visitaaponce.com

DPR Ungkap Masih Banyak Pabrik Buat Arang dari Kayu Mangrove

DPR Ungkap Masih Banyak Pabrik Buat Arang dari Kayu Mangrove
Perusakan tanaman Mangrove(ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

DPR RI mengungkap masih banyak pabrik yang membuat arang dari kayu mangrove di sejumlah daerah. Padahal, hal itu jelas dilarang oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Kemarin kami baru bersama Dirjen Gakkum KLHK menemukan 11 gudang arang yang pembuatannya dari hutan bakau. Saya mendapatkan informasi, saya lagi cek ulang. Lokasinya di Kepulauan Riau, Sumatra Utara dan Riau, masih ada pabrik yang cukup banyak," kata Ketua Komisi IV DPR RI Sudin dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IV bersama KLHK, Senin (6/2).

Ia menyayangkan, penanaman mangrove yang diperjuangkan Presiden Joko Widodo hingga membuat Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, dalam kenyataannya tidak dijaga dengan baik di lapangan. Penanaman terus berjalan, namun di sisi lain penebangan mangrove juga masih masif.

Sudin menceritakan, salah satu pabrik yang dikunjunginya ada di wilayah Berelang, Kepulauan Riau. Di situ, satu pemilik memiliki tiga gudang pembuatan arang dari mangrove. Sudin melanjutkan, bahkan pemilik gudang mengaku arang itu sampai diekspor ke Singapura, Hong Kong, Malaysia dan Jepang.

"Tiga gudang ini memproduksi 1.000 ton per bulan! Kalau kita hitung, kalau satu pemilik gudang mengatakan 3 gudang 1.000 ton, kalau 11 gudang bisa 3 ribu ton per bulan. Saya bingung. Kalau gitu nanti mangrovenya nggak usah ditanam lagi saja," ungkap Sudin.

Pemilik gudang pun mengaku memiliki surat nota izin berkop KLHK untuk mengangkut kayu hasil tebangannya itu. Sehingga, saat melakukan ekspor ke negara luar pun mereka diloloskan oleh petugas PSDKP.

"Ini ketahuan baru 11. Saya nggak habis pikir. Ini tidak pernah diberikan informasi dari satu pejabat KLHK satu pun," ucap Sudin.

Baca juga:  Peringati Hari Lahan Basah Sedunia, KLHK Tanam 30 Ribu Mangrove

Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengungkapkan pihaknya akan melakukan evalusi terkait dengan pemberian izin produksi pada hutan mangrove. Ia meyakini saat ini pihaknya tidak lagi mengeluarkan izin untuk produksi hasil hutan mangrove.

"Bisa saya sampaikan tentang perjalanan kebijakan yang waktu itu memang pemberian akses legal ketika masih diberikan oleh Bupati berkaitan dengan izin usaha terkait dengan hutan tanaman rakyat. Bicara produksi itu tidak dapat dihindari ketika memang ada produksi yang berasal dari eksosistem mangrove. Ketika hulu terbuka dan temuan yang kami sendiri melihatnya hal yang sangat tidak pas," beber Bambang.

Saat ini , pihaknya telah mencabut tiga izin perusahaan yang melakukan produksi arang dari kayu mangrove. Tiga perusahaan itu ialah PT Binda Ovivipari Semesta di Kalimantan Barat yang SK-nya dikeluarkan pada 2006, lalu PT Mandailing Alam di Kalimantan Barat yang mendapatkan izin tahun 1988 dan PT Bintuni Utama Murni Wood Industry di Papua Barat yang mendapatkan izin tahun 1988.

"PT Binda Ovivipari Semesta dan PT Mandailing Alam, keduanya sudah tidak melakukan penebangan. Tidak ada penebangan dan kegiatan fokus di wisata alam dan simple fishery. Sementara Bintuni saat ini sedang mempersiapkan pemanfaatan kayu mangrove menjadi pemanfaatan jasa lingkungan. Sudah tidak akan diberikan izin lagi untuk menebang," tutur Bambang.

Ia menegaskan KLHK berkomitmen akan melakukan evaluasi perizinan produksi ekosistem mangrove, bukan hanya di perusahaan saja, tapi juga yang dilakukan oleh masyarakat.

"Kami jamin evaluasi perizinan yang harus kita lakukan terhadap seluruh pelaku usaha berbasis mangrove yang punya legalitas, pasti kami evaluasi dan pasti berhenti supaya tidak berporduksi lagi. Karena ada kebijakan rehabilitasi mangrove dan tidak boleh lagi ada penebangan mangrove," pungkas dia.(OL-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat