desa untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak mungkin berproses, karena kami sudah komitmen bersama yang ditandai dengan MOU bersama dengan Menteri desa untuk mewujudkan yang namanya desa ramah perempuan dan peduli anak (DRPP). 10 indikator dalam DRPP itu tidak hanya dibuat oleh KPPPA tetapi dibuat bersama dengan Kementerian Desa,” jelasnya kepada Media Indonesia di Surabaya pada Rabu (27/6).

Baca juga : Kementerian PPPA Kawal Kasus Tindak Kekerasan Seksual Pada Siswa di Pariaman Sumatera Barat

Bintang mengatakan bahwa dana desa tersebut nantinya dapat digunakan untuk lebih mendorong pemerintah daerah dalam menciptakan desa ramah perempuan dan anak. Dikatakan bahwa dukungan anggaran akan menjadi penting dalam mewujudkan perlindungan perempuan dan pemenuhan hak anak.

“Ini memang tidak hanya bicara regulasi kebijakan program kegiatan, tapi dukungan anggaran akan menjadi penting. Hal ini sudah diingatkan kembali dan akan menjadi komitmen bersama, kita akan kembali sampaikan, walaupun kita sudah pernah sampaikan ini, tapi kita akm pertegas kembali ke Kementerian Desa,” jelasnya.

Saat ditanya berapa perhitungan alokasi dana desa yang akan digelontorkan, Bintang tak bisa memastikan. Namun ia mengatakan bahwa rentang dana desa yang bisa dialokasikan senilai Rp 350-600 juta. Bintang menyebut, anggaran itu nantinya menyesuaikan dengan berbagai indikator kebutuhan desa. Salah satunya adalah indikator tingginya pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Baca juga : Menteri PPPA Perkuat Forum Pengada Layanan dalam Penanganan Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak

“Ini baru pemikiran saya, mungkin persentasenya kita pakai rentang, mudah-mudahan itu akan membuat efektif dan efisien karena setiap desa yang jumlahnya hampir 75.000 lebih itu, tidak bisa kita intervensi dengan persentase yang sama. Kita juga melihat situasi dan kondisinya, jadi untuk pemberdayaan perempuan dan pemenuhan anak-anak itu tidak bisa dipatok harus sekian, nanti kita akan bicarakan, mudah-mudahan ini selalu dikawal,” tuturnya.

Terpisah, Aktivis Perempuan dan Anak sekaligus Direktur Utama Institut Sarinah, Eva Sundari mengatakan bahwa pemerintah sudah seharusnya mengalokasikan dana desa untuk pencegahan, penanganan dan pemulihan bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Selain itu, pemerintah bisa mendorong peradilan agar korban dapat menerima restitusi dari korban.

“Pemerintah punya kewajiban untuk memastikan keadilan hak atas ekonomi dan hak-hak lain bagi korban seperti sosial hukum dan lainnya terpenuhi, tapi memang yang sering terlewat adalah hak ekonomi. Padahal di dalam mekanisme pengadilan ada restitusi, jadi sebetulnya pemerintah bisa untuk membuat perangkat pengaturan yang pelaku itu juga harus dikenai denda bukan hanya dari negara dan jika perlu sampai penyitaan jika diperlukan,” ungkapnya.

Selain itu, Eva juga mendorong bagi organisasi masyarakat khususnya keagamaan agar tidak hanya terlibat pada program politik tertentu namun juga dapat berkontribusi dengan menghibahkan dananya untuk mensosialisasikan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai salah satu bentuk bencana sosial.

“Pemerintah juga sebaiknya membuka ruang bagi pendamping dan pemberi jasa layanan di krisis-krisis center. Selain itu bisa melibatkan LSM ataupun organisasi kemasyarakatan, misalnya kenapa tidak mendorong Baznas mengalokasi dana umat untuk para korban kekerasan, karena itu sebetulnya masuk kategori kebencanaan manusia. Penting bagi pemerintah untuk membuka diri dan mengundang sebanyak-banyaknya pergerakan sipil,” jelasnya. (Dev/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat