Rugi Akibat Boikot, MAP Group tidak Gegabah Tutup Gerai Starbucks
VP Head of Investor Relations, Corporate Communications & Sustainability PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAP) Ratih D. Gianda mengakui penjualan Starbucks di kuartal 1 (Q1) mengalami kerugian. Hal itu akibat adanya boikot masyarakat terhadap gerai-gerai Starbucks lantaran diduga mendukung atau menyokong pendanaan dalam konflik Israel-Palestina.
"Q1 kan minus 17%. Kalau last year gross-nya kan 16,6% jadi sudah tentu ada dampaknya. Namun tidak terjadi di setiap toko, hanya beberapa toko," ujarnya seusai RUPS & Paparan Publik MAP Group, Kamis (27/6).
"Jadi memang dampak boikot ini kan memang masih berlangsung sampai sekarang. Kalau kita lihat dari tokonya sendiri, Starbucks itu tidak ada di Israel ya. Jadi hampir semua karyawannya itu orang Indonesia dan hanya satu bule itu dia sendiri (Direktur MAPB)," tambahnya.
Baca juga : Aksi Boikot Sukses, Pengelola Starbucks di Timur Tengah PHK 2.000 Karyawan
MAP menyayangkan aksi boikot yang dilakukan masyarakatnya. Sebab, kata Ratih, perusahaan tidak berafiliasi dengan Israel dan aksi boikot justru hanya merugikan ekonomi Indonesia sendiri.
Menurutnya, 100% karyawan Starbucks merupakan warga Indonesia. Dan Starbucks telah membantu menyerap banyak tenaga kerja di seluruh Indonesia melalui gerai-gerainya. Bahkan, aksi sosial yang dilakukan perusahaan pun sangat banyak mulai dari menyediakan air bersih bagi masyarakat hingga membantu petani.
"Dan ini kita harapkan sesaat saja dan education itu penting sekali sebelum berbuat. Kita menginginkan orang berpikir boikot itu tepat sasaran dan kenapa dan harus memikirkan akibat nya juga," jelasnya.
Baca juga : Rugi Akibat Boikot, MAP Group tak Ingin Gegabah Tutup Gerai Starbucks
Hingga kini, MAP baru menutup 1 gerai Starbucks. Pihaknya memikirkan jangka panjang dari eksistensi Starbucks dan juga nasib para karyawan.
Untuk itu, Ratih menyebut masyarakat perlu diedukasi terkait kehadiran Starbucks dan kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia. Masyarakat perlu memikirkan terlebih dahulu sebelum melakukan aksi boikot yang jelas-jelas tidak tepat sasaran.
"Kami menyerap tenaga kerja, tidak ada orang asing. Kalau ada boikot gak buka toko artinya kita gak banyak nyerap tenaga kerja kan. Itu yang harus ditekankan. Orang-orang harus lebih teredukasi melihat sesuatu itu dengan dipikirkan lagi apa dampaknya," jelasnya.
"Kita masih sangat positif terhadap pasar Indonesia. Kita tidak mau gegabah untuk cepat-cepat tutup toko karena sekali lagi tutup toko berarti memecat orang," tandasnya. (Z-11)
Terkini Lainnya
BDS Indonesia Jelaskan Produk Pro Israel tidak Masuk Daftar Boikot
Wasekjen MUI Kobarkan 'Jihad' Boikot Produk Terafiliasi Israel
Baznas RI Tegaskan Komitmen Tolak Donasi Terafiliasi Israel
Blockout 2024, Gerakan Boikot Artis yang Diam akan Kondisi Palestina
Boikot Terbukti Pengaruhi Pendapatan McDonald's
Hanya Rp524 Miliar, Pendapatan Indofarma Turun 54,2% Sepanjang 2023
Diduga Gelapkan Dana Rp6,9 Miliar, Polisi Audit Kerugian yang Menyeret Suami BCL
Warung Kelontong di Simalungun Terbakar, Kerugian Capai Rp300 Juta
Kerugian akibat Bencana di Kota Sukabumi Capai Rp2,3 Miliar
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap