Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan Harus Paham Regulasi Nilai Ekonomi Karbon
![Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan Harus Paham Regulasi Nilai Ekonomi Karbon](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/11/3310696833c54d022f443350ecb0b3d0.jpg)
KEHUTANAN menjadi sektor yang sangat diharapkan dan potensial dalam perdagangan karbon. Sektor kehutanan juga menyumbang porsi terbesar di dalam target penurunan emisi gas rumah kaca dengan kontribusi sekitar 60% dalam pemenuhan target netral karbon atau net-zero emission.
Oleh karena itu, melalui Indonesia's FOLU Net Sink 2030, pemerintah Indonesia menargetkan tingkat serapan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya pada tahun 2030 akan seimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo mengungkapkan untuk mencapai target Net Sink sektor FOLU pada 2030, membutuhkan pendanaan yang diperkirakan mencapai USD14 miliar. Dari angka tersebut, 55% di antaranya diharapkan datang dari investasi sektor swasta.
Baca juga: KLHK Sebut 72 PBPH Bersiap Penuhi Syarat Perdagangan Karbon
"Saya kira arahnya ke sana yah. Jadi untuk mencapai FOLU Net Sink 2030, kita harus melaksanakan aksi mitigasi maupun investasi, baik pemerintah maupun private sector, untuk itulah dibuat regulasi yang harus diikuti," katanya saat Media Briefing di Jakarta, Kamis (9/11).
Indroyono mengatakan saat ini ada sekitar 600 unit perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), yang sebagian mulai masuk ke jasa lingkungan terkait karbon.
Pemegang PBPH Masuk Jasa Lingkungan Karbon
Tentu ada langkah-langkah yang harus ditempuh oleh para pemegang PBPH untuk masuk ke jasa lingkungan karbon ini, dengan mengikuti regulasinya, menyusun DRAM (Dokumen Rancangan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim) dan proses ke SRN sehingga terbit SPE GRK (Dokumen Rancangan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim).
"Oleh karna itu, memang harus hati-hati dan harus bermitra bersama-sama. Regulasinya dibuat pemerintah, investasi dilaksanakan pemerintah maupun swasta," pungkasnya.
Baca juga: Carbon Digital Conference 2023 Upaya Membuat Indonesia Jadi Hub Karbon Dunia
Sebagai informasi, pelaksanaan media briefing ini juga sekaligus untuk meluruskan pemahaman APHI pada pemberitaan sebelumnya mengenai perdagangan karbon dan metodologi di SRN yang dianggap belum lengkap dan menjadi tantangan dalam implementasi NEK, khususnya yang terkait dengan pelaku usaha.
Terkait hal tersebut, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Agus Justianto mengatakan pemerintah telah menyiapkan semua instrumennya. Oleh karena itu, pemegang PBPH juga harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan tersebut.
"Oleh karena itu, mohon bantuan dan dukungan dari kawan-kawan media untuk menyampaikan seluas-luasnya informasi kepada publik sehingga akan ada percepatan dari sektor kehutanan untuk masuk dalam perdagangan karbon," katanya.
Lebih lanjut, Agus menyampaikan kesiapan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang merupakan sub sektor kehutanan untuk melaksanakan perdagangan karbon.
Instrumen Sudah Tersedia
Agus menyatakan bahwa instrumennya sudah tersedia termasuk metodologi yang ada di Sistem Registri Nasional (SRN), walaupun masih dimungkinkan untuk mengusulkan metodologi yang diperlukan untuk dapat digunakan oleh SRN.
"Sebagai sektor yang diharapkan mempunyai kontribusi yang paling besar yaitu hampir 60% dari total pengurangan emisi GRK, maka PBPH sudah mulai mempersiapkan diri bahkan mungkin paling siap untuk melaksanakan perdagangan karbon, khususnya dari segi legalitas, kinerja, rencana kerja usaha, SDM, luas wilayah aksi mitigasi, pendanaan dan lain lain," ujar Agus.
Baca juga: Menteri LHK Resmikan Rumah Kolaborasi dan Konsultasi Iklim dan Karbon
Saat ini, telah berproses melalui Rencana Kerja Usaha (RKU) sejumlah 72 PBPH yang telah memasukkan kegiatan jasa lingkungan atau penyerapan dan penyimpanan karbon. Dari jumlah 72 ini, 32 PBPH telah disetujui RKU Pemanfaatan Hutannya (RKUPH).
Kegiatan usaha pada RKUPH merupakan aksi mitigasi penyerapan dan penyimpanan karbon yang dilakukan melalui berbagai kegiatan diantaranya adalah silvikultur intensif (SILIN), Reduce Impact Logging Carbon (RILC), penanaman, pengkayaan, pemulihan lingkungan, kemitraan kehutanan serta aksi mitigasi dalam pencapaian target FOLU.
Pentingnya Sistem Registri Nasional
Pada kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI), KLHK Laksmi Dhewanthi menekankan pentingnya SRN, metodologi dan prinsip tata kelola karbon yang berintegritas.
Sistem Registri Nasional (SRN) merupakan sistem registri yang mencatatkan berbagai aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang dilakukan seluruh pemangku kepentingan di Indonesia.
SRN ini selain menjadi pencatatan, saat ini juga difungsikan sebagai karbon registri yang nanti mampu melakukan penelusuran pada saat diterbitkan Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE).
"Meski demikian, saya ingin menggarisbawahi bahwa SRN bukan semata-mata untuk melakukan perdagangan karbon. Tetapi untuk melakukan perdagangan karbon di Indonesia, atau seluruh mekanisme nilai ekonomi karbon termasuk Result Based Payment, perdagangan emisi dan offset emisi harus melalui SRN," tuturnya. (RO/S-4)
Terkini Lainnya
Sidang Subsidiary Body UNFCCC Ke-60: Perdagangan Karbon Luar Negeri Harus dengan Otorisasi
AMAN Tolak Perdagangan Karbon Pegunungan Meratus Kalsel
Potensi Perdagangan Karbon dari Hutan Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan
Perdagangan Karbon Butuh Kepastian Regulasi Daerah
8 Rekomendasi Dunia Usaha untuk Pengembangan Pasar Karbon Diterima OJK dari IBC
Teknologi Carbon Capture Storage Bisa Jadi Solusi Masalah Iklim
IWAPI dan KLHK Menyerahkan Bantuan Motor Sampah untuk Pengelolaan Sampah dan Penghijauan
KLHK Tetapkan Bos Tambang Pasir Ilegal di TN Halimun Salak sebagai Tersangka
Indonesia Diapresiasi karena Gunakan Teknologi untuk Pantau Hutan Dan Karhutla
KLHK dan Norwegia Perkuat Kerja Sama Pengelolaan Hutan Lestari
2 Ton Alat Kesehatan Bermerkuri Ditarik dari Faskes di Bali
KLHK Tingkatkan Kapasitas Manggala Agni untuk Tangani Karhutla
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap