visitaaponce.com

Transisi ke Energi Rendah Karbon jadi Satu Keharusan

Transisi ke Energi Rendah Karbon jadi Satu Keharusan
Energi bersih dari angin laut.(Freepik)

TRANSISI energi dari kotor ke energi rendah karbon merupakan satu keharusan dan dilakukan dalam waktu dekat. Hal itu dilakukan karena kondisi bumi saat ini semakin parah dengan adanya krisis iklim.

“Kita harus segera beralih. Dalam melakukan peralihan tersebut kita bisa mengembangkan potensi dalam negeri, dari potensi sumber daya alam sendiri,” kata Direktur Eksekurif Traction Energy Asia Tommy Pratama dalam acara Meneropong Bioenergi di Tangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029 secara virtual, Rabu (10/1).

Berdasarkan kajian Kementerian PPN/Bappenas pada 2022, sektor energi merupakan penyumbang emisi terbesar di Indonesia. Sektor energi dan transportasi mendominasi emisi dengan persentase sebesar 50,6% atau sebesar 1 Giga Ton CO2eq dari total emisi di Indonesia pada tahun 2022. 

Baca juga : Peta Jalan Emisi Indonesia untuk Pakta Transisi Energi Senilai Rp319 Triliun

Potensi emisi akan terus meningkat hingga di tahun 2030, di mana persentase emisi dari sektor energi diprediksi akan menyentuh angka 1,4 Giga Ton CO2eq (59%).

Namun, komitmen Indonesia termasuk dunia menurut Tommy belum cukup kuat untuk beralih ke energi bersih. Misalnya saja pada kesepakatan di COP-28, peralihan ke energi bersih belum menjadi kewajiban masing-masing negara untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

“Negara-negara di COP melaporkan pengurangan emisi, tapi sifatnya tidak mandatory dan hanya bersifat sukarela. Padahal upaya mengurangi emisi sangat penting karena mengingat krisis iklim mengancam eksistensi manusia dan negara,” beber dia.

Baca juga : Jokowi Suarakan Pentingnya Pendanaan Transisi Energi di KTT AZEC

Dampak dari krisis iklim dikatakan Tommy sudah terlihat sangat jelas. Misalnya saja suhu di tahun 2023 yang menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah dan telah mencapai kenaikan 1,5 derajat celcius, atau ambang batas dari target Perjanjian Paris. ”Dan hampir bisa dipastikan pada 2024 kenaikan suhu ini akan melewati 1,5 derajat celcius,” imbuh dia.

Di samping itu juga bergesernya musim hujan di Indonesia selama tiga bulan serta kegagalan panen akibat cuaca ekstrem di berbagai wilayah. Hal itu merupakan bukti bahwa krisis iklim sudah ada di depan mata dan perlu penanganan serius.

Tommy menjelaskan, Indonesia sebenarnya memiliki potensi energi bersih yang sangat besar, yakni sebesar 3.687 gigawatt. Namun, hingga kini pemanfaatannya masih mencapai 12,6 gigawatt atau hanya sebesar 0,3% dari total potensi yang dimiliki. Beberapa potensi energi bersih yang ada di antaranya energi dari arus laut, energi dari panas bumi, energi dari hidro, energi dari angin dan bioenergi.

“Indonesia dengan kekayaan alam hutan yang ada, bisa menjadi pelopor dalam transisi energi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Ini menjadi penting, selain mengurangi ketergantungan kita terhadap energi kotor, tapi baik sekali unuk mengelola sumber daya energi bersih untuk mempertahankan hajat hidup orang banyak di negara kita,” pungkas Tommy. (Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat