visitaaponce.com

Krisis Energi Fosil dan Krisis Iklim Datang Bersamaan, Apa Solusinya

Krisis Energi Fosil dan Krisis Iklim Datang Bersamaan, Apa Solusinya?
Ilustrasi emisi karbon(Istimewa)

DIREKTUR Institute for Essential Services Reform (IESR) Faby Tumiwa mengatakan bahwa krisis energi fosil yang terjadi saat ini terjadi bersamaan dengan krisis iklim. Pengurangan jumlah PLTU dan percepatan pemanfaatan energi terbarukan menjadi solusinya.

"Krisis energi fosil yang kita alami hari ini disebabkan oleh ketergantungan kita pada energi yang polutif dan juga harganya mahal karena dipengaruhi oleh dinamika politik global, akibat serangan Russia ke Ukraina yang menyebabkan gangguan pasokan gas yang memicu kelangkaan gas dan menyebabkan kenaikan harga, ini yang perlu menjadi perhatian kita," katanya dikutip dari Youtube IESR Indonesia pada Rabu (9/11).

Selain krisis energi yang dikhawatirkan akan mengarah pada resesi global, ada krisis lain yang dihadapi, yaitu krisis iklim.

"Tahun ini kita bisa menyaksikan bagaimna krisis iklim itu mulai terlihat nyata, di Indonesia kita mengalami musim kemarau tapi malah hujan, kita akan lebih sering melihat fenomena seperti ini, hal ini disebabkan oleh kenaikan temperatur global yang baru mencapai 1,1 derajat," ucap dia.

Apabila tidak ada upaya serius untuk mengatasi hal tersebut, diperkirakan bahwabkenaikan temperatur global akan mengalami kenaikan yang jauh lebih tinggi.

"Pada saat COP 26, banyak negara yang menyampaikan aksi target penurunan gas rumah kaca yang lebih tinggi termasuk Indonesia yang baru-baru saja meluncurkan Enchance NDC. Tapi kalau dilihat walaupun ada kenaikan komitmen atau janji untuk menurunkan emisi gas rumah kaca yang lebih tinggi, saat ini kita masih mengarah kepada target kenaikan temperatur 2,5 derajat," imbuh Faby.

Oleh karena itu setiap negara diminta untuk memangkas emisi gas rumah kaca, khususnya negara-negara G20. Negara-negara G20 yang bertanggung jawab terhadap 85% emisi gas rumah kaca di dunia harus mengambil peran yang lebih besar, memangkas emisi gas rumah kaca secara drastis.

"Dan menurut IBCC, secara global kita harus memangkas kira-kira 45% emisi gas rumah kaca di level 2010 pada tahun 2030 nanti. Kabar buruknya belum ada satu negara G20 yang memenuhi target itu, termasuk di Indonesia yang saat ini menjadi presidensi G20," ungkapnya.

Menurutnya, penting untuk Presiden Joko Widodo untuk mengingatkan negara-negara G20 untuk lebih ambisius melakukan transisi energi termasuk di Indonesia sendiri.

"Kuncinya ada dua menurut kami, pertama kita harus segera mengurangi dan punya rencana mengurangi PLTU batubara dan punya rencana melakukan face out PLTU dan ini harus dilakukan sebelum 2040. Yang kedua adalah mempercepat peningkatan energi terbarukan untuk menggantikan energi fosil dan juga mendorong adanya efisiensi energi," pungkas Faby. (H-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat