visitaaponce.com

Hemodialisis Membuat Kecanduan

Hemodialisis Membuat Kecanduan?
Ilustrasi(LITBANG MI)

KATA cuci darah menjadi momok bagi sebagian masyarakat. Seperti yang terjadi di keluarga Adel, 32. Ketika sang nenek direkomendasikan untuk menjalani cuci darah karena fungsi ginjalnya menurun, keluarga besar Adel bersitegang karena ada yang menolak, termsuk adek kandung sang nenek.

Salah satu alasan, cuci darah dianggap membuat ketergantungan sehingga harus terus-menerus dilakukan. Karena tidak memiliki BPJS Kesehatan, maka terbayang biaya yang akan dikeluarkan sangat besar. "Karena ditunda-tunda dan tak kunjung sepakat, kondisi nenek memburuk. Akhirnya meninggal. Setelah itu antaranggota keluarga ribut lagi kenapa tidak segera cuci darah," kata Adel di Depok, kemarin.

Banyak pendeirta gagal ginjal memerlukan tindakan cuci darah atau hemodialiasis karena ginjal sudah tidak berfungsi. Dokter Pringgodigdo, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi RSCM menyebutkan, mitos di masyarakat terkait Hemodialisis yang membuat ketergantungan sangatlah membahayakan bagi pederita gagal ginjal. Padahal ini adalah metode yang direkomendasikan agar permasalahan ginjal tidak menjadi lebih kompleks.

“Mitos hemodialisis dapat membuat ketergantungan, sehingga membuat pasien enggan untuk melakukan hemodialisis. Ini justru sangat tidak direkomendasikan dan harus diluruskan. Karena, justru penafsiran seperti ini dapat membuat ginjal makin komplikasi dan berkibat fatal,” ujar Pringgodigdo dalam webinar daring, Senin (16/1).

Terdapat tiga cara didalam menangani penyakit gagal ginjal. Yang pertama peritoneal dialysisyaitu metode dengan menggunakan selaput perut pasien. Pasien diharuskan menyuntikan cairan kedalam tubuh 4 kali sehari untuk menarik cairan toksin atau racun dalam tubuh. Kedua adalah hemodialisis atau cuci darah. Dan terakhir Transplantasi Ginjal.

“Peritoneal dialysis adalah metode pengobatan pengganti ginjal yang menggunakan selaput perut pasien sendiri. Jadi memanfaatkan selaput perut pasien. Setiap hari pasien akan memasukan cairan dialisat kedalam perut ditukar dalam sehari 4 kali. Ditukar selama 4 sampai 6 jam, lalu dikeluarkan lagi. Sehingga cairan dialisat ini bisa menarik toxic atau racun dari darah melalui selaput perut dan juga menarik cairan,” tambahnya.

Bukan mengobati

Hemodialisis saat ini merupakan cara yang paling sering digunakan orang Indonesia. Proses dari hemodialisis, darah pasien dialirkan keluar tubuh dengan bantuan mesih hemodialisis melalui dialiser yang sering disebut sebagai ginjal buatan, Ketika darah sudah bersih akan dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Proses cuci darah ini harus dilakukan berulang kali disesuaikan dengan kebutuhan penderita.

“Cuci darah memang saat ini banyak digunakan oleh pendeirta gagal ginjal. Jadi itu dilakukan terus menerus selama darah melalui ginjal buatan atau dialiser. Biasanya ini dilakukan dalam waktu beberapa jam mulai dari 2 jam atau dalam kondisi tertentu bisa 6-8 jam. Dan pencucian darah ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan penderita,” tambahnya.

Pringgodigdo membenarkan bahwa cuci darah  harus dilakukan berulang kali bahkan seumur hidup penderita. Karena, ginjal yang sudah rusak tidak dapat lagi berfungsi untuk menyaring darah dari toksin atau racun di dalam tubuh. Sehingga, perlu bantuan mesin dialiser. Hemodialisis hanya menggantikan fungsi ginjal dalam membuang toksin dan racun dalam tubuh, bukan mengobati. Oleh karena itu perlu dilakukan terus-menerus.

“Fungsi ginjal yang bisa digantikan dengan hemodialisis ini juga tentu tidak semua. Karena sifatnya hanya pengobatan pengganti ginjal, dan bukan pengobatan penyembuhan ginjal yang sudah rusak, sehingga perlu dilakukan terus menerus seumur hidup paisen. Kecuali pasien mau beralih kepada peritoneal dialysis. Atau tranplantasi ginjal,” tambahnya. (H-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat