visitaaponce.com

RUU Omnibus Law Kesehatan Berpotensi Membuka Celah Penyalahgunaan Iuran JKN

RUU Omnibus Law Kesehatan Berpotensi Membuka Celah Penyalahgunaan Iuran JKN
Ilustrasi(Antara)

KOORDINATOR Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengungkapkan adanya potensi penyelewengan dana iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam RUU Omnibus Law Kesehatan yang baru disahkan menjadi RUU inisiatif DPR.

Menurut dia, salah satu pasal tentang revisi UU BPJS yang mengamanatkan BPJS bertanggung jawab langsung ke presiden kini berganti bahwa BPJS akan bertanggung jawab langsung di bawah Kementerian Kesehatan.

“Hadirnya Inpres no. 1 tahun 2022 tentang optimalisasi Pelaksanaan program JKN yang melibatkan 30 K/L dan pemerintah daerah memposisikan BPJS memang harus bertanggungjawab langsung ke Presiden. Sehingga pelaksanaan program JKN memiliki check and balanced system antara BPJS dan 30 K/L. Bila BPJS di bawah Menkes maka program JKN akan terancam tidak berjalan dengan baik, yang dampaknya langsung kepada masyarakat,” kata Timboel dalam keterangannya, Jumat (24/2).

“Dengan pasal-pasal tersebut maka Menteri Kesehatan berpotensi akan mengintervensi kerja-kerja BPJS. BPJS akan melaksanakan tugas-tugas Kemenkes dengan menggunakan dana masyarakat yang dikumpulkan sebagai iuran JKN. Tugas Kemenkes yang seharusnya dibiayai APBN bisa dialihkan menjadi pembiayaan dari iuran masyarakat,” tambahnya.

Program Kesehatan yang bersifat UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) yang dilakukan Kemenkes dengan pembiayaan APBN seperti germas (Gerakan masyarakat hidup sehat), kata Timboel, bisa saja nanti diserahkan ke program JKN untuk membiayainya.

“Demikian juga dengan program Kemenkes lainnya yang mungkin akan memposisikan tanggungjawab BPJS melalui Menteri Kesehatan merupakan celah untuk menyalahgunakan iuran JKN,” ucap Timboel.

“Saya kira KPK harus menganalisa usulan revisi UU BPJS di RUU Kesehatan khususnya Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 13 ayat (2) huruf a. Pasal-pasal ini berpotensi menjadi celah korupsi dana masyarakat yang dikumpulkan sebagai iuran JKN,” sambung dia.

Bila hal ini terjadi maka program JKN akan kembali berpotensi mengalami defisit karena penggunaan iuran masyaralat yang dikumpulkan di BPJS Kesehatan digunakan untuk kepentingan Kemenkes. Bila defisit maka akan berdampak langsung pada penurunan pelayanan kepada masyarakat.

“Mengingat program JKN yang sudah memberikan banyak manfaat kepada rakyat Indonesia, walaupun masih ada persoalan di lapangan, seharusnya BPJS ditingkatkan kewenangannya sehingga kendala-kendala yang dihadapi di lapangan terkait pelaksanaan Inpres oleh K/L dan pemda dapat segera dicarikan solusinya,” jelas Timboel.

“Presiden harus mendukung kerja-kerja BPJS Kesehatan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Masih ada K/L yang tidak serius mendukung JKN, dan oleh karenanya presiden harus mengevaluasi K/L tersebut. Peningkatan kualitas Program JKN harus didukung oleh peningkatan kewenangan BPJS. BPJS yang merupakan badan hukum public yang mengelola dana masyarakat, harus diposisikan tetap bertanggungjawab langsung kepada presiden tanpa melalui menteri,” tandasnya. (H-2)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat