visitaaponce.com

Agar Kedelai Lokal Jadi Jagoan Nasional

Agar Kedelai Lokal Jadi Jagoan Nasional
Dr.Atris Suyantohadi,STP,MT(Dok. Pribadi)

BAGI para petani kedelai lokal yang kami bina, gudang milik Koperasi Unit Desa (KUD) Tani Harjo di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, ialah tumpuan harapan. Mereka mengirim karung-karung kedelainya ke gudang, mendapat pencairan 70% dari harga pokok produksi (HPP) sebesar Rp8.500 per kg, jauh di atas harga pasar yang bisa anjlok hingga Rp6.000-Rp6.500 di saat musim panen.

Tak ada lagi cerita petani kapok menanam kedelai dan Indonesia bergantung sepenuhnya pada impor. Tentu kondisi itu akan menjadi pukulan berat bagi negara kita yang punya kekayaan khazanah kuliner tahu dan tempe.

Sistem Resi Gudang (SRG) di KUD Tani Harjo yang memungkinkan petani mendapat hasil sepadan untuk kerja kerasnya itu terselenggara berkat kerja bareng Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), perbankan, serta Dinas Perdagangan Kabupaten Bantul. Setelah 3 hingga 6 bulan disimpan menunggu harga kondusif, biji-biji kedelai itu akan dilempar ke pasar dan petani pun mendapat pelunasan. Selain kedelai, komoditas pertanian strategis lainnya juga dinaungi SRG, sebagai implementasi dari UU No 9 Tahun 2006 tentang SRG.

 

 

Rangkaian kolaborasi

Upaya memangkas peran tengkulak di rantai distribusi komoditas itu merupakan bagian dari rangkaian kerja bersama untuk mengangkat harkat kedelai lokal yang kami sebut Smart Enterprise Kedelai Lokal.

Sistem ini bekerja dalam aspek agrobisnis dan agroindustri secara terintegrasi, berbasis teknologi informasi. Berawal dari disertasi saya terkait dengan kecerdasan sistem untuk optimasi kedelai pada 2010, Smart Enterprise Kedelai Lokal membantu petani dengan mengelola rantai proses dari hulu ke hilir.

Kedelai atau Glycine max (L) yang kami kembangkan terdiri atas varietas unggul Grobogan, Anjasmoro, Argomulyo, Biosoy, dan Dega.

Sistem pengaturan jadwal tanam untuk membantu stabilitas harga jual dilaksanakan dengan aplikasi Digikedelai dan Microsoft Kaizala. Masa tanam pada Mei, Juni, dan Juli diatur dalam jadwal yang presisi.

Sementara itu, penanganan pascapanen melibatkan grading system dan color sorting system secara otomatis. Selanjutnya, kami juga melakukan penjadwalan, pengaturan pengiriman ke konsumen dan pelaku industri.

Kontinuitas produk pun terjamin sepanjang tahun.

Pelaku industri pun tidak mengkhawatirkan soal pasokan. Pun, petani didampingi dalam seluruh proses ini, mereka didukung dan diberdayakan.

Pihak yang terlibat dalam kolaborasi ini ialah PT Java Agro Sejahtera yang melaksanakan sistem, PT Nestle dan PT Indofood sebagai industri yang menerima hasil panen, dan Rumah Tempe Indonesia di Bogor, Jawa Barat, yang berfokus pada produksi tempe berbahan kedelai lokal. Selain itu, ada pula Attempe, produsen olahan tempe, juga para peneliti dari Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, serta tentunya para produsen tahu dan tempe.

Attempe hadir di hilir, sebagai bagian sistem Smart Enterprise Kedelai Lokal. Kami memproduksi keripik dan aneka camilan berbahan tempe hingga tempe instan di Kebondalem Kidul, Prambanan, Klaten.

 

 

Sejahterakan petani

Diimplementasikan sejak 2016, Smart Enterprise Kedelai Lokal sukses mendongkrak produktivitas petani kedelai yang sebelumnya 1,2 ton hingga 1,4 ton per hektare, kini menjadi 1,8 ton hinga 2 ton ton per hektare. Jika dirupiahkan, pendapatan petani meningkat dari Rp14 juta menjadi Rp17 juta per hektare.

Namun, tentu perjuangan kedelai lokal masih panjang. Pasalnya, dari kebutuhan kedelai setiap tahun sebanyak 3,6 juta ton, produksi kedelai nasional baru 340 ribu ton sehingga 90% kebutuhan kedelai masih dipenuhi dari impor. Sebanyak 84% kebutuhan nasional diserap perajin tahu dan tempe, sisanya oleh industri makanan dan minuman.

 

 

Bebas rekayasa genetika

Namun, bukan cuma besaran impor yang patut kita wapadai, melainkan juga jenis kedelai yang kemudian menjadi bahan baku tempe dan tahu yang hadir di piring kita sehari-hari. Kedelai impor mayoritas merupakan genetically modified organism (GMO) atau melalui proses rekayasa genetika. Sementara itu, kedelai lokal sepenuhnya ialah varietas lokal.

Tentu akan lebih baik jika sajian enak, kaya protein, dan bergelar superfood ini diolah dari hasil panen petani yang segar.

Harapannya, nilai produksi industri tahu dan tempe sebesar Rp92,3 triliun dengan nilai tambah Rp37,3 triliun ini tak lagi mengalir ke Amerika Serikat dan Brasil, tetapi juga ke petani-petani lokal.

Kami optimistis, dengan upaya kolaborasi yang melibatkan banyak pihak, swasembada kedelai yang bisa diraih pada 1984, 1985, dan 1992 bisa kembali tercapai.

Kini sebanyak 2.200 petani asal Grobogan, Pati, Sukoharjo, Bantul, Kulon Progo, dan Klaten telah bergabung sebagai mitra, mereka mengolah lahan seluas 294 hektare. Tenaga kerja yang diserap mencapai 8.820 hari orang kerja (HOK).

Tentu, dibutuhkan juga strategi nasional untuk mengatur mekanisme harga agar kedelai lokal bisa bersaing dengan komoditas impor. (Hym/X-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat