visitaaponce.com

KLHK Janji Berikan Kompensasi untuk Provinsi yang Mampu Tekan Emisi Gas Rumah Kaca

KLHK Janji Berikan Kompensasi untuk Provinsi yang Mampu Tekan Emisi Gas Rumah Kaca
Ilustrasi: burung elang laut dada putih (Haliaeetus leucogaster) terbang di atas hutan mangrove Kakapa, Taman Nasional Baluran, Situbondo.(ANTARA FOTO/Budi Candra Setya)

KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berjanji akan memberikan kompensasi bagi provinsi yang telah berkontribusi untuk menekan emisi gas rumah kaca. Tentu bukan dari dana APBN. Dana yang akan diberikan kepada provinsi adalah dana yang didapatkan dari internasional dengan skema result based payment (RBP) atau pembayaran berbasis kinerja.

"Ini real, kita akan memberikan kompensasi kinerja ke seluruh provinsi yang mempunyai kontribusi dalam menekan emisi gas rumah kaca," kata Direktur Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional KLHK Wahyu Marjaka dalam Rapat Kerja Teknis Nasional Pengendalian Perubahan Iklim, Kamis (2/3).

Wahyu menekankan, hal itu sudah terbukti pada pembayaran berbasis kinerja yang akan diterima Provinsi Kalimantan Timur tahun ini. Dalam implementasi REDD+ Program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) dari World Bank, Kalimantan Timur akan mendapatkan pendanaan sebesar US$110 juta karena kontribusinya menekan emisi gas rumah kaca sebesar 22 juta ton CO2 ekuivalen sejak tahun 2019.

Wahyu melanjutkan, yang teranyar, pendanaan akan masuk dari Green Climate Fund sebesar US$93,4 juta. Dari jumlah itu, sebanyak US$51,55 jutanya akan dialokasikan kepada provinsi yang telah berhasil menekan emisi gas rumah kaca.

"Kriteria dan indikatornya sedang kita kembangkan. Nanti akan kami sampaikan secara resmi menunggu itorisasi dari Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan," ucap dia.

Baca juga: Momentum Kendalikan Perubahan Iklim

Namun demikian, Jaka membeberkan dana itu akan disalurkan ke provinsi yang berkontribusi bagi pengurangan emisi atau peningkatan serapan emisi gas rumah kaca periode 2014-2016.

"Metode pendekatan dalam pembagian alokasi dan RBP untuk setiap provinsi mempertimbangkan hasil analisis deforestasi degradasi hutan dan dekomposisi gambut. Selain itu hasil analisis kontribusi emission reduction dan carbon stock," ucap dia.

Adapun, pendanaan yang masuk ke provinsi harus digunakan untuk berbagai program yang berbasis masyarakat. Seperti misalnya perhutanan sosial, forest management, rehabilitasi hutan dan lahan serta penanganan kebakaran hutan dan lahan.

"Sehingga ada sustainable livelihood dengan pendanaan itu," pungkas Wahyu.

Pada kesempatan itu, Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kejikana Fiskal Kementerian Keuangan Irwan Dharmawan mengungkapkan, berdasarkan analisis Kementerian Keuangan, untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca hingga 2030 yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia membutuhkan dana sekitar Rp350 triliun per tahun.

"Namun demikian, pertahunnya APBN hanya bisa memenuhi rata-rata Rp97 triliun. Karenanya untuk mencapai angka Rp350 triliun itu masih jauh dari kata cukup," ucap dia.

Karenanya, Kementerian Keuangan terus mengembangkan pembiayaan inovatif yang bisa memberikan dukungan pada pendanaan perubahan iklim ini.

"Beberapa pembiayaan inovatif yang bisa digali di antaranya dari pasar modal, perdagangan karbon, hingga pendanaan internasional dari skema bilateral dan multilateral," ucapnya. (OL-17)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat