REI Dukung Usulan BTN soal Skema Baru KPR
PERSATUAN Perusahaan Realestat Indonesia (REI) mendukung skema baru pembiayaan KPR subsidi yang diusulkan Bank BTN. REI menilai potensi menumbuhkan sumber-sumber baru pembiayaan perbankan dapat dilakukan guna mendorong percepatan pembangunan perumahan nasional.
"Kami meyakini bahwa masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) selaku debitur rumah subsidi punya peluang penghasilannya tumbuh dalam 5-10 tahun setelah beli rumah,” kata Ketua Umum DPP REI Joko Suranto saat perayaan HUT ke-52 REI di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Jumat (26/4).
Skema baru KPR rumah bersubsidi usulan Bank BTN termasuk adanya potongan tenor yang selama ini mencapai 20 tahun. “Pemotongan tenor dari 20 tahun menjadi 10 tahun bisa dilakukan. Selain itu, pola subsidi selisih bunga juga bisa diberlakukan,” papar Joko.
Baca juga : Strategi BTN Permudah Akses Rumah Bersubsidi
Ketua Umum REI menyoroti skema dana abadi untuk pendanaan program pembangunan perumahan. Menurut Joko Suranto, sumber-sumber lainnya juga bisa diperoleh dari BPJS, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), maupun dana wakaf.
“Sumber-sumber dana itu bisa ditempatkan di perbankan sebagai dana pendamping agar cost of fund bisa lebih rendah. Dengan begitu tingkat bunga KPR juga akan lebih terkontrol karena sumber pendanaannya berbiaya murah,” jelasnya.
Joko berkeyakinan, jika opsi sumber dana pendamping itu bisa digulirkan, maka kemampuan perbankan untuk mendukung pembiayaan perumahan akan lebih baik.
Baca juga : Realisasi Pembiayaan Rumah Subsidi mencapai 103.749 Unit, 47,15% dari Target
“Kita sama-sama memikirkan upaya percepatan, keringanan dan kemudahan bagi masyarakat yang belum memiliki rumah. Sebanyak 12,7 juta kepala keluarga belum mendapat kesempatan untuk memiliki rumah sehingga kami mendorong agar program penyediaan hunian menjadi program prioritas nasional,” tutur Joko.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Konsumer Bank BTN Hirwandi Gafar menyebut pihaknya tengah mengusulkan perubahan skema KPR subsidi dari skema KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) menjadi skema KPR subsidi selisih bunga.
Nantinya, subsidi untuk hunian MBR akan bersumber dari pemupukan dana abadi dari hasil investasi. Untuk jangka waktu 10 tahun hingga 15 tahun, katanya, pemerintah akan tetap mengalokasikan pendanaan dari APBN untuk KPR FLPP sebagai dana abadi. Namun, hal itu ditambah dengan sumber pendanaan lainnya.
Baca juga : BTN Geber Inovasi KPR demi Gaet Milenial
"Pada saatnya nanti, pemerintah tidak perlu lagi mendanai dari APBN karena dana abadi itu nantinya yang akan mensubsidi KPR FLPP,” ujarnya.
Hirwandi menilai, jangka waktu pinjaman KPR subsidi saat ini selama 20 tahun terlalu lama. Padahal, penghasilan masyarakat cenderung mengalami peningkatan. “Kami coba simulasikan sekitar 3% saja, maka paling lambat pada tahun ke-10 nanti konsumen rumah subsidi sudah dapat mengabsorbsi suku bunga pasar,” ucap Hirwandi.
Menurut dia, idealnya tenor KPR yang memperoleh subsidi cukup hingga tahun ke-10 saja. “Untuk tahun ke-11 dan selanjutnya, konsumen akan mendapat bunga komersial atau floating rate yang tidak lagi disubsidi. Dengan begitu, semakin banyak penerima manfaat subsidi perumahan, bahkan hingga dua kali lipat,” jelasnya.
Baca juga : Pikirkan Nasib MBT, BTN Usul Skema Pembiayaan KPR Bersubsidi Baru
Saat ini porsi APBN untuk mendanai KPR subsidi sebesar 75%, dan 25% sisanya bersumber dari pembiayaan perbankan.
“Misalnya untuk rumah seharga Rp180 juta, maka pemerintah harus menyediakan dana KPR subsidi sebesar Rp135 juta untuk penyaluran KPR subsidi ke masyarakat," ungkap Hirwandi.
Sebaiknya, kata dia, dana itu untuk investasi yang hasilnya bisa mendanai subsidi bunga. "Kita beri kesempatan dana yang dikumpulkan pemerintah itu untuk membayar subsidi bunga,” paparnya.
Usulan lainnya ialah terkait besaran suku bunga KPR subsidi menjadi 10%. Komposisinya, sebesar 5% beban bunga ditanggung oleh debitur, 5% sisanya dibayarkan oleh pemerintah.
“Usulan tingkat bunga KPR subsidi menjadi 10% bertujuan agar KPR yang disalurkan bisa disekuritisasi sehingga ekosistem perumahan akan hidup kembali. PT SMF bisa melakukan sekuritisasi sesuai fungsinya di secondary mortgage,” ungkap Hirwandi.
Lebih lanjut Hirwandi menuturkan, batasan penghasilan maksimal calon konsumen rumah subsidi juga memicu ketidakadilan. “Idealnya, batasan penghasilan itu digeser karena masyarakat berpenghasilan tanggung, misalnya Rp15 juta per bulan, sulit untuk memperoleh rumah," pungkasnya. (Ifa/Z-7)
Terkini Lainnya
KPK Minta Wakil Komut BTN Jelaskan Mekanisme Investasi di PT Taspen
Menjadikan Jakarta International Marathon Ajang Kelas Dunia
BTN Bagikan Dividen Rp700 Miliar
Rebranding BTN dengan Logo Baru, Apa Maknanya?
Taman Bermain Anak Bertambah Lagi di Taman Rusa Sekupang
Pesta Rakyat Serap 2 Ribu Unit Hunian di Jabodetabek Banten
166 Ribu Kuota Unit Rumah Subsidi Diprediksi Ludes pada Juli 2024
Kenaikan BI Rate Tak Berdampak pada Sektor Properti Asal Perbankan Jaga Hal Ini
Pikirkan Nasib MBT, BTN Usul Skema Pembiayaan KPR Bersubsidi Baru
BTN: Permintaan KPR Nonsubsidi Naik di Kuartal Pertama 2024
Yahya Sinwar dan Timur Tengah yang Berubah
Advokasi Bersama Penguatan Hak-Hak Perempuan dalam Islam
Pentingnya Taiwan Dalam Upaya Global Menghadapi Pandemi di Masa Depan
Reformasi dan Anomali Demokrasi
Inflasi, Suku Bunga Acuan, dan Pertumbuhan Ekonomi
Kartini dan Emansipasi bagi PRT
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Gerakan Green Movement Sabuk Hijau Nusantara Tanam 10 Ribu Pohon di IKN
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap