BRIN Kembangkan Riset Sumber Pangan Alternatif Mi dengan Bahan Lokal
![BRIN Kembangkan Riset Sumber Pangan Alternatif Mi dengan Bahan Lokal](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2022/06/dafb3e8b8793c63556f641db057d3c14.jpg)
BADAN Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) berupaya mengoptimalkan riset terkait sumber pangan lokal. Hal tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan lokal di Indonesia.
“Penelitian pangan lokal terus dikembangkan hingga diversifikasi produk pangan tercapai. Hal ini untuk meningkatkan nilai gizi dan ekonomis pangan, serta sebagai upaya untuk mengurangi impor gandum,” ujar Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan Puji Lestari, Kamis (23/6).
Salah satu sumber pangan favorit masyarakat Indonesia adalah mi berbahan gandum impor. Untuk mengurangi ketergantungan pada bahan impor tersebut, peneliti PRTPP BRIN terus mengeksplorasi sumber bahan baku mi non gandum dari bahan pangan lokal.
Kepala PRTPP BRIN Satriyo Krido Wahono mengatakan riset yang dilakukan tidak hanya berfokus pada pemanfaatan fungsional bahan baku pangan lokal saja. Namun juga pada pengembangan teknologi untuk mengolahnya. “Beberapa potensi bahan baku mi selain gandum telah dikembangkan oleh para peneliti, seperti mi dari jagung, sagu, dan mokaf,” jelas Satriyo.
Peneliti teknologi pangan fungsional nabati PRTPP BRIN R. Cecep Erwan menambahkan bahwa mi dari bahan baku gandum memiliki kandungan gluten yang membuat teksturnya elastis, sehingga dapat diterima oleh konsumen pasar. Menurutnya, tantangannya adalah membuat bahan baku mi dari bahan lokal, yang dapat diterima oleh konsumen di pasar.
BRIN telah melakukan riset pemanfaatan bahan baku lokal seperti umbi-umbian sebagai pengganti gandum. Cecep menyebutkan telah mengembangkan bahan baku mi dari umbi suweg yang diolah menjadi pati suweg dengan teknik modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT). Teknik ini merupakan sebuah metode modifikasi pati secara fisik dengan cara memberikan perlakuan panas pada suhu diatas suhu gelatinisasi (80-120oC) dengan kondisi kadar air terbatas atau dibawah 35%.
“Pati suweg ini diolah dengan teknik modifikasi HMT agar dapat mengubah sifat psikokimia, sifat fungsional, dan karakteristik pasta pati suweg sebagai bahan baku pembuatan mi,” ungkap Cecep.
Selain itu, peneliti PRTPP BRIN Alit Pangestu juga mengembangkan riset mi dari bahan baku sagu. Alit menjelaskan, terdapat 5,5 juta hektar lahan sagu di Indonesia. Hal ini menjadikan Indonesia sangat berpotensi dalam menghasilkan produk mi dari sagu. “Nilai plus dari sagu ialah memiliki karakter yang mirip dengan tepung terigu, bebas gluten, sehingga lebih sehat dan bergizi,” kata dia.
Alit menjelaskan penelitian sagu menjadi mi ini telah dihilirisasi oleh dunia industri dengan munculnya produk ‘Sago Mee’. Ini menjadi mi instan sagu pertama di Indonesia yang dijual di pasaran.
Peneliti PRTPP BRIN lainnya, Dini Ariani menyebutkan salah satu faktor yang mendorong urgensi riset bahan mi alternatif ini adalah masih tingginya angka stunting di Indonesia. Penyebabnya adalah kurangnya zat besi yang diderita oleh para remaja putri, sehingga pada saat mereka menikah muda dan mengandung akan berpotensi melahirkan bayi stunting.
Untuk itu, menurutnya, eksplorasi riset bahan baku mi juga sudah dilakukan menggunakan tepung mocaf (singkong yang dimodifikasi), terigu, tapioka, serta beras. “Riset pangan berbahan lokal harus memiliki gizi tinggi, disukai masyarakat, serta harganya terjangkau,” jelas Dini.
Salah satu bahan lokal yang dimaksud adalah memanfaatkan ubi kayu karena Gunungkidul memiliki komoditas ubi kayu yang banyak. Meskipun demikian, kandungan tepung tersebut memiliki tingkat protein yang masih rendah, sehingga dibutuhkan tambahan bahan lain seperti tepung tempe dan daun kelor tinggi mineral yang dibutuhkan oleh penderita stunting.
Selain bahan baku mi, pengembangan riset pangan ini juga terkait dengan inovasi mesin pembuat mi non gandum. Periset Pusat Riset Teknologi Tepat Guna (PRTTG) BRIN Satya Andika Putra menyampaikan selama ini terdapat permasalahan dalam memproduksi mi non gandum. “Salah satu kendalanya adalah pada proses pengeringan, karena tepung non gandum memiliki karakteristik yang berbeda,” ujar Satya.
Dia telah mengembangkan teknologi mesin pembuat mi non gandum. Inovasi alat terutama pada tahap proses pengeringan yang dapat memancarkan infra merah, pada tahap penepungan yang dapat digunakan untuk penepungan umbi-umbian dan serealia, serta inovasi utama yang telah dikembangkan adalah pada proses pencetakan. Hal ini diharapkan dapat mempermudah proses produksi mi berbahan lokal. (H-1)
Terkini Lainnya
Dialog Kebangsaan Diklat Polri, Mentan Amran: Semua Turun Tangan Urus Pangan
Konversi Lahan Tambang untuk Pertanian demi Ketahanan Pangan
Hadapi Ancaman Kekeringan, Cianjur tak Khawatir Ketersediaan Pangan
UKP Beri Bantuan Santri di Serang untuk Wujudkan Ketahanan Pangan
Jokowi Minta Kepala Daerah Antisipasi Kelangkaan Pangan Akibat Peningkatan Suhu
Kolaborasi Dukung Budidaya Perikanan Terpadu Topang Ketahanan Pangan
Pemkot Bandung Targetkan Angka Tengkes 14% Tahun ini
Kolaborasi Turunkan Angka Stunting lewat 100 Hari Pendampingan Gizi
Pemerintah Perlu Ambil Peran untuk Ciptakan Keluarga yang Positif
Pj Gubernur Jateng: Keluarga Berkualitas Berperan Penting Dalam Pembangunan Bangsa
Menko PMK Sebut Keluarga Kokoh Disiapkan Sejak Sebelum Pernikahan
Atasi Tengkes di Jakarta, Dharma Jaya Gencar Salurkan Makanan Sehat Ke Warga
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap