visitaaponce.com

Melihat Sistem Monitoring Karhutla untuk Cegah Kebakaran

Melihat Sistem Monitoring Karhutla untuk Cegah Kebakaran
Suasana kebakaran lahan di Bukit Parombahan, Desa Aek Sipitudai, Sianjur Mulamula, Samosir, Sumatera Utara, Minggu (7/8/2022)(ANTARA/Fransisco Carolio)

PENANGANAN kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia terus mengalami perbaikan setiap tahunnya. Pada 2022 saja, luasan karhutla menurun menjadi 204 ribu hektare dari yang tadinya 358 ribu hektare pada 2021. Salah satu yang digencarkan pemerintah dalam menangani karhutla ialah dengan melakukan monitoring hotspot. Adapun, posko pusat pengendalian karhutla seluruh Indonesia bisa kita temui di salah satu ruangan kecil di gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta Pusat.

Posko itu terletak di gedung utama KLHK. Ketika masuk ke sana, kita bisa melihat sejumlah monitor besar yang melakukan pemantauan titik panas di seluruh Indonesia menggunakan citra satelit. Sub Direktorat Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Israr Albar mengungkapkan, posko itu telah dijalankan sejak 25 tahun lalu dengan berbagai perkembangan teknologi hingga saat ini.

Baca juga: IDEC 2023 Siap Usung Transformasi Ketahanan Kesehatan Gigi

Baca juga: Komnas Perempuan Desak Percepatan RUU PPRT untuk Disahkan

"Pada tahun 1997 sampai 1998 kami memantau setiap hari hotspot yang ada menggunakan satelit NOAA. Dan itu kami kirimkan by fax ke semua provinsi yang ada hotspotnya. Lalu seiring perkembangan zaman, kami buat yang namanya Yahoo group, hingga sekarang bisa menggunakan website," kata Israr saat ditemui Media Indonesia, Jumat (20/1).

Ia melanjutkan,berkat kolaborasi KLHK, LAPAN, BNPB dan BMKG, saat ini sendiri pemantauan titik panas secara in time bisa diakses bukan hanya oleh pihak-pihak yang berkepentingan, tapi juga oleh seluruh masyarakat melalui website sipongi.menlhk.go.id. Adapun, dalam website itu memuat sejumlah informasi mengenai jumlah titik panas hingga keberadaan titik panas itu. Data-data yang disajikan dalam website itu berasal dari satelit NASA-MODIS, NASA-SNPP dan NASA-NOAA20.

"Jadi di sini kita bisa liat apakah titik panas itu memiliki confidence high, medium atau low. Kalau high itu di atas 80% berarti kita yakin akan terjadi kebakaran. Tapi kalau low confidence bisa jadi bukan kebakaran," imbuh dia.

Data-data titik panas itu, lanjut dia, kemudian akan ditindaklanjuti oleh Manggala Agni yang ada di 34 daerah operasional di 11 provinsi. Manggala Agni yang kemudian akan melakukan pengendalian apabila terjadi kebakaran.

Israr mengakui, dengan berkembang pesatnya teknologi, penanganan karhutla di Indonesia bisa lebih cepat dilakukan. Pasalnya, pemantauan bisa dilakukan secara realtime dan dapat dilihat oleh semua orang yang mengakses aplikasi maupun website tersebut.

Selain menggunakan website sipongi, BMKG juga mengembangkan sebuah sistem perangkat yang bisa memperkirakan potensi kebakaran sampai dengan tujuh hari ke depan. "Tidak hanya Indonesia tapi juga sampai negara ASEAN yang di utara. Ada beberapa warna yang akan menjadi indikator, yaitu merah, kuning, hijau dan biru," ucap dia.

Meskipun telah memiliki sistem monitoring yang canggih, Israr mengakui masih ada kendala yang ditemui di lapangan. Di antaranya yakni terbatasnya sumber daya manusia di lapangan untuk melakukan penanganan karhutla.

"Kendalanya, kalau misalkan bulan Juni atau Juli akan ratusan yang merahnya dan kuningnya. Karena kita keterbatasan resoruches di lapangan, mana yang harus kita prioritaskan. Kalau misalnya di peta dekat pemukiman itu kita priorotaskan. Itu sebenarnya yang menjadi kendala saat ini," ucap dia. (H-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat