visitaaponce.com

Teknologi Carbon Capture Storage Bisa Jadi Solusi Masalah Iklim

Teknologi Carbon Capture Storage Bisa Jadi Solusi Masalah Iklim
Ilustrasi(AFP)

Pengaplikasian teknologi Carbon Capture Storage (CCS) bisa menjadi salah satu kunci untuk mengatasi persoalan iklim yang hingga kini masih sulit tertangani. Teknologi tersebut bisa diterapkan sebagai upaya membuka potensi perdagangan karbon sekaligus pengurangan emisi yang kini sudah diterapkan oleh beberapa negara, salah satunya Swedia dan beberapa lainnya di Uni Eropa.

Perdagangan karbon merupakan aktivitas jual beli kredit karbon (carbon credit), yang mana pembeli menghasilkan emisi karbon atau GRK dari proses industrinya yang melampaui batas yang ditetapkan. Namun, upaya untuk memperdagangkan karbon nyatanya belum dieksekusi secara efektif karena disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama, kegiatan perdagangan karbon belum berjalan secara beriringan dengan penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Baca juga : Transisi ke Energi Rendah Karbon jadi Satu Keharusan

Hal ini dibuktikan dari fakta bahwa peraturan terkait EBT yang tak kunjung disahkan. Padahal, EBT berperan penting dalam menghasilkan emisi ramah lingkungan.

Kedua, penelitian Greenpeace mengungkapkan bahwa perdagangan karbon tidak mengatasi deforestasi karena kebijakan perlindungan hutan Indonesia belum efektif. Hal ini dibuktikan dari ketiadaan bukti mengenai efektivitas perdagangan karbon yang dilaksanakan oleh Indonesia.

Ketiga, tidak adanya kejelasan mengenai angka penjualan dan pembelian yang telah dilakukan serta pencapaian pengurangan emisi GRK yang tidak dipublikasikan.

Baca juga : Luhut Undang Investor Garap Bisnis Penyimpanan Emisi Karbon 400 Giga Ton di RI

Menyadari bahwa isu perubahan iklim harus segera ditangani dengan baik, Indonesia harus merujuk kepada Swedia dan Uni Eropa. Pertama, Swedia telah memiliki regulasi komprehensif yang bertujuan untuk mengatasi emisi gas rumah kaca dengan target emisi net zero pada 2045. Instrumen itu dikenal dengan Sweden’s Climate Act yang menetapkan prinsip umum dan kewajiban mengurangi emisi gas rumah kaca melalui serangkaian langkah spesifik untuk diterapkan untuk memberikan stabilitas hukum dengan serangkaian strategi mitigasi.

Tidak hanya itu, melalui Climate Act Swedia, negara ini memiliki mekanisme pengawasan terhadap perkembangan Iklim dengan melakukan evaluasi. Evaluasi ini dapat meninjau apakah tujuan pengurangan emisi gas dapat tercapai atau tidak serta dilengkapi dengan adanya tindakan rekomendasi.

Kebijakan Swedia dalam mengatasi Perubahan Iklim tentu patut diapresiasi dan menjadi bahan rujukan bagi Indonesia yang tengah berupaya menciptakan RUU Perubahan Iklim agar kiranya mampu menetapkan batas emisi karbon untuk lingkungan yang sejahtera. Kedua, Uni Eropa sebagai pionir yang menerapkan perdagangan karbon pertama kali sejak tahun 2005. Uni Eropa telah memiliki peraturan terkait perdagangan karbon dalam European Climate Law (ECL) yang mengatur upaya dekarbonisasi menyeluruh dalam mitigasi perubahan iklim. (RO/Z-11)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat