visitaaponce.com

Beberapa Dampak Konflik Iran-Israel terhadap Ekonomi Indonesia

Beberapa Dampak Konflik Iran-Israel terhadap Ekonomi Indonesia
Petugas SPBU sedang melayani konsumen/pengendara sepeda motor.(MI/Supardji Rasban)

SAAT ini konflik di Timur Tengah semakin memanas, tidak hanya antara Palestina dengan Israel. Kini konflik di Timur Tengah bertambah meluas antara Iran dan Israel.

Sebagaimana diketahui negara Timur Tengah ialah negara produsen minyak terbesar di dunia yakni kurang lebih sekitar 13 juta barel per hari bisa didistribusikan ke seluruh dunia. 

"Pertama, kebutuhan Indonesia sekitar 3,45 juta barel per bulan. Ini cukup signifikan ketika ada konflik antara Iran dengan Israel yang dikhawatirkan tentu akan ada keterbatasan suplai. Karena ada perang, orang mau ngirim atau mau ekspor itu kan juga lebih sulit. Akibatnya, ketika suplai terbatas, permintaan tetap saja, yang terjadi ialah kenaikan harga minyak," ucap Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, di Diskusi Publik Indef pada Sabtu (20/4).

Baca juga : Turki Serukan Semua Pihak Tahan Diri terkait Konflik Timur Tengah

Padahal, lanjut Esther, harga minyak merupakan komponen dari biaya transportasi. Bila biaya transportasi naik karena harga minyak naik, hal ini akan berdampak pada kenaikan harga-harga barang.

"Dampak yang kedua, karena kenaikan harga minyak tinggi, yang terjadi kalau kita bicara APBN kan ada yang namanya asumsi makro dengan indikator makro ekonomi harga minyak. Nah ini pasti akan berdampak pada pembengkakan biaya-biaya atau anggaran," jelas dia.

Karena itu, sambung dia, kenaikan harga minyak diprediksi akan menimbulkan defisit fiskal sebesar 2% sampai 3%. Esther menilai, apabila pemerintah tidak bisa mengelola anggaran yang ada di APBN, kemungkinan fiscal space Indonesia akan jauh lebih kecil lagi.

Baca juga : Ketegangan Israel-Iran sejak Serangan pada 7 Oktober

"Jadi yang harus dilakukan oleh pemerintah yaitu melihat lagi anggaran belanja agar lebih efektif. Diarahkan ke belanja-belanja produktif yang tidak hanya konsumtif, seperti makan siang gratis, saya rasa itu belanja yang konsumtif ya. Namun lebih baik diarahkan ke belanja produktif yang bisa meng-generate income atau produktivitas dari sektor bisnis dan berdampak jangka panjang," tegasnya.

Maka dari itu, apabila belanja pemerintah bisa diarahkan ke belanja yang lebih produktif, Esther yakin ini akan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih berkelanjutan dan lebih terpantau dalam jangka panjang.

Yang ketiga, Esther menyebut bahwa konflik global ini pasti akan berdampak ke Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia harus memperkuat fundamental ekonomi.

"Caranya dengan meningkatkan ekspor atau devisa negara yang lebih banyak dari sektor-sektor seperti pariwisata. Kemudian dari sisi peningkatan ekspor dari barang komoditas nonmigas. Dan yang satu lagi ialah kita harus mengurangi ketergantungan dari pihak luar," pungkasnya. (Z-2)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat