visitaaponce.com

Polusi Udara Jakarta dan Komitmen Perubahan Iklim Global

Polusi Udara Jakarta dan Komitmen Perubahan Iklim Global
(Dok. Kemenlu)

DI tengah upaya dunia mengatasi perubahan iklim, The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) terus menekankan pentingnya percepatan setiap negara melakukan langkah low-carbon solutions, terutama terkait dengan transportasi dan sumber energi listrik. Menahan laju peningkatan suhu global di bawah 1,5 derajat celsius hingga 2025, sesuai Perjanjian Paris, The 21st Session of the Conference of the Parties (COP-21) 2015 perlu upaya ekstra dan komitmen seluruh negara.  

Pada pertemuan COP-27 di Mesir pada 2022, Indonesia merevisi target nationally determined contribution (NDC). Hingga 2030, Indonesia akan meningkatkan target penurunan emisi dari 29% menjadi 31,89% dengan upaya sendiri, dan dari 41% menjadi 43,20% dengan dukungan internasional. 

Saat kita berjanji meningkatkan kontribusi kepada perubahan iklim, beberapa minggu terakhir kualitas udara Jakarta menempati urutan 10 besar air quality index (AQI) paling buruk. Bahkan, awal Agustus 2023 pernah menduduki urutan pertama, 60 kali lipat jauh di atas standar Air Quality Guideline (AQG) WHO 2021 particulate matter (PM) 2,5 µm (mikrometer). Materi partikulat merupakan kumpulan berbagai partikel mikro dari bermacam sumber, seperti asap kendaraan, industri, pembangkit listrik, pembakaran sampah, dan debu. 

Menurut WHO, partikel polusi ukuran 2,5 mikrometer bisa masuk saluran pernapasan, sistem peredaran darah, dan bahkan otak. Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Polusi Udara (PPRPU) mencatat jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di DKI hingga Juli 2023 melonjak menjadi 200 ribu orang jika dibandingkan dengan sebelum pandemi covid-19 yang mencapai 50 ribu orang.   

Penelitian gabungan kualitas udara, risiko, dan demografi kesehatan oleh Iqair dan Greenpeace Asia Tenggara memperkirakan polusi udara di Jakarta mengakibatkan 8.700 kematian dalam setahun terakhir. Selain itu, polusi udara mengakibatkan kerugian ekonomi hingga Rp35,1 triliun. 

Menurut Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI, sumber polusi terbesar di Jakarta ialah transportasi 67,04%, diikuti industri 26,8%, pembangkit listrik 5,7%, kegiatan rumah tangga 0,42%, dan kegiatan komersial 0,02 %. Polusi semakin parah karena tidak terurai akibat absennya hujan. 

Data BPS hingga akhir 2022 ada 26,3 juta kendaraan di wilayah Jakarta yang terdiri dari 17,3 juta sepeda motor, kemudian 3,7 juta mobil penumpang, 748 ribu truk, dan 37 ribu bus. Jika ditambah ribuan kendaraan berat, optimus prime yang terkenal pekat asapnya melintas, semakin lengkap polusi Jakarta. Meski sudah ada berbagai peraturan tentang uji emisi gas buang kendaraan bermotor, DLH-DKI menyebutkan bahwa hingga 25 Agustus 2022 baru 5% kendaraan yang melakukan uji emisi. 

 

Langkah perbaikan

Jakarta harus melangkah lebih progresif untuk mengatasinya antara lain kampanye penyadaran publik tentang polusi dan bahayanya. Perlu diperbanyak informasi kondisi udara real time melalui berbagai media, termasuk papan elektronik di tempat umum yang tidak hanya menunjukkan angka dan status, tetapi juga perbandingan berapa kali lipat dari standar sehat yang direkomendasikan. 

Kedua, uji emisi tidak bisa ditawar lagi. Kendaraan yang tidak lulus didenda dan diwajibkan untuk diperbaiki. Didukung peningkatan peran bengkel sebagai klinik kendaraan. Data Ikatan Motor Indonesia (IMI) menyebutkan bahwa hingga Februari 2023 ada sekitar 400 ribu bengkel di seluruh Indonesia, 95% di antaranya merupakan UMKM. 

Untuk kendaraan yang tidak lolos uji emisi, bengkel terakhir dalam periode yang ditentukan bisa diminta ikut bertanggung jawab. Sanksi pelanggaran gas emisi buang perlu diterapkan secara progresif. Pelanggaran kedua diberi sanksi dua kali lipat dan seterusnya. Bengkel UMKM perlu diberi pelatihan teknis dan sertifikasi, dimonitor, dan dikolaborasikan dengan bengkel resmi dalam uji emisi.

 Seperti dijelaskan Roscoe Pound dalam pemikiran sosiologi hukum, law is a tool of social engineering. Tanpa rekayasa sosial menuju lingkungan Jakarta yang lebih sehat melalui penerapan hukum secara konsisten, kita akan terus menghadapi masalah serupa. 

Ketiga, memperluas jaringan dan menambah frekuensi transportasi umum massal ramah lingkungan. Mengurangi transportasi umum berpenumpang satu orang, membatasi izin kendaraan pribadi baru dan lama untuk menahan laju pelipatgandaan jumlah dan asapnya.  

Keempat, bergeser dari batu bara menuju energi baru terbarukan (EBT) dan terus mendorong serta memfasilitasi peralihan menuju kendaraan listrik. Hingga Agustus 2023, Global Energy Monitor mencatat ada 16 PLTU batu bara di sekeliling Jakarta. Batu bara di berbagai negara sudah mulai digantikan karena teknologi apa pun yang digunakan tetap mengeluarkan polusi dan cadangannya terus menyusut. 

Kelima, penghijauan. Pasal 29 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan proporsi ruang terbuka hijau (RTH) pada wilayah kota paling sedikit 30%, yaitu 20% RTH publik dan sisanya RTH privat. Luas Jakarta sekitar 661,5 km2 seharusnya ada sekitar 198 km2 RTH. 

 Namun, menurut Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan DKI hingga saat ini jumlah total RTH Jakarta masih sekitar 9%. Jakarta harus memperluas RTH. Swasta dan masyarakat juga punya kewajiban ikut mengisi 10% setiap jengkal lahannya menjadi paru-paru kota. 

Keterbatasan lahan bisa disiasati dengan taman di atas gedung, vertikal, dan hidroponik. Cara itu telah ditunjukkan Singapura menjadi negara kota di tengah hutan, Surabaya, dan beberapa perkampungan di Yogyakarta dan Malang.  

  

Pelajaran dari ibu kota negara lain 

Beberapa kota besar negara lain seperti Seoul dengan penduduk 10,14 juta, Beijing 21,76 juta, dan Tokyo 37,19 juta berhasil mengatasi masalah polusi berangkat dari kesadaran setelah 'dipermalukan' polusi luar biasa. 

Polusi di Seoul pernah tercatat sebagai the highest of any state in the Organization of Economic Cooperation and Development (OECD). Setelah melakukan berbagai perubahan besar, mereka berhasil menurunkan tingkat polusi dan menjadi kota berwawasan lingkungan seperti dilihat pecinta drama Korea saat ini. 

Beijing pernah dicap sebagai kota paling kotor di dunia selama bertahun-tahun. Mereka bangkit, menyatakan war against air pollution. Laporan UN Environment Program (UNEP) 2019 A Review of 20 Years' Air Pollution Control in Beijing menyebutkan puncak keberhasilan Beijing 2013-2017, menurunkan rata-rata konsentrasi PM2,5 tahunan dari 89,5 menjadi 58µg/m3, melampaui target yang ditetapkan 60 µg/m3. Beijing dan sekitarnya berhasil mengurangi polusi partikel halus sebesar 25% jika dibandingkan dengan 2013.   

Tokyo, saking kotornya, pernah mendapat sebutan the sea of death. Dengan berbagai kebijakan dan langkah nyata berbalik menjadi kota bersih, koneksitas transportasi umum ramah lingkungan yang baik, dan salah satu tujuan wisata.  

Euro standard berangkat dari kesadaran negara-negara EU pada awal 1990-an karena 20% polusi CO2 berasal dari kendaraan bermotor. Pada 1992, Euro-1 mewajibkan seluruh kendaraan baru dipasang alat agar gas buangnya lebih bersih. Mesin bensin yang mengeluarkan CO2 dipasang catalytic converter, dan mesin diesel yang mengeluarkan particulate matter (PM) menggunakan diesel particulate filters (DPFs). 

 Seiring dengan perkembangan teknologi, euro standard terus diperbaiki. Pada 2015 dikeluarkan Euro-6 yang menjadi rujukan internasional hingga saat ini. Euro-6 mengatur jumlah keluaran beberapa jenis gas beracun, seperti nitrogen oxide (NOx), carbon monoxide (CO), hydrocarbons (THC dan NMHC) dan particulate matter (PM). 

Mengatasi polusi harus dengan kemauan politik kuat, berkelanjutan, konsisten dengan target dan kolaborasi dengan semua pihak maupun wilayah terkait. Semua pihak harus memiliki pemahaman yang sama bahwa kualitas udara memengaruhi banyak aspek; kesehatan, harapan hidup, produktivitas, kerugian ekonomi, daya saing, dan lain-lain. 

Setiap orang bisa memilih makanan dan minuman yang disukai, tetapi tidak bebas memilih udara untuk bernapas. Komitmen Indonesia dalam perubahan iklim global mestinya tidak terlalu berat dicapai jika seluruh kota konsisten mengelola lingkungan sesuai ketentuan yang ada.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat