visitaaponce.com

Belum Ada Harmonisasi, Guru Bingung Terapkan Perangkat Ajar Kurikulum Merdeka

Belum Ada Harmonisasi, Guru Bingung Terapkan Perangkat Ajar Kurikulum Merdeka
Ilustrasi(MI/Adi Kristiadi)

PADA awal tahun ajaran baru 2022/2023 sejumlah sekolah akan melakukan implementasi Kurikulum Merdeka jalur Mandiri tahap II. Setelah menerapkan pada sekolah penggerak dan kemudian jalur Mandiri tahap I, kini kurikulum baru yang ditargetkan bisa mengakselerasi pemulihan pembelajaran akan mencakup lebih banyak instansi pendidikan lagi.

Berdasarkan data Kemendikbud-Ristek, sebanyak 143.265 lembaga pendidikan menerapkan Kurikulum Merdeka. Mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA/SMK hingga SKB/SKBM di 34 provinsi dan 514 kabupaten ikut mengimplementasikannya.

Meski demikian, dari hasil evaluasi dan pengalaman para guru yang sudah terlebih dahulu menerapkan kurikulum ini menilai masih perlu dilakukan harmonisasi kebijakan pedoman perangkat ajar. Pasalnya, hal teknis tersebut, dalam praktiknya di lapangan membuat para guru termasuk guru penggerak merasa bingung mengikuti perangkat ajar yang berbeda-beda.

"Berdasarkan pada Permendikbud-Ristek 16/2022 tentang standar proses di pasal 4 bahwa minimal perencanaan pembelajaran itu ada 3 komponen. Ada tujuan, langkah-langkah dan asesmen. Sedangkan kalau merujuk pada buku panduan pembelajaran dan asesmen yang dibuat juga oleh Kemendikbud-Ristek itu ada setidaknya 17 komponen, versi yang lengkap," ujar Satriwan Salim yang merupakan guru Komite Pembelajaran di Sekolah Penggerak, kepada Media Indonesia, Kamis (14/7).

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) itu mengaku mendapat banyak keluhan dari rekan-rekan guru. Sebagai, guru Komite Pembelajaran di Sekolah Penggerak mereka mempunyai tugas untuk menyebarkan praktik baik kepada guru-guru lain. Di sisi lain, guru-guru atau sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka melalui jalur mandiri juga mengakses atau mendapat pedoman yang berbada itu, termasuk yang ada pada platform Merdeka Mengajar.

"Ternyata di platform Merdeka Mengajar ada 5 komponen modul ajar atau perangkat ajar itu. Padahal perangkat ajar ini hal sangat penting, aspek yang keseharian dipegang, dipakai oleh guru, dijadikan sebagai panduan pembelajaran," terangnya.

"Nah, saya mengingatkan perangkat ajar ini sangat urgen untuk dipahami oleh guru-guru. Karena guru-guru dalam memberikan proses pelajaran di Kurikulum Merdeka ini harus berdasarkan perangkat ajar yang mereka buat. Sekarang konsepsi perangkat ajar itu masih membingungkan guru, bahkan kami sebagai nara sumber. Ini mohon diharmonisasikan," sambungnya.

Satriwan meminta agar pedoman itu diharmonisasikan sampai kepada level sekolah-sekolah. Semuanya mesti satu frekuensi, mulai dari paradigma sampai ke hal-hal teknis terkait dengan perangkat ajar. "Kasian guru-guru bingung, saya mendapat laporan cukup banyak. Saya sendiri menjadi nara sumber (yang membagikan praktik baik) juga bingung," imbuhnya. 

Selain itu, Satriwan mengatakan bahwa dalam penerapan Kurikulum Merdeka ini terkesan ada diskriminasi atau perbedaan. Bagi sekolah penggerak, mereka mendapat pelatihan, pendampingan hingga afirmasi dana. Sementara untuk sekolah yang menerapkannya lewat jalur mandiri, tidak mendapat pelatihan, pendampingan, apalagi bantuan dana.

Sekolah-sekolah tersebut harus mencari akses secara mandiri. Mereka mendapat sharing praktik baik dari sesama rekan guru dan juga mengaksesnya lewat platform Merdeka Mengajar. Artinya, bagi sekolah-sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka lewat jalur mandiri kurang mendapat dukungan baik dari dinas terkait maupun Kemendikbu-Ristek sendiri.

"Yang ada justru kenyataannya kami-kami dari sekolah penggerak yang sudah memiliki pengalaman mengimbaskan Kurikulum Merdeka itu diminta ke sekolah-sekolah yang akan menggunakan jalur mandiri tadi. Padahal kami sendiri sebenarnya di sekolah penggerak itu belum yakin-yakin amat apakah praktik baik yang kami laksanakan sesuai dengan Permendikbud-Ristek atau sesuai tidak dengan panduan yang dibuat Kemendikbud. Ini yang menjadi tantangan sekarang," terangnya.

Lebih lanjut, Satriwan juga menyoroti buku teks pemebelajaran Kurikulum Merdeka yang belum disesuaikan dengan kebijakan capaian pembelajaran terbaru. BSKAP sudah mengeluarkan kebijakan capaian pembelajaran yang baru, tetapi bukunya belum di-update.

"Ini tidak sinkron juga, kompetensi yang disebut dengan capaian itu sudah berganti, bukunya masih versi capaian yang lama. Padahal guru dalam mengajar mesti mengacu pada capaian pembelajaran terbaru," kata dia.

Satriwan mengingatkan agar kekeliruan seperti itu tidak seharusnya terjadi. Sebab, dari pengalaman penerapan Kurikulum 2013 juga terjadi hal yang serupa. Sehingga, dia meminta Kemendikbud-Ristek betul-betul memperhatikan kendala-kendala di lapangan dan bisa merespons secara cepat, lantaran tahun ajaran baru akan segera dimulai. (H-2)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat