visitaaponce.com

Persatuan Perawat Nasional Indonesia Menolak Substansi RUU Kesehatan

Persatuan Perawat Nasional Indonesia Menolak Substansi RUU Kesehatan
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyatakan menolak substansi RUU Kesehatan yang dinilai mendegradasikan profesi perawat.(Ist)

PERSATUAN Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyatakan RUU Kesehatan yang masih menuai pro dan kontra berpotensi kontra produktif.

“PPNI menyikapi perkembangan terakhir dalam bidang kesehatan adalah terkait pro kontra RUU Kesehatan yang dilakukan dengan metode Omnibus," kata Ketua Umum PPNI Harif Fadhillah di Jakarta, Selasa (18/4).

"Sebagai organisasi profesi yang mewadahi tenaga kesehatan yang terbesar dan vital dalam sistem kesehatan, kami melihat materi RUU Kesehatan akan sangat mempengaruhi perjalanan profesi perawat kedepan,” jelasnya.

Baca juga: Rencana Praktik Nakes Asing di Daerah Dinilai tidak Tepat

Harif juga menjelaskan bahwa organisasi PPNI yang dipimpinnya berada di 34 provinsi, 514 kabupaten/kota dan lebih dari 6.000 kepengurusan komisariat di tempat kerja.

"Dalam database PPNI sebanyak lebih dari 800 ribu perawat yang sampai hari ini terus menerus membantu anggota dan pemerintah dalam mengawal dan meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan anggotanya," jelas Harif.

Harif menegaskan bahwa PPNI sangat mendukung perubahan ke arah lebih dari sistem kesehatan di Indonesia.

UU N0 38 Tahun 2014 Masih Sangat Relevan

 "Pertama, substansi RUU Kesehatan berpotensi menghilangkan sistem yang mulai terbangun dengan didukung beberapa undang-undang yang masih relevan misalnya UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan," kata Harif.

Namun Harif menegaskan bahwa apabila RUU Kesehatan disahkan dan mencabut UU Keperawatan, maka profesi perawat akan kembali ke kondisi perawat 30 tahun lalu.  

Baca juga: PB IDI Minta Pembahasan RUU Kesehatan Dihentikan, Ini 4 Alasannya

“Sebagaimana tertuang dalam naskah akademik dan konsideran yang menjadi latarbelakang dari UU 38/2014 tentang Keperawatan, pengaturan keperawatan adalah untuk menjamin penyelenggaraan pelayanan keperawatan yang bertanggungjawab, akuntabel, bermutu, aman, terjangkau dan dilakukan oleh perawat yang memiliki kompetensi, kewenangan, etik, dan bermoral yang tinggi,” jelas Harif.

Mendegradasi Profesi Perawat di Tanah Air

Menurut Harif, pencabutan UU Keperawatan akan serta merta mendegradasi profesi perawat Indonesia yang saat ini sedang berkembang untuk kompetisi global.

"Pencabutan UU Keperawatan akan meletakkan profesi perawat pada kondisi tidak punya landasan pengembangan profesi yang kuat serta berpotensi menimbulkan masalah, konflik yuridis, sosial profesi, dan sistem pelayanan Kesehatan," jelasnya.

Dalam draf RUU Kesehatan, menurut Harif, masih tampak tidak sungguh-sungguh untuk mereformasi sistem kesehatan khususnya sumber daya kesehatan masih diskriminatif dalam pengaturannya.

Baca juga: RUU Kesehatan Wujudkan Transformasi Kesehatan di Indonesia

"RUU Kesehatan dijabarkan tentang kualifikasi sumber daya kesehatan dengan berbagai aspeknya adalah tenaga medis dan tenaga kesehatan," ucap Harif.

Hal ini menimbulkan persoalan tersendiri di kemudian hari,  maka akan ada turunan regulasi dan kebijakan yang berbeda dar isi porsi dan prioritas sebagaimana jauh sebelum penataan sistem kesehatan di Indonesia melalui Undang-undang Profesi masing-masing.

"Ada potensi mengurangi peran masyarakat madani dalam khasanah Kesehatan di Indonesia, yaitu organisasi profesi," katanya.

Padahal organisasi profesi adalah wadah masyarakat ilmiah bagi yang seprofesi dan sebagai wahana menyalurkan aspirasi anggota kepada pemangku kepentingan agar terjadi peningkatan profesionalisme dan kondisi kerja yang baik bagi sebuah profesi.

Beri Kemudahan Perawat Asing Bekerja di Indonesia

"RUU Kesehatan berpotensi memberi kemudahan perawat asing bekerja di Indonesia yang mengikuti kebijakan investasi," jelasnya.

"Jika secara teknis tidak ketat maka akan menjadi ancaman karena mempersempit kesempatan kerja lulusan perguruan tinggi keperawatan Indonesia. Jumlah lulusan Perguruan tinggi perawat di Indonesia sudah mencapai 65.000-75.000 per tahun," ucap Harif.

Baca juga: Pakar Hukum: RUU Kesehatan Tidak Selaras dengan Naskah Akademik

Dari semua hal tersebut di atas, yang sangat esensial menjadi suara perawat seluruh Indonesia adalah hilangnya kebanggaan sebagai profesi karena landasan profesinya sudah dicabut berbeda jika bandingkan dengan profesi insinyur, advokat, notaris, psikologi yang ada undang-undang tersendiri.

"Secara Universal disetiap Negara telah ada UU Keperawatan (nursingact) tersendiri yang menjadi acuan pengembangan dan penyelenggaraan profesi perawat, dengan ini PPNI secara tegas menyatakan menolak substansi RUU Kesehatan yang nyata-nyata mendegradasi profesi perawat Indonesia," jelas Harif.

Untuk itu, PPNI mendesak pihak-pihak yang berkompeten untuk melakukan pelurusan atas RUU Kesehatan Omni Bus Law terutama kepada Kemenko Polhukam dan Kemenko Kemaritiman dan Investasi  untuk memperhatikan aspirasi perawat agar UU No.38 tahun 2014 tidak dicabut atau setidak-tidaknya berbunyi UU 38 tahun 2014 tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan.

"Untuk menyampaikan aspirasi ini sejumlah perwakilan PPNI akan melakukan aksi penyampaian aspirasi tersebut yang direncanakan pada Rabu, tangga 19 April 2023," jelas Harif. (RO/S-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat