visitaaponce.com

Penurunan Kemiskinan Berjalan Lambat, Target Zero Poverty Sulit Dicapai

Penurunan Kemiskinan Berjalan Lambat, Target Zero Poverty Sulit Dicapai
Sejumlah warga berada di bantaran kali Ciliwung kawasan Manggarai, Jakarta, Senin (13/11/2023).(Antara/Arif Prada)

KLAIM pemerintah terkait penurunan angka kemiskinan perlu dikaji ulang. Data pengentasan kemiskinan dalam kurun waktu 9 tahun terakhir justru memperlihatkan laju yang sangat lambat. Karenanya, target untuk menekan angka kemiskinan ekstrem menjadi 0% dan angka kemiskinan 6,5%-7,5% dinilai sulit tercapai.

"Angka ini jauh dari kata berhasil, bahkan sangat kurang. Selama hampir 10 tahun pemerintahan Jokowi, angka kemiskinan turun 1,9% atau sekitar 1,8 juta orang. Artinya, dalam kurun waktu per tahun hanya mengurangi sekitar 200 ribu orang miskin. Angka ini sangat jauh dari yang diharapkan sehingga target mengenai kemiskinan zero poverty sangat sulit sekali tercapai," ungkap pakar ekonomi pembangunan dan sosial Universitas Indonesia (UI) Teguh Dartanto saat dihubungi Media Indonesia di Jakarta pada Rabu (28/2).

Teguh memaparkan bahwa angka kemiskinan pada September 2014 sebesar 10,96% atau setara dengan 27,73 juta orang. Sementara pada Maret 2023, angka kemiskinan sebesar 9,03% atau setara dengan 25,9 juta. Sementara itu, dari sisi absolut angka kemiskinan dengan yang dikomparasikan dengan data jumlah penduduk, Teguh menyatakan bahwa jumlahnya tidak banyak berubah.

Baca juga : Pemerintah Kejar Capaian Target Kemiskinan Ekstrem di 2024

"Penurunan angka kemiskinan dari sisi absolut hanya sebesar kurang dari 2 juta jiwa selama 10 tahun terakhir. Artinya, capaian ini masih jauh dari kata berhasil bahkan sangat kurang. Program-program bantuan sosial yang selama ini diberikan ternyata belum mampu menstimulasi ekonomi," ujarnya.

Diketahui, setidaknya per Maret 2023 ada 25,9 juta penduduk miskin di Indonesia. Mereka ialah orang-orang yang pengeluarannya dalam sebulan ada di bawah standar garis kemiskinan, yaitu Rp550.458 per kapita per bulan. Warga yang konsumsinya di atas garis tersebut tidak lagi dianggap miskin meski kenyataannya mereka masih hidup sangat rentan.

"Itu sebabnya penyaluran bansos semakin lama semakin besar karena secara kemiskinan absolut ini tidak terlalu turun sehingga pemerintah masih memperbesar bansos untuk meng-cover tidak hanya kelompok miskin tetapi mereka yang rentan miskin atau mudah menjadi miskin," jelasnya.

Baca juga : Konsep Bansos di Indonesia Lebih untuk Menjaga Kelompok Terbawah tidak semakin Miskin

Selain bansos, pemerintah menggelontorkan dana bantuan stimulan kepada para UMKM. Teguh mengatakan bahwa hingga saat ini, belum ada data pasti ataupun hasil penelitian akademisi yang mampu membuktikan bahwa program penyaluran dana kepada UMKM mampu mengentaskan kemiskinan.

"UMK itu bukan kelompok miskin tetapi masuk dalam program yang disalurkan kepada kelompok hampir miskin. Pemberian dana UMKM ini diberikan kepada kelompok produktif yang rentan miskin bukan untuk mengentaskan kemiskinan. Saya belum percaya bahwa UMKM bisa mendorong penurunan kemiskinan karena sampai saat ini belum ada riset yang secara metodologi membuktikan itu," ungkapnya.

Selain itu, Teguh masih melihat ada kesalahan paradigma dari pemerintah terhadap pola pengentasan kemiskinan yang hanya berfokus pada satu faktor tetapi mengabaikan faktor lainnya. Jika hal ini terus dibiarkan, penurunan kemiskinan semakin lama akan sulit diberantas.

"Angka kemiskinan sulit turun karena sudah masuk kemiskinan kronis. Apalagi konsep dari pengentasan kemiskinan selama ini hanya berfokus pada sisi kail dan ikan. Ikan dikasih bansos dan kail diberikan kredit UMKM tetapi yang perlu dipikirkan harus komprehensif. Ini yang belum dilakukan pemerintah. Seharusnya pemerintah memberikan perlindungan kepada kelompok pekerja informal," ujarnya. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat