visitaaponce.com

Dunia Belajar Keberhasilan Pengelolaan Gambut Indonesia

Dunia Belajar Keberhasilan Pengelolaan Gambut Indonesia
Ilustrasi lahan gambut(ANTARA FOTO/Makna Zaezar)

PERWAKILAN dari 14 negara dan berbagai lembaga internasional belajar pada pengalaman serta keberhasilan Indonesia mengelola lahan gambut di wilayah Riau.

Pada kesempatan itu, Menteri Negara bidang Wilayah Luar Negeri, Persemakmuran, Energi, Iklim dan Lingkungan, Inggris Raya, Lord Goldsmith mengatakan Indonesia telah melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam pengelolaan lahan gambut.

"Kepemimpinan Menteri LHK Siti Nurbaya luar biasa. Saat mengunjungi Indonesia dan melihat langsung kerjanya, saya yakin Indonesia sedang memimpin dunia sekarang dalam perlindungan dan restorasi lahan gambut. Menteri Siti Nurbaya menekankan pada saya kebutuhan untuk memperbaiki dan melindungi lahan gambut untuk dapat mengurangi emisi," kata Goldsmith dalam keterangan resmi, Selasa (13/12).

Ia melanjutkan, sebanyak 450 juta hektare lahan gambut tersebar di seluruh dunia. Goldsmith mengungkapkan meski hanya 3% dari permukaan tanah Bumi, lahan gambut adalah penyimpan karbon terbesar di darat sebesar 25% dari jumlah hutan dunia. Ia lantas mengapresiasi berbagai kebijakan berani pemerintah Indonesia dalam perlindungan ekosistem gambut.

"Indonesia telah mengambil keputusan sangat berani dengan menghentikan izin baru di hutan primer dan lahan gambut yang mencakup 66 juta hektare. Serta membuat target yang menantang di lahan gambut ataupun mangrove. Hari ini saya percaya Indonesia merestorasi lahan gambut lebih dari 1 juta ha dan mencetak rekor menanam mangrove seluas 600 ribu hektare. Inggris siap mendukung ambisi Indonesia untuk FoLU Net Sink 2030," ungkap Goldsmith.

Baca juga: Proyek SMPEI Sukses Ubah Pola Pikir Masyarakat Tentang Lahan Gambut

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia Siti Nurbaya mengatakan Indonesia telah mengatur pengelolaan lahan gambut sejak tahun 1990, namun kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2015 merupakan titik balik perumusan penguatan kebijakan gambut, implementasi perbaikan dan pemulihan, serta law enforcement.

"Reformasi ini berdampak pada implementasi kebijakan di lapangan dalam waktu singkat. Alhamdulillah salah satu hasilnya Indonesia berhasil terhindar dari bencana asap dalam beberapa tahun terakhir," kata Siti.

Provinsi Riau yang biasanya rutin mengalami bencana asap dampak karhutla khususnya di lahan gambut, kini menjadi salah satu contoh keberhasilan implementasi kebijakan tata kelola gambut di Indonesia.

Diantara kebijakan krusial adalah PP 71 Tahun 2014 jo PP 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Gambut serta petunjuk teknis yang langsung dilaksanakan dan diikuti dengan petunjuk teknis di lapangan.

Selanjutnya dibentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) pada tahun 2016. Badan ini memiliki tanggung jawab restorasi gambut di 7 provinsi di Indonesia dengan target 1,2 juta ha.

Indonesia juga telah melakukan inventarisasi lahan gambut seluas 24.218.491 ha yang terbentuk menjadi 865 Kesatuan Hidrologi Gambut. Sekitar 3,6 juta ha gambut direstorasi pada lahan konsesi dan target 49,8 juta di APL. Untuk itu telah dibangun 28.105 unit dan 9.153 unit pembangunan sekat kanal. Selain itu multipihak terlibat dalam Program Desa Lindung Gambut Mandiri atau Desa Mandiri Peduli Gambut.

"Berdasarkan pengalaman dan pencapaian tersebut di atas, Indonesia percaya bahwa lahan gambut yang terdegradasi dapat dipulihkan dan dimanfaatkan secara berkelanjutan," tutur Siti.

Indonesia telah menjadikan restorasi gambut dan pencegahan kebakaran lahan gambut sebagai salah satu fokus utama dalam Net Sink Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lain (FoLU) 2030.

Selama tahun 2019 hingga 2022, Indonesia terus melakukan perbaikan restorasi gambut seluas 300 ribu hektare di pemegang konsesi. Selain itu, 230 desa dengan luas 50 ribu hektare telah dilaksanakan restorasi dengan melibatkan masyarakat setempat.

Berbagai pengalaman ini juga menjadi isu penting yang disepakati para pemimpin dunia saat Presidensi G20 Indonesia, di bawah kelompok kerja lingkungan dan iklim. Para pemimpin G20 mengakui ekosistem gambut penting untuk mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

"Indonesia siap berbagi pengalaman dan bertukar pembelajaran. Saya berharap lokakarya hari ini akan mengumpulkan dan menyatukan dukungan kita bersama terhadap perlindungan dan pengelolaan ekosistem lahan gambut," tukasnya.

Indonesia juga sudah bermitra dengan Republik Demokratik Kongo, Republik Kongo dan Republik Peru mengambil inisiatif untuk mendirikan Pusat Lahan Gambut Tropis Internasional dengan mitra koordinasi seperti FAO, UNEP, CIFOR dan KLHK.

"Pemerintah Indonesia berharap lokakarya ini dapat diadakan setiap tahun dan dijadikan kesempatan untuk berbagi pengalaman dan bertukar praktik terbaik dari negara, organisasi, sektor swasta, dan universitas," tutupnya.(OL-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat