Upaya Mencegah Kenaikan Suhu Global Masih Lamban
CONFERENCE of The Parties (COP)-27 yang diselenggarakan di Sharm El-Sheikh, Mesir pada 6 sampai 18 November 2022 telah menghasilkan sejumlah kesepakatan dari negara para pihak untuk melakukan upaya penanganan krisis iklim. Namun demikian, Penasihat Senior Menteri Bidang Perubahan Iklim dan Konvensi Internasional Nur Masripatin melihat upaya untuk menahan penambahan suhu 1,5 derajat celcius dari negara-negara masih berjalan lamban.
"Kita memang berprogres meskipun lambat. Untuk menahan di angka 1,5 derajat bukannya mati, tapi memang agak-agak lambat menuju ke sana," kata Nur dalam acara webinar nasional yang seielnggarakan Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network), Kamis (1/12).
Dalam COP-27, terdapat sejumlah keberhasilan yang dihighlight. Di antaranya yaitu menyepakati adanya pendanaan loss and damage untuk mendukung negara-negara yang rentan terhadap perubahan iklim, implementasi untuk aksi iklim di bidang pertanian dan ketahanan pangan serta desakan agar MDBs dan IFIs melakukan reformasi prioritas untuk menjamin akses pendanaan iklim yang sederhana.
Ia berharap kesepakatan itu dapat diimplementasikan dengan baik oleh negara-negara parapihak agar krisis iklim yang melanda dunia dapat diatasi dengan baik.
Adapun, ia menilai upaya Indonesia untuk menuju net zero emission di 2060 sudah berada dalam jalur yang tepat.
"Kalau kita liat dari waktu ke waktu Indonesia untuk mencapai net zero emission kita lihat dari kontribusi yang sangat ambisius dari Folu Net Sink 140 Mton CO2e di 2030 sampai nanti posisinya harus 326 Mton CO2e di 2060 untuk menyokong sektor lain," tuturnya.
Untuk mencapai target-target ambisius itu, Nur menilai perlu komitmen antarsektor yang terlibat. Selain itu perlu juga sinergi antarpihak, mulai dari kementerian, lembaga dan akademisi.
"Menuntut peningkatan kapasitas dan ketangguhan negosiasi, penguatan network serta penyiapan-pengelolaan posisi dan pengelolaan delegasi dalam proses negosiasi," pungkas dia.
Baca juga: Suhu Global 5 Tahun ke depan, Cenderung 1º C di Atas Praindustri
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Dhewanthi mengungkapkan kesepakatan untuk menyediakan dana kerugian dan kerusakan bagi negara-negara rentan yang terkena bencana iklim merupakan langkah maju dari kesepakatan yang dihasilkan di agenda COP.
“Seperti halnya Indonesia, meskipun sudah berkomitmen dan melaksanakan upaya adaptasi secara maksimal, namun kerugian dan kerusakan masih bisa terjadi, maka pendanaan LnD diharapkan akan mampu menurunkan potensi kerugian dan kerusakan di dalam negeri akibat dampak negatif perubahan iklim,” ucap Laksmi.
Melalui pendanaan ini, diharapkan operasionalisasi dari Santiago Network for Loss and Damage (SNLD) juga dapat segera berfungsi dengan baik. SNLD merupakan platform yang diharapkan dapat berfungsi sebagai katalisator bantuan teknis bagi negara-negara berkembang dalam mencegah, meminimalkan dan mengatasi dampak negatif perubahan iklim.
Tentu saja memerlukan waktu lagi untuk implementasinya, mengingat masih ada pembahasan lebih lanjut dalam hal pengaturan kelembagaan SNLD (institutional arrangement SNLD), pengaturan pendanaan (funding arrangement) dan sumber-sumber pendanaannya.
Terlepas dari berbagai kesepakatan di atas, berdasarkan synthesis report of NDC diperkirakan penurunan emisi GRK pada 2030 belum memenuhi target mempertahankan kenaikan suhu global hingga 2 atau 1,5°C. Oleh karena itu, Para Pihak didesak untuk menyampaikan updated NDC sesegera mungkin.
“Kesuksesan implementasi NDC dalam mengurangi emisi GRK membutuhkan komitmen, peran, serta kontribusi dari berbagai pihak, baik pada level nasional maupun sub-nasional,” tutur Laksmi.
“Peningkatan target NDC menunjukkan komitmen Indonesia untuk secara bertahap menyesuaikan target NDC dengan skenario 1.5C yang tercantum di dalam kebijakan LTS-LCCR 2050 melalui peningkatan target pengurangan emisi GRK, peningkatan program, strategi dan tindakan dalam mitigasi, adaptasi, kerangka transparansi dan pengaturan cara pelaksanaan termasuk melalui mekanisme Nilai Ekonomi Karbon,” tukasnya.(OL-5)
Terkini Lainnya
IWAPI dan KLHK Menyerahkan Bantuan Motor Sampah untuk Pengelolaan Sampah dan Penghijauan
KLHK Tetapkan Bos Tambang Pasir Ilegal di TN Halimun Salak sebagai Tersangka
Indonesia Diapresiasi karena Gunakan Teknologi untuk Pantau Hutan Dan Karhutla
KLHK dan Norwegia Perkuat Kerja Sama Pengelolaan Hutan Lestari
2 Ton Alat Kesehatan Bermerkuri Ditarik dari Faskes di Bali
KLHK Tingkatkan Kapasitas Manggala Agni untuk Tangani Karhutla
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Bahaya, Suhu Rata-Rata Global Naik Lampaui Batas
Green Ramadan KLHK: Gen-Z, Agen Perubahan untuk Pelestarian Lingkungan di Masa Depan
Peningkatan Suhu Global di 2023 Capai 1,45 Derajat Celcius, Terpanas Sepanjang Sejarah
PBB Peringatkan Dunia di Ambang Kehancuran
900 Kejadian Puting Beliung Landa Indonesia Setiap Tahun
Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
Spirit Dedikatif Petugas Haji
Arti Penting Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap