visitaaponce.com

IDAI TBC Lebih Berbahaya Dibandingkan Covid-19 sehingga Harus Dilacak

IDAI: TBC Lebih Berbahaya Dibandingkan Covid-19 sehingga Harus Dilacak
Dokter memeriksa pasien penyakit Tuberkulosis (TBC) di RS Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.(ANTARA/Arif Firmansyah)

KETUA Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Rina Triasih mengatakan penyebaran penyakit menular Tuberculosis (TBC) perlu dilacak (tracing), sama halnya dengan covid-19.

Hal itu menurutnya karena TBC lebih mengkhawatirkan. Pasalnya, gejala orang yang terjangkit TBC tidak akan muncul dalam waktu singkat seperti covid-19 yang dapat dideteksi hanya dalam hitungan hari dan paling lama dua minggu.

"Kontak tracing khusus TBC itu sudah ada sejak 2006 tapi masih tidak dilakukan dengan baik," ujar Rina pada konferensi pers daring, Senin (20/3).

Baca juga: Diperingati Setiap 24 Maret, Ini Sejarah di Balik Penetapan Hari TBC Sedunia

Rina menjelaskan, gejala TBC bagi seseorang yang terjangkit baru akan muncul hingga dua tahun setelahnya. Sedangkan pada sebagian besar kasus, gejala akan muncul dalam periode satu tahun.

"Sehingga kalau kita kontak dengan pasien TBC tidak akan ada gejala dalam waktu dekat, akan terlihat sehat, sehingga ini perlu kita waspadai," tambahnya.

Pada tahun 2021, tercatat 969 pasien TBC di Indonesia. Namun, Rina menyebut capaian utama program TBC Nasional seperti indikator penemuan dan pengobatan pada TB sensitif obat (SO) maupun TB resisten obat (RO) masih di bawah target.

Baca juga: TBC, Ini Gejala dan Pengobatannya

"Yang sudah terdata masuk pada program TBC Nasional itu baru sekitar 46% saja. Artinya, masih ada 54% kasus ini yang hilang, tidak terdeteksi," kata Rina.

Kabar baik, Rina menyebut, pada 2022, kasus hilang tersebut telah menurun hingga tersisa 25%.

Meski begitu, kasus TBC pada anak di tahun lalu melonjak hingga mencapai 88.000 kasus.

"Apakah pelonjakan ini akibat pandemi mereka banyak di rumah jadi tidak berobat, bisa jadi daya tahan anak-anak yang semakin rendah, atau memang tracing-nya yang semakin gencar? Ini masih harus dievaluasi," imbuhnya.

Untuk itu, Rina tidak henti mengingatkan masyarakat untuk tidak menyepelekan TBC, selain berusaha melakukan pelacakan lebih masif bagi pemerintah dan berbagai fasilitas kesehatan.

Ketua UKK Respirologi IDAI itu juga mengimbau masyarakat untuk segera melakukan vaksin khusus TBC untuk menekan angka kasus kejadian.

"Apakah TBC bisa dicegah? Bisa, karena TBC sudah ada vaksinnya, tidak untuk anak dan remaja saja tapi juga dewasa. Obat ini disediakan gratis dari pemerintah," kata dia.

Sama seperti negara-negara lain, hingga saat ini, Indonesia masih berusaha mencapai target bebas TBC pada 2030. (Ant/Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat