Masyarakat Harus Kawal Janji Capres-Cawapres di Bidang Lingkungan
TIGA pasangan capres-cawapres yang masuk dalam kontestasi Pilpres 2024 dinilai sudah lebih memperhatikan isu lingkungan dalam visi misinya. Hal itu diungkapkan oleh Communication Specialist 350.org Indonesia Firdaus Cahyadi.
“Dibandingkan dengan pemilu sebelumnya, sebenarnya sekarang lebih maju, karena masalah lingkungan banyak di-address. Mungkin, ini juga karena desakan masyarakat sipil yang selalu mengkampanyekan iklim dan realita bahwa krisis iklim sudah terjadi,” kata Firdaus di Jakarta, Kamis (2/11).
Namun, ada beberapa catatan yang menurut dia harus dikritisi oleh masyarakat luas. Ia mengimbau agar jangan sampai masyarakat hanya berpaku pada visi misi secara keseluruhan. Tapi, harus juga melihat detil visi dan misi itu akan dijalankan.
Baca juga : Elektabilitas Anies-Muhaimin Naik sejak Oktober 2023
Salah satu poin yang disoroti Firdaus ialah soal visi misi politik energi capres-cawapres 2024. Anies-Imin merancang skema insentif dan prioritas EBT bersumber dari panas bumi, tenaga air, energi laut, surya, bayu dan biomassa dalam rangka memenuhi komitmen Net Zero Emission 2060.
Sementara, pasangan Ganjar-Mahfud menyatakan hendak meningkatkan andil energi baru terbarukan dalam sistem kelistrikan nasional hingga mencapai 25% hingga 30% pada 2029.
Selanjutnya, Prabowo-Gibran menyatakan akan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil sekaligus menjadikan Indonesia sebagai raja energi hijau dunia dalam bidang EBT dan energi berbasis bahan baku nabati.
Baca juga : Mahfud MD Ungkap Alasan Tagline Perbaikan
“Kalau secara umum mereka misalnya ingin mengembangkan EBT, yang perlu kita kritisi ialah, apa yang dimaksud dengan EBT? Karena energi baru belum tentu terbarukan. Bisa saja EBT itu gasifikasi batu bara. Lalu kemudian, kalau kita baca beberapa visi dan misinya, kita belum melihat detail pengembangan EBT seperti apa di Indonesia setelah mereka jadi presiden,” bebernya.
Firdaus melanjutkan, masyarakat pun tidak boleh berhenti hanya pada visi dan misi. Menurutnya, masyarakat juga harus melihat rekam jejak paslon dan siapa pihak-pihak yang ada di sekelilingnya.
“Prabowo, misalnya, kan punya batu bara, ya. Nah, mungkin gak orang yang punya batu bara, jadi presiden, lalu dia menghentikan batu baranya? Di sekitarnya juga gitu. Kita harus melihat siapa orang di sekelilingnya,” beber dia.
Baca juga : Elektabilitas Capres Berdasarkan Survei Indo Barometer
Yang penting lagi adalah dari mana pendanaan kampanye mereka. Yang dikhawatirkan, lanjut Firdaus, pendanaan kampanye paslon disumbang oleh industri fosil, baik secara perusahaan dan individu. Hal itu tentu akan memengaruhi kebijakan mereka.
“Saya gak tahu, sepertinya KPU belum membuka itu, dan pilpres sebelumnya juga tidak juga. Jadi masyarakat seperti membeli kucing dalam karung, cuma melihat visi dan misi. Padahal visi dan misi gak cukup menurutku. Bagus, isu lingkungan masuk, tapi kita harus lihat secara detail dan lihat track record-nya seperti apa,” pungkasnya.
Pada kesempatan itu Green Finance Researcher AEER Muhammad Aulia mengaku sependapat dengan Firdaus. Menurut dia, beberapa paslon telah memiliki target yang spesifik dan terukur dalam bidang lingkungan. Namun, menurut dia, masyarakat harus mengawal janji-janji kampanye itu sampai ke meja legislasi.
Baca juga : Masyarakat Sipil Dukung Hak Angket
“Yang perlu kita kawal menurut saya adalah dari sisi legislasi. Misalnya saja pembahasan RUU EBT di DPR yang beberapa kali mundur, dan kelihatannya akan diwariskan ke periode selanjutnya,” kata dia.
Menurut dia, saat ini institusi di Indonesia belum cukup kuat untuk memisahkan policy maker dan market platter. Sehingga masih ada celah-celah bagi pemegang kekuasaan untuk turut mengeruk keuntungan pribadi di masa jabatannya. Jangan sampai pula regulasi-regulasi yang dicanangkan malah akan menghambat target Indonesia yang telah tertuang dalam Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC)
“Semoga ke depannya kita bisa mendapatkan policy maker yang bisa membatasi hal tersebut sehingga tidak ada conflict of interest antara policy maker dan market players. Karena kalau sudah begitu, regulasi yang diambil akan digunakan untuk memanfaatkan atau mengeksploitasi pasar yang tidak sempurna ini,” tegas Aulia. (Ata/Z-7)
Terkini Lainnya
Pilihan Oposisi Ganjar belum Sikap Resmi PDIP
Kubu Ganjar-Mahfud Pastikan Amicus Curiae tidak Bisa Intervensi Putusan MK
Logis 08 Yakin MK Tolak Gugatan Paslon 01 dan 03
Kubu 03 Ganjar-Mahfud MD Serahkan Kesimpulan PHPU pada 16 April
Megawati Dinilai Kecewa dengan Jokowi
Ini Harapan 3 Tim Hukum Capres dengan Kehadiran Menteri-Menteri Jokowi di Sidang MK
Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029 Tidak di IKN, Akan Digelar di Senayan
Gerindra: Prabowo-Gibran Intens Bahas Susunan Kabinet
Rapat di Komisi I, Wamenhan Keceplosan Sebut Periode Selanjutnya sebagai Pemerintahan Jokowi-Gibran
Agenda Prabowo-Gibran bukan Prioritas Pemerintahan Jokowi
Singgung Sikap Politik PDIP, Projo: Jangan Jadi Oposisi Setengah Hati
Pengamat: PDIP Harus Jadi Oposisi yang Objektif jika tidak Ingin Dikerjai
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap