visitaaponce.com

Ahli Ungkap Upaya Mitigasi Kunci Atasi Krisis Iklim

Ahli Ungkap Upaya Mitigasi Kunci Atasi Krisis Iklim
Ilustrasi krisis iklim(MI/Seno)

ILMUWAN global menyajikan 10 studi penting untuk mengatasi krisis iklim yang terjadi saat ini. Hal tersebut dilakukan dalam acara Conference of the Parties (COP)-27 yang diselenggarakan di Sharm El-Sheikh, Mesir.

Studi yang diluncurkan oleh Jaringan Internasional Future Earth, The Earth League dan World Climate Research Program (WCRP) itu, intinya mengungkapkan umat manusia memiliki batasan untuk melakukan adaptasi dari adanya krisis iklim. Untuk itu, dibutuhkan upaya mitigasi yang lebih komprehensif dalam mengatasi masalah krisis iklim.

Sekretaris Eksekutif Perubahan Iklim PBB Simon Stiell mengungkapkan sains memberikan bukti dan data tentang dampak perubahan iklim, pun memberi alat dan pengetahuan yang diperlukan untuk mengatasinya.

"Namun semua ini tidak dapat terjadi tanpa data, tanpa bukti untuk menginformasikan keputusan atau ilmu yang mendukung program dan kebijakan," kata Simon dikutip dari laman resmi COP-27, Senin (14/11).

Adapun, 10 studi yang dihasilkan ilmuwan itu di antaranya membahas mengenai upaya adaptasi, kelompok rentan, ancaman baru kesehatan dari adanya krisisi iklim, mobilitas iklim, hingga penggunaan lahan yang berkelanjutan.

Dalam laporan sintesa ilmiah, para ilmuwan dari seluruh dunia menekankan dan membongkar interaksi kompleks antara perubahan iklim dan pemicu risiko lainnya, seperti konflik, pandemi, krisis pangan, dan tantangan pembangunan yang mendasarinya. Para ilmuwan menemukan potensi untuk beradaptasi dengan perubahan iklim tidak terbatas.

Baca juga: Wapres Pastikan Indonesia Terus Lakukan Langkah Konkret Atasi Krisis Iklim

Naiknya permukaan air laut yang mampu menenggelamkan masyarakat pesisir dan panas ekstrem yang tidak dapat ditoleransi oleh tubuh manusia adalah contoh batas 'sulit' kemampuan kita untuk beradaptasi.

Mereka juga menyoroti lebih dari 3 miliar orang akan mendiami hotspot kerentanan atau area dengan kerentanan tertinggi untuk terkena dampak buruk bahaya yang didorong oleh iklim pada tahun 2050, dua kali lipat dari sekarang.

“Adaptasi saja tidak dapat mengimbangi dampak perubahan iklim yang sudah lebih buruk dari yang diperkirakan,” ucap Stiell.

“Tindakan adaptasi masih penting dan sangat penting untuk meningkatkan upaya skala kecil, terfragmentasi, dan reaktif. Namun potensi untuk beradaptasi dengan perubahan iklim tidak terbatas. Mereka tidak akan mencegah semua kerugian dan kerusakan yang telah kita lihat,” imbuhnya.

Para ilmuwan juga menguraikan ketergantungan terus-menerus pada bahan bakar fosil memperburuk kerentanan utama, terutama untuk ketahanan energi dan pangan dan mitigasi yang mendalam dan cepat untuk mengatasi penyebab perubahan iklim segera diperlukan untuk mencegah dan meminimalkan kerugian dan kerusakan di masa depan.

“Semakin sedikit kita mengurangi, semakin kita harus beradaptasi. Jadi, berinvestasi dalam mitigasi adalah cara mengurangi kebutuhan pada adaptasi dan ketahanan. Itu berarti menyusun rencana aksi iklim nasional yang lebih kuat dan melakukannya sekarang,” ungkapnya.

Ketua Liga Bumi, Komisi Bumi dan Direktur Institut Potsdam untuk Riset Dampak Iklim Johan Rocktrom mengungkapkan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, ilmuwan memiliki lebih banyak bukti tentang biaya, risiko yang sangat besar, tetapi juga manfaat global dari berkurangnya kerugian dan kerusakan, melalui pendaratan dunia yang teratur dan aman dalam kisaran iklim Paris.

"Untuk berhasil membutuhkan kolaborasi dan kecepatan global pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya," tukas dia.(OL-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat