Ketimpangan Ekosistem Digital Tantangan bagi Pembangunan Ekonomi Kreatif
![Ketimpangan Ekosistem Digital Tantangan bagi Pembangunan Ekonomi Kreatif](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2024/01/833c5e85e72314f00b26aae6edda8321.jpg)
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, masih banyak tantangan yang dihadapi pelaku ekonomi kreatif di berbagai bidang.
“Ekonomi kreatif ini kan luas ya. Ada sub sektor fashion, makan-minum (FnB), digital (apps), dan lainnya. Tentu tantangannya pun berbeda yang dihadapi masing-masing sub sektor,” kata Nailul saat dihubungi, Jumat(12/01/2024).
Termasuk juga sektor digitalisasi, di tengah permintaan yang terus meningkat, namun sumber daya manusia masih terbatas. “Juga ketimpangan digital dimana infrastruktur menjadi salah satu problemnya,“ sebut Nailul.
Sebelumnya, Calon Presiden 03 Ganjar Pranowo Calon Presiden RI Ganjar Pranowo mengatakan pengembangan ekonomi kreatif dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan perekonomian sekaligus lapangan pekerjaan dalam negeri.
Untuk itu, Ganjar menyebutkan salah satu dukungannya nanti ialah mempercepat penyediaan layanan internet cepat hingga ke wilayah terluar di Indonesia.
"Kami dapat fasilitasi dengan internet cepat agar anak-anak Indonesia yang berada di ujung Indonesia sana bisa juga mempunyai knowledge yang bagus," katanya. Pengetahuan mereka dapat ditampung, dikolaborasikan dalam sebuah ruang kreatif.
Nailul menegaskan, dengan digitalisasi, pasar terbuka melampaui batas wilayah. Namun di Indonesia, masih ada batas ‘jaringan’. Akses internet yang belum merata, membuat pasar berbasis digital terkonsentrasi di kota tier 1 dan tier ke 2 alias kota-kota besar.
“Meskipun secara market besar, namun pasar-nya terkonsentrasi di kota tier 1 dan 2. Kota tier 3 dan 4 masih sangat terbuka, namun potensi-nya terbatas. Makanya perlu dukungan untuk bisa masuk ke kota tier 3 dan 4,” ungkap dia.
Tidak bisa dipungkiri, kaitan antara ekonomi digital dan ekonomi kreatif sangat erat. “Jadi kenaikan ekonomi digital akan mengerek ekonomi kreatif juga,” imbuh Nailul.
Baca juga: Tren Pariwisata Berkelanjutan Buka Potensi Perluasan Lapangan Kerja
Kemudian sub sektor fashion dalam negeri menghadapi soalan persaingan. “Persaingan dengan produk impor yang nilainya sangat besar sekali, terutama di era digital. Banyak dari pemain fashion yang mengeluhkan persaingan dengan produk impor. Padahal industri fashion tengah naik. Ini juga perlu dukungan dari pemerintah,” tegas Nailul.
Dari semua itu, Nailul menilai, sub sektor makanan dan minuman yang ‘free entry, free exit’, bisa jadi andalan. Free Entry dan Free Exit artinya, ada kebebasan penjual untuk membuka atau menghentikan usaha mereka di dalam pasar.
“Masuk ke bisnis FnB sangat gampang namun jika tidak mempunyai kualitas dan harga bersaing ya gampang exit juga. Tapi sektor ini mampu didorong terutama konsumsi masyarakat kita juga besar ditambah konsumsi leisure seperti beli makan di restoran atau cafe, meningkat,” terang Nailul.
Gempuran Impor
Sementara itu, Peneliti CORE Indonesia (Center of Reform on Economics) Yusuf Rendy Manilet menilai pemerintah patutnya memikirkan masalah mendasar dalam industri kreatif. Perlu diatasi lebih dahulu masalah yang selama ini menghambat perkembangan industri kreatif.
"Sebenarnya pemerintah atau pemerintah yang baru nantinya perlu balik kepada masalah-masalah dasar yang menghambat perkembangan ekonomi kreatif di dalam negeri," terangnya.
Yusuf menyebut salah satu masalah mendasar adalah persaingan antara produk industri kreatif anak bangsa dengan produk dari luar negeri .
"Seperti misalnya masalah persaingan dengan komponen atau produksi ekonomi kreatif di luar negeri," tambahnya.
Pemerintah juga patut untuk memperhatikan gempuran budaya asing ke Indonesia. Selain itu, problem mendasar lain adalah apresiasi terhadap pelaku industri kreatif yang masih minim hingga akses pada pembiayaan.
"Masuknya budaya asing kemudian juga masih rendahnya apresiasi masyarakat terhadap profesi ekonomi kreatif. Masalah akses pasar dan pembiayaan hingga masalah adaptasi teknologi dan kelangkaan bahan baku," tegasnya.
Yusuf menilai pemerintah baru hasil Pilpres 2024 diharapkan mampu mengatasi masalah mendasar tersebut alih-alih memisahkan lembaga Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
"Menurut saya justru beragam hal mendasar tersebut lebih penting untuk didiskusikan dibandingkan hanya fokus pada pemisahan institusi atau lembaga Badan Ekonomi Kreatif saja karena gabung atau tidaknya, tetap akan harus menyasar masalah-masalah fundamental tersebut," pungkasnya.(RO/P-2)
Terkini Lainnya
Potensi Ekonomi Kreatif Besar, Walikota Denpasar Gelar Kompetisi E-sport
Dua Duta Besar Diundang Beri Masukan UMKM Tembus Eropa dan Amerika
Warga Klaten Dilatih Maksimalkan Potensi Ekonomi Kreatif
Para Santri di Aceh Belajar Ilmu Pertanian hingga Industri Ekonomi Kreatif
Kekayaan Intelektual Berpotensi Dongkrak Ekonomi Nasional
Mengangkat Kreativitas Lokal ke Pentas Dunia
PKS Menyerahkan Pembentukan Koalisi Pilkada Jakarta Kepada Anies
Peta Koalisi Parpol di Pilpres dan Pilkada Diperkirakan Berbeda
Anies Maju Pilgub Jakarta, Suasana Politik Dinilai Serupa Pilpres 2024
Kader Barisan 8 Center Dipersiapkan Maju di Pilkada 2024
Dikhawatirkan Banyak Kecurangan, KPU Yakin Pilkada 2024 Lebih Berintegritas
Putusan PN Jakpus Langgar UUD 1945
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap