visitaaponce.com

PGRI Peningkatan Skor PISA Sulit Dicapai Lewat Merdeka Belajar

PGRI: Peningkatan Skor PISA Sulit Dicapai Lewat Merdeka Belajar
Ilustrasi(Istimewa)

PERSATUAN Guru Republik Indonesia (PGRI) menilai kebijakan Merdeka Belajar yang menjadi gerakan transformasi pendidikan di era Menteri Nadiem Makarim belum bisa meningkatkan skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia.

Selain diakui oleh Nadiem sendiri terkait sulitnya memperbaiki skor PISA, Merdeka Belajar juga ternyata tidak serta merta meningkatkan kualitas pendidikan nasional.

"Kalau menurut saya Indonesia akan tetap sulit meraih peningkatan PISA melalui Merdeka Belajar. Karena masalah masalah pendidikan dan rekomendasi PISA belum optimal kita lakukan seperti kompetensi guru, sarana prasarana, transformasi tata kelola, dan politik anggaran pendidikan," ujar Wasekjen PB PGRI Dudung Abdul Qodir kepada Media Indonesia, Senin (30/1).

Menurut Dudung, Merdeka Belajar tidak jauh berbeda dengan Kurikulum 2013 yang juga memberi kebebasan dalam dunia pendidikan. Memang kebijakan tersebut tidak bisa dikatakan buruk, tetapi dalam upaya meningkatkan skor PISA ada banyak persoalan pendidikan yang perlu diperhatikan.

Bahkan Dudung menyebut Merdeka Belajar hanya sekadar merk dagang sebuah sekolah internasional yang dijadikan program nasional. Sehingga, dengan berbagai perosoalan pendidikan di Indonesia yang lebih luas dan banyak keterbatasan, implementasi Merdeka Belajar tidak banyak memperbaiki skor PISA.

PISA merupakan program untuk mengukur prestasi anak usia 15 tahun pada bidang kemampuan literasi membaca, matematika, dan sains. Penilaian dilakukan oleh PISA tiap tiga tahun sekali.

Pada 2018, Indonesia sendiri berada pada posisi ke-74 dari 79 negara alias peringkat 6 terbawah, dengan skor membaca 371, matematika 379, dan sains 396. Adapun negara berskor PISA tertinggi untuk kemampuan membaca, matematika, dan sains ialah Tiongkok, Singapura, dan Macau-China.

Dudung mengatakan bahwa memperbaiki skor PISA sebenarnya tidak begitu sulit. Asalkan kementerian saat ini bisa belajar dari kesalahan atau kekurangan program-program kementerian di era sebelumnya.

"Terutama skala prioritas pemerataan dan percepatan tata kelola manajemen berbasis mutu mulai dari sarana prasarana, peningkatan kompetensi guru, kekurangan guru, peningkatan status guru, peningkatan kesejahteraan guru, transformasi peran dan fungsi komponen dan unsur pendidikan," sebutnya.

Kebijakan pendidikan nasional harus mulai bergerak dari daerah 3T menuju tengah. Anggaran pendidikan juga harus berorientasi pada mutu, pemerataan dan menyelesaikan permasalahan pendidikan.

"Kalau saja jurus ini dilaksanakan menurut pikiran saya bonus demografi akan kita raih dan generasi emas di tahun 2045 dapat terwujud serta target capaian PISA bisa diraih kalau saja kementerian mengikuti rekomendasi PISA dalam implementasi kebijakannya," tandasnya.(H-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat