visitaaponce.com

Pemuda dan Perubahan Iklim dari Corong COP 27 Mesir

Pemuda dan Perubahan Iklim dari Corong COP 27 Mesir
(Dok. Pribadi)

PERJALANAN dari Jakarta, transit di Doha dan Kairo, hingga sampai ke tujuan Sharm el-Sheikh pikiranku terbang memikirkan fenomena alam, seperti banjir, pemanasan global, hingga pertanyaan, bagaimana keadaan planet Bumi yang kita huni ini dalam 100 hingga 200 tahun ke depan.

Kota Sharm el-Sheikh, Mesir, menjadi tuan rumah penyelenggaraan UN Conference on Climate Change, Committee on Parties ke-27 (COP 27) pada 6-18 November 2022. Pertemuan itu dihadiri banyak pemimpin negara, puluhan ribu aktivis, pengusaha, pengamat, dan media. Itu merupakan forum perubahan iklim terbesar di dunia.

Beberapa pemimpin negara yang hadir, di antaranya Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi, Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Presiden UEA Mohammed bin Zayed, dan Wakil Presiden Republik Indonesia Ma’ruf Amin. Juga turut hadir Sekretaris Jenderal United Nation (UN) Antonio Guterres, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, dan Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat.

Saya mendapatkan kesempatan berbicara di salah satu diskusi panel mengenai iklim dan lingkungan hidup. Pembahasannya fokus pada pelaksanaan Y-20 yang sukses diselenggarakan di Indonesia dan hasil Communique Y-20 Indonesia 2022, terutama pada bagian isu sustainable and livable planet. Y-20 merupakan salah satu engagement group G-20.

Sebagai tuan rumah, kami dari Y-20 telah membuat White Paper sebagai landasan dalam beriskusi.

Di dalam White Paper tersebut, disampaikan bahwa keberlanjutan dan kelayakan huni planet Bumi ialah isu kelangsungan hidup kita. Saat ini kita berada di tengah rangkaian krisis sistem planet yang sedang tertekan hingga mendekati titik puncaknya. Masalah perlindungan planet Bumi ialah isu yang genting bagi kaum muda. Kaum muda ialah kelompok yang akan menjadi pewaris planet Bumi pada masa mendatang.

Oleh karena itu, pemuda memiliki andil terbesar dalam krisis planet.

Aktivitas manusia merupakan penyebab utama krisis Bumi. Kita mengeksploitasi sumber daya bumi secara berlebihan dan membuang sampah tanpa kendali di planet ini. Cara hidup demikian tidak hanya akan menyebabkan kelangkaan sumber daya dan polusi, tetapi juga meningkatkan ketidaksetaraan karena banyak masyarakat rentan yang harus menanggung dampak krisis yang merusak tersebut.

Kita tidak bisa menjalani cara hidup seperti ini lagi. Kita harus secara radikal mengubah paradigma ekonomi menjadi ekonomi yang terpusat pada alam dan menganut model ekonomi sirkular. Kita harus melindungi sumber daya alam yang masih dimiliki dan beralih ke ekonomi yang menghilangkan limbah dan polusi, membuat bahan yang dapat digunakan selama mungkin, serta memperbarui sistem alam. Transformasi ekonomi semacam ini harus inklusif dan adil.

MI/Duta

 

Planet yang berkelanjutan dan layak huni

Bumi telah menopang kehidupan kita. Sebagai manusia, kita beruntung. Selama ribuan tahun, kita hidup di planet yang relatif stabil dan tangguh yang memungkinkan berkembangnya peradaban manusia. Ketergantungan kita pada Bumi tidak bisa diremehkan. Kita bergantung pada alam untuk sebagian besar aspek kehidupan sehari-hari, seperti produksi pangan, pasokan air, dan berbagai bahan yang kita konsumsi.

Persediaan layanan yang kita dapatkan dari alam atau layanan ekosistem, telah ditopang oleh sistem Bumi yang kompleks dan bekerja dalam keseimbangan yang rumit. Sistem ini menjaga kestabilan planet kita yang memungkinkan peradaban terbentuk dan berkembang.

Namun, para ilmuwan memperingatkan bahwa sistem planet kita sedang tertekan dan bergerak menuju titik puncaknya.

Kita mengetahui bahwa krisis planet seperti cuaca ekstrem dari gelombang panas, banjir, hingga kekeringan menjadi semakin serius dengan frekuensi tinggi sehingga berdampak langsung pada kehidupan di setiap sudut planet ini. Berbagai peristiwa itu tidak lagi menjadi peristiwa yang berdiri sendiri yang menunjukkan tahun yang malang, tetapi bagian dari tren berulang yang mengindikasikan planet Bumi yang semakin tidak seimbang.

Sebagian besar masalah di Bumi saat ini didorong oleh aktivitas manusia. Semakin banyak bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa aktivitas manusia telah menyebabkan krisis planet yang kita huni. Tahun ini, IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) mengeluarkan laporan yang menegaskan bahwa kegiatan manusia telah mendorong terjadinya perubahan iklim, memengaruhi lautan, atmosfer, es, dan biosfer Bumi dengan cepat. Lebih dari 200 ilmuwan menulis dan menemukan bahwa sistem bumi berubah pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam 2.000 tahun terakhir. Kita terus-menerus mengonsumsi sumber daya untuk mendorong perkembangan ekonomi kita. Sayangnya, kegiatan tersebut menyakiti planet ini.

Bagaimana kita bisa mencapai planet yang berkelanjutan dan layak huni? Kita membutuhkan planet yang dapat menopang kehidupan dan menyediakan kebutuhan dasar untuk kesejahteraan semua orang. Para ilmuwan telah mengusulkan berbagai batasan ilmiah untuk menjaga agar planet Bumi tetap stabil dan layak huni, seperti menetapkan ambang suhu 2 derajat Celsius sesuai Perjanjian Paris atau menetapkan ruang operasi yang aman bagi umat manusia (kerangka batasan planet), serta mengupayakan perlindungan bersama pada sumber daya seperti Global Commons.

Kita semua membutuhkan iklim yang stabil, keanekaragaman hayati yang melimpah, lautan yang sehat, lahan yang produktif, dan air yang terus ada agar dapat berkembang dan sejahtera. Ini merupakan Global Commons yang perlu dilindungi untuk menjamin kelangsungan hidup kita.

 

Communique Y-20

Communique yang dihasilkan pada Y-20 Summit 2022 dengan fokus sustainable and livable planet mengusung enam tema utama sebagai rekomendasi. Pertama, mengenai perlindungan kekayaan alam bersama dengan memokuskan tiga langkah penting. Langkah pertama, mengklasifikasikan 50% dari daratan dan perairan berdaulat global sebagai kawasan lindung dan memulihkan habitat. Wilayah ini harus memperkuat keamanan kepemilikan lahan masyarakat adat dan komunitas lokal, memprioritaskan lahan dan perairan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, serta memusatkan pendekatan berbasis hak.

Langkah selanjutnya, berkomitmen melaksanakan zero net artificialization, menghentikan deforestasi kawasan hutan primer pada 2023 dan seluruh bentuk deforestasi pada 2030, serta menetapkan definisi, metrik, dan pelaporan yang selaras untuk kegiatan pelestarian keanekaragaman hayati. Adapun langkah terakhir, melindungi spesies terancam, termasuk melalui pemberantasan invasive species.

Kedua, transformasi sistem makanan dengan tiga langkah sentral. Pertama, mengadopsi kerangka kebijakan baru yang berpusat pada keberlanjutan sebagai dimensi kunci ketahanan pangan. Kemudian meningkatkan akses berkeadilan ke pasar bagi produsen pangan muda dan lokal, serta meningkatkan lingkungan makanan dengan berinvestasi dalam inisiatif kolaboratif dan kooperatif, serta mengadakan pembangunan infrastruktur fisik dan digital.

Langkah ketiga dengan mempromosikan diet sehat yang terjangkau dan dapat diakses untuk sistem pangan berkelanjutan dengan meninjau pedoman diet nasional, serta memanfaatkan pengadaan publik dan swasta sambil mengurangi dampak lingkungan dari produksi ternak dan mengatasi konsumsi produk hewani yang berlebihan dalam kelompok berpenghasilan tinggi.

Ketiga, mengaktifkan sistem produksi dan konsumsi berkelanjutan melalui tiga langkah. Langkah pertama mengembangkan Prinsip Panduan G-20 dan indikator yang kredibel demi perumusan kebijakan bioekonomi. Kemudian menyelaraskan upaya pemantauan dan kerangka kerja yang bertanggung jawab untuk mendorong rantai pasokan berkelanjutan, tangguh, dan transparan. Langkah ketiga memperluas investasi dalam penelitian dan pengembangan eko-efisiensi serta menetapkan standar industri untuk penggunaan material sirkular.

Keempat, mempercepat transisi energi dengan tiga langkah mendasar. Pertama, mewajibkan target dekarbonisasi jangka pendek dan jangka panjang yang mengikat secara hukum, menerapkan pemeriksaan kompatibilitas iklim skenario 1,5 derajat Celsius yang berbasis sains dan tidak melampaui batas 1,5 Celsius untuk semua undang-undang, kebijakan, dan proyek nasional yang baru. Langkah kedua, menyampaikan rencana nasional untuk penghapusan bahan bakar fosil secara adil dan peningkatan energi terbarukan dan infrastruktur dengan mengakui tanggung jawab bersama, tetapi berbeda dan sesuai kemampuan. Langkah ketiga, berkomitmen untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan pada 2030 melalui peningkatan kemitraan multilateral transisi energi yang adil dan kebijakan nasional, serta menyediakan transfer teknologi bersih, peningkatan kapasitas, dan pembiayaan yang tepat sasaran.

Kelima, memperkuat ketahanan lingkungan binaan dengan mengambil tiga langkah penting. Langkah pertama, meningkatkan pengawasan dan respons kesehatan masyarakat global dengan memperkuat jaringan laboratorium dan kerangka kebijakan, memastikan pembagian informasi yang tepat waktu, open-source (sumber terbuka), serta transparan lintas negara dan sektor. Kedua, mempromosikan sustainability by design untuk menyatukan alam dan perencanaan tata ruang yang berpusat pada manusia, serta mengurangi ketidaksetaraan. Ketiga, meningkatkan ruang hijau dan koridor ekologi untuk mendukung rehabilitasi dan pelestarian keanekaragaman hayati asli.

Keenam, melakukan mobilisasi keuangan berkelanjutan dengan menempuh tiga langkah. Pertama, mengamanatkan publikasi dan implementasi target lima tahun yang selaras dengan 1,5 derajat Celsius dan rencana transisi untuk semua perusahaan publik, lembaga keuangan, dan pemerintahan pada 2024. Kedua, mengamanatkan penyampaian laporan keuangan terkait iklim dan alam yang dapat dibandingkan, dapat dioperasikan, transparan, selaras dengan skenario berbasis sains dan yang tidak melampaui batas 1,5 derajat Celsius, serta meliputi cakupan emisi penuh, diterbitkan setiap tahun pada 2025. Ketiga, menetapkan green and brown taxonomy yang dapat dioperasikan berdasarkan netralitas teknologi dan kinerja lingkungan.

Usulan rekomendasi kebijakan yang dihasilkan Forum Y-20 Indonesia 2022 tersebut diharapkan dapat diimplementasikan para pemangku kebijakan di seluruh negara dan bukan hanya negara G-20. Para pemuda akan terus berinovasi dan beraksi dengan memperhatikan aspek-aspek lingkungan sehingga planet ini akan terus menyokong kehidupan yang layak.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat