visitaaponce.com

Perlindungan terhadap Industri Sigaret Kretek Tangan Dinilai Masih Lemah

Perlindungan terhadap Industri Sigaret Kretek Tangan Dinilai Masih Lemah
Pekerja memproduksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah.(Antara)

Perlindungan bagi industri sigaret kretek tangan (SKT) sebagai segmen padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja di Indonesia dinilai masih lemah. Padahal, sektor itu berjasa sebagai kontributor pendapatan daerah dan merekrut banyak tenaga kerja yang mayoritas merupakan perempuan. Kontribusi tersebut seharusnya menjadi pertimbangan saat menentukan kebijakan bagi industri, khususnya dalam penetapan tarif cukai SKT.

Sekretaris Jenderal Komunitas Kretek, Aditya Purnomo menjelaskan, saat ini segmen SKT dalam industri hasil tembakau (IHT) mulai bertumbuh, setelah sebelumnya permintaan untuk segmen ini terus turun. Pemulihan SKT yang merupakan sektor padat karya berefek pada penambahan tenaga kerja SKT, dan meningkatnya penyerapan tembakau dari petani.

"Saat ini (SKT) sedang bagus. Perusahaan-perusahaan besar mulai menata ulang penjualan di sektor SKT-nya yang juga meningkatkan tenaga kerja yang baru. Saya kira ini kesempatan kerja yang sangat baik untuk tenaga kerja di SKT," ujar Aditya melalui keterangan tertulis, Senin (1/7).

Baca juga : Kabupaten Lamongan Raih Peringkat 1 Pengelolaan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau

Akan tetapi, ia melihat segmen SKT masih belum mendapatkan perlindungan penuh dari pemerintah. Sebaliknya, menurut Aditya kebijakan pemerintah saat ini tidak mendukung kelangsungan industri, seperti kebijakan cukai hasil tembakau yang sangat tinggi dan RPP Kesehatan yang berbahaya bagi pertumbuhan industri.

"Selama regulasi yang membahayakan segmen SKT itu masih ada, ditambah dengan kebijakan cukai yang masih tidak berpihak kepada industri di mana besarannya ditentukan tanpa melihat faktor ekonomi juga inflasi, (maka dapat dikatakan) pemerintah masih belum melindungi atau memperhatikan para pekerja di sektor SKT," tegasnya.

Aditya mengatakan kebijakan kenaikan cukai yang tinggi masih belum efektif untuk menekan angka prevalensi perokok. Justru kebijakan itu berdampak pada keberlangsungan pekerja di sektor SKT.

"Saya kira kebijakan-kebijakan ke depannya (salah satunya cukai) harus lebih progresif dan lebih akomodatif terhadap kepentingan stakeholder dan masyarakat yang hidup dari sektor kretek," ujarnya.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat