visitaaponce.com

Merayakan Minuman Pemersatu Nusantara

SEJAK 2018, Media Indonesia konsisten menggelar festival kopi sebagai rangkaian perayaan HUT yang jatuh pada 19 Januari. Pada Festival Kopi Nusantara 2023 yang berlangsung 1-3 Februari di Kompleks Media Group, Kedoya, Jakarta, hadir 33 stan kedai kopi.

Mereka menghadirkan berbagai racikan kopi nikmat dengan biji kopi dari berbagai wilayah Indonesia seperti kopi Merauke Papua, kopi Kalimantan, kopi Sumba Barat Daya, kopi Malang, Bandung, Jakarta, dan aneka kopi Sumatra dari Lam-pung, Bengkulu, Jambi, Sumatra Utara (mandailing, lintong, karo, dan sidikalang) hingga Aceh (kopi gayo).

Tidak hanya bisa menyeruput kopi kreasi para barista, pengunjung festival menyaksikan berbagai acara seputar kopi. Di antaranya kompetisi roasting, manual brewing, dan cupping; sejumlah bincang-bincang dengan pelaku industri dan pakar di bidang kopi, hingga berbagai acara gim dan hiburan musik.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo yang hadir membuka Festival Kopi Nusantara 2023 pun mengapresiasi gelaran itu. “Indonesia memiliki 18 jenis kopi dengan rasa yang berbeda-beda, yang sangat diminati baik oleh masyarakat Indonesia maupun internasional, yang bisa diolah menjadi berbagai produk turunan. Kopi saat ini menjadi salah satu komoditas perkebunan yang sedang naik pamor. Saya mengapresiasi festival kopi ini, sesuatu yang sangat bermakna dan berharga dan kita dorong lebih kuat dengan berbagai kebijakan dari pemerintah berkolaborasi dengan para pegiat kopi,” kata Syahrul, Rabu (1/2).

Lebih lanjut, ia mengungkapkan Indonesia merupakan produsen biji kopi terbesar keempat di dunia dengan produksi rata-rata sekitar 786 ribu ton per tahun atau sekitar 9% dari produksi kopi dunia. Angka itu menjadi modal besar untuk mendongkrak nilai ekspor dan, tentunya, kesejahteraan petani.

Apresiasi juga diberikan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia yang hadir pada Jumat (3/2). Sebelum memberi kuliah umum sekaligus menutup festival, ia meluangkan waktu untuk mengunjungi sejumlah stan.

“Tadi saya diajak Bang Gaudensius (Direktur Utama Media Indonesia Gaudensius Suhardi) untuk ke setiap stan saya minum kopi. Minum kopi Papua, Bengkulu, Lombok, yang terakhir Aceh,” katanya.

Ia melihat pasar kopi terus tumbuh, tidak lagi hanya terpusat di kalangan usia senior. “Ini menunjukkan kopi itu adalah minuman pemersatu bagi seluruh kalangan yang ada di Nusantara. Saya doakan kopi terus tetap jaya dan negara kita salah satu negara penghasil kopi terbaik di dunia. Saya minta untuk bagaimana caranya kita bisa meles-tarikan dan bisa mengembangkan secara lebih besar lagi,” imbuhnya.

Kopi dan pelestarian lingkungan

Dari berbagai kopi yang dihadirkan di festival itu terdapat banyak kisah menarik yang bukan hanya tentang rasa kopi. Salah satunya yang diusung stan Kojal Coffee asal Kayong Utara, Kalimantan Barat.

Stan itu mengangkat kopi liberika dan pengunjung dapat melihat lang-sung bentuk green bean, roasted, bahkan bibit tanamannya. Sang pemilik sekaligus Pendiri Kojal Coffee, Gusti Iwan Darmawan, mengaku memiliki misi lingkungan, selain ekonomi.

“Ini bukan sekadar kopi. Ini kopi gambut, yang tidak hanya bermanfaat secara ekonomi langsung kepada masyarakat, tetapi juga baik untuk revitalisasi gambut. Sejauh ini kopi liberika ditanam warga di lahan gambut sepanjang pantai dan lahan gambut Kaliman-tan. Hal ini bisa membantu men-cegah pemanasan global yang kini menjadi tantangan petani kopi,” jelas Iwan.

Sayangnya, perkebunan kopi liberika masih minoritas. “Saat ini lebih dari 70% perkebunan kopi di Indonesia adalah perkebunan kopi varietas robusta, sementara sisanya sekitar 27% adalah kopi arabika dan tidak lebih dari 1% adalah perkebun an kopi liberika,” lanjutnya.

Lebih lanjut, sebutan buryah atau kopi nangka bagi liberika sekaligus menunjukkan keunikan cita rasanya. Kopi itu memiliki cita rasa, seperti nangka, selain sedikit rasa manis dan adanya aroma cokelat. Soal ketajaman, rasa kopi itu berada di tengah-tengah antara arabika dan robusta.

Kopi liberika kayong utara juga telah meraih predikat bergengsi dunia, yakni sebagai Best Alternative Coffee in the World dari World Coffee Challenge 2022 yang berlangsung di Spanyol. Saat ini Iwan bersama WWF Indonesia dan sejumlah pegiat kopi bekerja sama untuk mendukung perluasan perkebunan kopi liberika dengan memberi bibit gratis dan pelatihan pertanian kopi berkelanjutan kepada petani yang memiliki lahan tidur.

Peserta Festival Kopi Nusantara 2023 lainnya yang telah memiliki prestasi bergengsi ialah Bawadi Coffee dari Aceh. Usaha kopi itu mengangkat berbagai jenis kopi arabika gayo, yang di antaranya merupakan pemenang Cup of Excellence (COE) Indonesia 2021.

Kopi arabika gayo memberikan sentuhan nutty cenderung buttery dengan aroma rempah yang wangi. “Kopi gayo memiliki rasa yang tidak pahit dan memiliki keasaman yang rendah dan memiliki sedikit sen-tuhan rasa manis. Makanya, kopi gayo ini sering kali dijadikan sebagai bahan campuran berbagai house blend coffee, tapi secara single origin juga sudah sangat enak,” jelas Teuku Dhahrul Bawadi, Pendiri Bawadi Coffee. Tidak hanya di Banda Aceh dan Jakarta, Bawadi Coffee telah membuka cabang di Malaysia dan Singapura.

Kemudian, ada pula kopi robusta papua yang dibawa tenant Rumah Kopi D’Waroeng (RKD) Merauke. Pemilik RKD Jasman Tristanto mengatakan jenis biji kopi robusta yang dibawa ke ajang festival kopi itu ialah jenis tanaman kopi organik yang tumbuh di perbatasan RI dan Papua Nugini.

Kopi tersebut ditanam 100 petani yang terbagi dalam empat kelompok tani di Kampung Seed Agung, Papua. Dengan pertanian yang baik, panen dapat dilakukan dua kali setahun. Kopi pun dapat menjadi sumber ekonomi yang berdampak besar bagi warga. (M-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat