visitaaponce.com

Perdagangan Karbon Dapat Tingkatkan Pendapatan Asli Daerah

Perdagangan Karbon Dapat Tingkatkan Pendapatan Asli Daerah
Ahmed Zaki Iskandar dengan latar belakang hutan mangrove di Kabupaten Tangerang.(Dokpri)

INDONESIA memiliki potensi besar terkait dengan carbon trade atau perdagangan karbon. Hal ini menjadi peluang untuk meningkatkan pendapatan daerah.

Apalagi luas kawasan hutan di Indonesia mencapai 125,76 juta hektare atau terbesar ketiga di dunia setelah BraSil dan Kongo. Ditambah lagi Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) yang dikelola oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai pasar perdagangan karbon.

"Tempat yang bisa menyerap karbon ialah hutan, hutan konvensional, dan hutan mangrove. Hutan bakau itu tidak banyak negara yang punya, kecuali negara-negara di sepanjang garis khatulistiwa," kata Ketua DPD Golkar DKI Jakarta Ahmed Zaki Iskandar dalam keterangan tertulis, Selasa (13/2).

Baca juga : Nol Karbon dan Blue Forest Kolaborasi Restorasi Hutan Mangrove di Aceh

Dijelaskannya, perdagangan karbon merupakan jual-beli sertifikasi untuk menghasilkan emisi karbon dioksida dalam jumlah tertentu. Daerah yang memiliki hutan hujan dapat menjual kredit karbon dan mendapatkan penghasilan dari perusahaan atau negara pembeli emisi.

"Jadi pabrik-pabrik yang mengeluarkan asap polusi, itu kena pajak tinggi, karena mereka bikin polusi udara. Mau 'cuci dosa' biar enggak bayar pajak tinggi, mereka membeli tempat yang bisa menyerap karbon," ujar Bang Zaki, sapaan akrabnya.

Berdasarkan data World Bank per Maret 2023, harga pajak karbon tertinggi berada di Swiss dan Liechtenstein dengan US$130,81/ton disusul Swedia dengan US$125,56/ton. Sementara yang terendah ialah Estonia US$2,18/ton dan Ukraina US$0,82/ton.

Baca juga : Planologi Sumbang Separuh Penerimaan Negara Bukan Pajak KLHK

Adapun harga bursa karbon di Indonesia memiliki harga variatif tergantung sektor dari proyek masing-masing perusahaan. Untuk harga pasar reguler per 12 Februari 2024 berada di angka Rp58.800 atau US$3,79 per ton.

Menurut Zaki, ini merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh daerah dengan hutan konvensional yang luas. Nanti hutan-hutan tersebut akan diperdagangkan dalam katalog Bursa Karbon Indonesia.

"Seluruh perusahaan di dunia yang menghasilkan polusi wajib 'nyuci dosa' polusinya kepada daerah-daerah yang memiliki hutan konvensional dan hutan mangrove. Ini yang menjadi potensi untuk dimanfaatkan daerah," lanjut Zaki.

Baca juga : Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan Harus Paham Regulasi Nilai Ekonomi Karbon

Hal ini juga telah diterapkannya ketika menjadi Bupati Tangerang pada 2013-2023 dengan menanam hutan mangrove seluas 212 hektare dari potensi 219 hektare. Potensi penyerapan karbonnya sekitar 950 ton/hektare atau sekitar 208.050 ton.

"Jadi jika harganya Rp 58.800/ton, pendapatan yang bisa didapatkan adalah Rp12,2 miliar. Ini menjadi tambahan besar jika daerah bisa memaksimalkan potensi ini," tutupnya. (Z-2)

 

Baca juga : KLHK Sebut 72 PBPH Bersiap Penuhi Syarat Perdagangan Karbon

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat