visitaaponce.com

FOMO, Fenomena Unik di Tengah Kehadiran Blackpink

RACHEL Vennya menjadi sorotan di tengah kehadiran girl band asal Korea Selatan, Blackpink. Rachel dituding mengalami FOMO ketika menyaksikan konser Blackpink di Jakarta. Netizen berbondong-bondong menyerang Rachel karena ia sebelumnya tidak pernah memublikasikan kesukaannya pada Blackpink.

Kata FOMO yang kemudian dilontarkan ini menjadi menarik untuk dibahas. Pasalnya, FOMO tidak hanya berkaitan dengan Rachel. Antusiasme fan saat melakukan ticket war atau rebutan tiket Blackpink juga bisa dikategorikan sebagai FOMO.

Mencuatnya FOMO

Fenomena FOMO semakin sering terdengar seiring dengan berkembangnya media sosial. Cepatnya arus informasi yang ada di media sosial membuat banyak orang pada akhirnya berlomba-lomba untuk terus mengikuti zaman. Tanpa sadar kemudian masyarakat menjadi kecanduan dan merasakan kecemasan apabila tertinggal dari tren yang ada di media sosial.

Baca juga: Nge-Blackpink, Rachel Malah Disebut Fomo

Hal itu kemudian dikenal dengan istilah FOMO atau fear of missing out. Istilah ini sebenarnya pertama kali dikenal kala kehadiran Facebook di 2004. 

Banyaknya masyarakat yang tidak bisa lepas dari Facebook serta merasa ketakutan apabila tidak mengakses Facebook dikaitkan dengan fenomena ini.

Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin berkembangnya media sosial, fenomena FOMO ini justru semakin berbahaya. Media sosial yang sudah sangat kompleks seperti sekarang membuat kepalsuan yang ada di sana menjadi acuan bagi masyarakat untuk terus mengikuti tren yang berkembang. 

Baca juga: Teaser Pertama Album Solo Jisoo Bikin Terpukau 

Tidak jarang orang-orang yang mengalami FOMO ini kemudian mengalami ketakutan sampai kecemasan apabila tidak melihat tren dan mengikuti tren yang sedang berkembang.

Berkembangnya gawai yang memudahkan orang untuk mengakses informasi juga memperburuk kondisi ini. Masyarakat semakin sulit lepas dari media sosial yang membuat fenomena FOMO semakin dikenal secara luas.

Penelitian terkait FOMO

Walaupun FOMO sampai saat ini belum dikaitkan dengan gangguan psikologis, tetapi beberapa jurnal dan penelitian terus dilakukan untuk melihat dampak dari FOMO. Misalnya pada penelitian yang dilakukan Rozane De Cock, Jolien Vangeel, Annabelle Klein, Pascal Minotte, Omar Rosas, dan Gert-Jan Meerkerk dari National Library of Medicine, yaitu 6,5% dari 1.000 subjek di Belgia ditemukan memiliki permasalahan kestabilan emosi, kesadaran, dan harga diri yang rendah akibat sering mengakses media sosial karena takut ketinggalan tren.

Di Amerika Serikat (AS) juga ditemukan hal yang sama terkait fenomena FOMO. Misalnya pada penelitian yang dilakukan Riel Shensa, Cesar G Escobar-Viera, Jaime E Sidani, Nicholas D Bowman, Michael P Marshal, dan Brian A Primack dari National Library of Medicine pada 1.796 subjek di AS, ditemukan 44% dari subjek problematic social media use (PSMU) yang berkaitan dengan depresi.

Sementara itu, penelitian secara lebih luas yang berusaha dilakukan Andrew K Przybylski, Kou Murayama, Cody R DeHaan, dan Valerie Gladwell dalam Computer in Human Behavior pada 672 laki-laki dan 341 perempuan yang tersebar di AS, India, Australia, Kanada, Inggris, dan negara lainnya, ditemukan hubungan secara signifikan antara kebutuhan akan kepuasan, mood, kepuasan hidup dengan media sosial yang berhubungan dengan FOMO.

Dari berbagai penelitian tersebut ditemukan bahwa FOMO, media sosial, dan kondisi emosi seseorang ternyata mempunyai kaitan yang erat. Tidak jarang orang-orang yang terus-terusan berupaya mengikuti tren justru menjadi orang-orang yang lebih rentan mengalami depresi. Gangguan kecemasan juga kerap kali ditemukan jika mereka tidak mengakses media sosial yang dimilikinya.

Bisa dihindari

Ciri-Ciri FOMO sebenarnya sangat mudah diprediksi. Misalnya orang yang mengalami FOMO akan sering memeriksa media sosial yang dimiliki, mengalami perasaan negatif saat membandingkan kehidupan seseorang dengan apa yang tampaknya dilakukan orang lain di media sosial, merasa lelah secara mental dari media sosial, menarik diri dari orang lain, dan overscheduling (mencoba untuk berada di mana-mana setiap saat).

Nah, jika sudah mengalami ciri-ciri tersebut, ada baiknya Anda segera melakukan beberapa hal, seperti fokus pada diri sendiri, membatasi penggunaan media sosial dan gawai, mencari hubungan sosial dengan orang sungguhan, dan hargai diri sendiri. 

Kegiatan itu penting dilakukan setiap orang agar tidak terjerumus lebih dalam dan mengalami dampak negatif dari FOMO. Apabila dibiarkan, sebenarnya FOMO ini hanya akan merugikan diri sendiri. (Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat