visitaaponce.com

Sektor Kehutanan Jadi Tulang Punggung Pengendalian Iklim

Sektor Kehutanan Jadi Tulang Punggung Pengendalian Iklim
Kawasan hutan mangrove di Pantai Pasir Putih, Desa Sukajaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Karawang, Jawa Barat.(ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

INDONESIA berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dari lima sektor, yakni energi, limbah, industri, pertanian dan kehutanan. Di antara lima sektor tersebut, dikatakan Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Hutan Lestari, Agus Justianto, sektor kehutanan menjadi tulang punggung dalam pengendalian iklim, khususnya penurunan efek gas rumah kaca.

"Dibanding sektor lain, maka sektor Forestry and Other Land Use (FOLU) lebih siap. Sehingga Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya menyampaikan bahwa kita akan mencapai indonesia FOLU net sink 2030 sehingga harapannya bisa didukung dengan modalitas dang kebijakan yang ada," kata Agus, Selasa (28/9).

Saat ini, Indonesia memiliki luas hutan sebesar 125,92 juta hektare, atau 65,8% dari luas daratan yang ada. Dengan angka tersebut, kehutanan Indonesia memiliki potensi besar dalam pengendalian iklim.

Pemerintah sendiri, kata Agus, telah melakukan upaya untuk melakukan pengelolaan hutan dengan mengeluarkan Undang-Undang Cipta Kerja. Dalam Pasal 28 mengenai pemanfaatan hutan produksi dan Pasal 26 tentang pemanfaatan hutan lindung, diharapkan dapat merangsang pelaku usaha untuk melaksanakan multi usaha kehutanan.

"Dengan adanya UU Cipta Kerja, satu izin usaha bisa dilakukan untuk enam kegiatan. Pemanfaatan nilai hutan yang lebih optimal ini diharapkan dapat meningkatkan hutan produksi," ungkap dia.

Selain itu, berbagai kegiatan yang dilakukan pemerintah untuk berkontribusi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca antara pain, pengurangan emisi dari degradasi dan deforestasi hutan.

Selanjutnya, menjadikan sustainable forest management dengan menerapkan pengurangan dampak pembalakan supaya penebangan tidak mengakibatkan emisi, menodorong generasi alami, hingga penerapan sistem silvikultur intensif.

Ketiga, rehabilitasi lahan dan sistem rotasi termasuk bagi pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan ataupun daerah aliran sungai.

"Selanjutnya, pengelolaan lahan gambut yang dinilai berkontribusi paling besar dalam penurunan emisi, perlu pemulihan vegetassi, pengayaan tanaman di gambut terdegradasi, dan pengelolaan adaptasi," beber dia. (Ata/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat