visitaaponce.com

Perpres Perlindungan Anak di Ranah Daring dalam Proses Sinkronisasi

Perpres Perlindungan Anak di Ranah Daring dalam Proses Sinkronisasi
Ilustrasi.(Freepik)

KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sejak 2020 tengah menyusun peraturan Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring (PARD). Sampai dengan awal Juli ini, regulasi yang akan terbentuk dalam peraturan presiden itu masih diproses dalam tahap sinkronisasi sesuai kebutuhan daerah.

Kepala Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Nahar, menjelaskan bahwa pihaknya terus mengejar proses penyelesaian regulasi PARD. Ia memastikan bahwa regulasi yang memuat 10 pasal dan 4 bab tersebut akan disahkan pada tahun ini.

"Di dalam sistematika rancangan Perpres Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring akan memuat berbagai penetapan arah kebijakan dan strategi untuk melindungi anak dari berbagai kasus-kasus yang terjadi di internet mulai dari ancaman kekerasan seksual dan fisik dari media sosial, gim daring, judi daring, hingga berbagai modus kejahatan yang kini mengintai anak," ungkapnya kepada Media Indonesia pada di Jakarta pada Senin (1/7).

Baca juga : ChildFund International Luncurkan Kajian Perundungan Online di Indonesia

Selain itu, regulasi PARD juga akan memuat peranan berbagai K/L, pemerintah daerah, satuan Pendidikan, hingga Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dalam menjalankan koordinasi pelaksanaan peta jalan dari pusat. Selain itu, PARD mengatur sistem pembinaan dan pengawasan dari pelaksanaan aturan hingga keterlibatan peran serta masyarakat hingga dukungan sistem pendanaan.

"Prinsip pertama yang harus dipahami ialah sepertiga dari jumlah penduduk Indonesia saat ini ialah usia anak. Sementara itu perkembangan teknologi menyebabkan pola kekerasan terhadap anak semakin variatif. Ini menjadi tantangan bagi kami untuk mencegah dan menanganinya sehingga dibutuhkan peraturan perlindungan yang komprehensif berkaitan dengan pemenuhan hak anak dan menurunkan prevalensi kasus-kasus kekerasan," jelasnya.

Nahar mengatakan persentasi anak yang pernah mengakses internet terus meningkat. Berdasarkan survei nasional pengalaman hidup anak dan remaja pada 2021 yang dilakukan oleh Kementerian PPPA, 2 dari 100 laki-laki dan 4 dari 100 perempuan usia 13-17 tahun, baik di perkotaan maupun perdesaan, rentan mengalami kekerasan seksual nonkontak atau kekerasan berbasis di ranah jaringan.

"Sebanyak 98,20% anak usia 13 sampai 18 tahun mengakses internet dan mereka rentan menjadi korban kekerasan di ranah daring. Modusnya beragam seperti diajak nonton konten pornografi, dikirimkan berbagai konten pornografi, hingga mengalami pemerasan seksual dan segala macam," tuturnya.

Tidak cukup sampai di situ. Persoalan mengenai data privasi anak tersebar dengan cepat dan luas di internet juga menjadi masalah dan memiliki dampak yang sangat serius. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat