visitaaponce.com

IDAI Jangan Diremehkan Tuberkulosis Anak Bisa Sebabkan Cacat hingga Kematian

IDAI: Jangan Diremehkan! Tuberkulosis Anak Bisa Sebabkan Cacat hingga Kematian
Ilustrasi penanganan kasus TBC(Antara Foto/Adeng)

Tuberkulosis (TBC) atau yang biasanya disebut flek, merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang Pertama kali ditemukan pada 1882 oleh Robert Koch M. TBC tidak hanya dapat diderita oleh orang dewasa saja, namun juga anak-anak. TBC pada anak terjadi pada usia 0–14 tahun.

Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yanuarsi, mengatakan di negara-negara berkembang jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40--50% dari jumlah seluruh populasi umum. Dari jumlah itu, terdapat sekitar 500.000 anak di dunia menderita TBC setiap tahun.

Angka itu membuktikan masih besarnya ancaman TBC bagi anak-anak, khususnya di negara berkembang. Meski bisa disembuhkan dengan pengobatan yang tepat, Piprim mengatakan akan jauh lebih baik bagi orang tua untuk mencegah anaknya tertular TBC. Karena tidak sembarangan, TBC bisa menyebabkan komplikasi serius pada anak.

Baca juga: IDAI: TBC Lebih Berbahaya Dibandingkan Covid-19 sehingga Harus Dilacak

"Kadang kadang diremehkan. Tapi mungkin perlu diketahui kalau TBC sudah sampai komplikasi menjadi radang otak misalnya, anak yang tadinya lucu, bisa jalan, bisa aktivitas tumbuh kembang yang baik. Kemudian, terkena radang otak TBC dan jadi cacat seumur hidup. Nah ini tentu saja merugikan kita semu baik orang tuanya maupun negara kita karena kehilangan satu anak yang merupakan calon pemimpin masa depan," ujar Piprim, dalam dialog virtual, Senin, (20/3).

Dengan demikian, kata Piprim, sebetulnya TBC menjadi salah satu penyakit yang perlu diwaspadai. Karena selain cacat permanen, TBC juga dapat menyebabkan kematian. Di banyak negara, TBC menjadi salah satu penyumbang terbesar angka kematian anak hingga orang dewasa.

Baca juga: Waspada! Indonesia Masuk Peringkat Dua TBC se-Dunia. Ini Penyebab dan Cara Pengobatannya

Sementara itu, Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI, Rina Triasih menyebutkan TBC perlu dilacak karena penularannya sama seperi covid-19. TBC menular lewat percikan air liur.

"Kontak tracing khusus TBC itu sudah ada sejak 2006 tapi, masih dilakukan dengan kurang baik," ujar Rina pada media Breafing secara daring pada, Senin (20/3).

Rina menilai kasus TBC pada anak mengalami peningkatan akibat di masa pandemi pasien TBC cenderung tidak berobat rutin dan menularkan anggota keluarga, terutama anak-anak.

“Masa pandemi banyak pasien TBC tidak berobat, jadi pasien juga tidak juga mendapatkan obat dari rumah sakit atau puskesmas. Jadi yang mau sakit tidak ke RS sehingga terdiagnosis sehingga dia menyebarkan,” terang nya.

Pencegahan TBC

Rina menyampaikan bahwa TBC bisa dicegah dan disembuhkan jika rutin melakukan pengobatan untuk semua penderita TBC. Salah satu pencegahan pada anak adalah dengan vaksinasi rutin BCG pada bayi 0–3 bulan.

Usaha pencegahan lainnya adalah meminum obat untuk mencegah TBC. Namun, Rina menilai hal ini masih sulit untuk dilakukan di masyarakat.

“Jadi lebih banyak orang salah paham pada obat ini. Karena tidak mudah membuat anak yang sehat memakan ini, terutama anak yang sehat perlu minum ini selama 3 bulan,” terang Rina.

Dirinya juga berpesan agar orang tua segera melakukan pemeriksaaan ke fasilitas kesehatan jika anak mengalami gejala TBC.

“Gejala yang sering, batuk lama, demam lama atau masalah berat badan turun. Sifat gejala itu persistensi, jadi dia menetap. Jadi batuk lebih dari dua minggu, bisa jadi dia asma, bisa jadi dia bronkitis dan bisa jadi TBC,” pungkas Rina.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat