visitaaponce.com

Rencana Praktik Nakes Asing di Daerah Dinilai tidak Tepat

Rencana Praktik Nakes Asing di Daerah Dinilai tidak Tepat
Seorang tenaga kesehatan membentangkan poster saat berunjuk rasa menolak RUU Omnibuslaw Kesehatan di depan Gedung Parlemen(Antara Foto)

RENCANA Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mempermudah tenaga kesehatan asing di Indonesia mengisi kekosongan posisi nakes di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T) dinilai kurang tepat karena sarana, living cost, gaji, dan sebagainya yang sulit dipenuhi untuk mereka.

"Saya kira apa yang dilakukan Kementerian Kesehatan untuk mempermudah tenaga kesehatan WNA untuk praktik di daerah-daerah terpencil di Indonesia ada beberapa hal yang tidak tepat," kata PP Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Iqbal Mochtar saat dihubungi, Selasa (18/4).

Pertama, bila disebutkan karena kekurangan dokter di Indonesia. Menurutnya kekurangan dokter ini merupakan fenomena universal yang terjadi di banyak negara di dunia. Semua negara mengalami kekurangan dokter tetapi sistem tangan ada bisa menangani hal tersebut.

Baca juga: RUU Kesehatan Wujudkan Transformasi Kesehatan di Indonesia

Ia mencontohkan jika masyarakat banyak yang terkena penyakit jantung maka jangan terfokus pada ketersediaan dokter spesialis jantung, maka yang dibutuhkan semua dokter spesialis dan non spesialis.

"Seperti halnya dokter umum juga bisa menangani penyakit jantung dan dokter spesialis penyakit dalam juga bisa menangani jantung sesuai kapasitasnya. Jadi fokus kita jangan hanya terbatas secara sentrik," ujarnya.

Baca juga: Proteksi Keselamatan Nakes di Daerah Perbatasan Dimungkinkan Masuk RUU Kesehatan

Jika ada penyakit yang integral atau penyakit yang bisa ditangani oleh berbagai dokter spesialis maupun sub spesialis di dunia kedokteran.

Fenomena kedua yakni, jika membawa dokter asing masuk ke Indonesia bukan hal yang mudah karena dokter asing yang akan masuk tentu mengharapkan adanya tingkat kesejahteraan yang baik termasuk dengan salary.

Padahal di Amerika Serikat gaji seorang kardiologi sekitar Rp8 miliar per tahun atau sekitar Rp700-800 juta per bulan. Sehingga akan timbul pertanyaan apakah pemerintah atau pihak swasta bisa menyediakan hal tersebut untuk para dokter asing tersebut.

"Kedatangan mereka, tinggal di mana, keluarganya bagaimana, dan semua harus dipertimbangkan dan ini jika bicara cost effective dirasa tidak tepat. Perlu diingat juga bahwa rata-rata spesialis di Indonesia sudah ada tinggal bagaimana kita mengaturnya dengan baik," ungkapnya.

Ketiga, dokter asing yang mau masuk ke Indonesia itu tentunya sudah terbiasa di luar negeri melakukan tindakan berdasarkan peralatan yang advance atau maju. Jika para dokter tersebut masuk ke Indonesia dan ditempatkan di daerah 3T maka ilmu mereka akan sulit diaplikasikan.

Jika dokter WNA tersebut ditaruh di daerah terpencil dan sarananya tidak mendukung maka kemampuan mereka akan sangat terbatas.

Selanjutnya, perihal sosial, bahasa dan budaya perlu diperkuat dengan bahasa karena jika tidak bisa berbahasa dengan baik maka kecil kemungkinan bisa memberikan pelayanan yang berkualitas.

"Dalam dunia medis interaksi pasien dengan dokter merupakan absolut tanpa itu pelayanan berkualitas tidak bisa diberikan," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menjelaskan rencana pemerataan dokter asing praktik di Indonesia tersebut sudah coba diatur dalam RUU Kesehatan.

Dalam RUU Kesehatan pemanfaatan tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing lulusan luar negeri diatur dalam pasal 233 sampai 241.

"Saat ini memang belum, tapi sudah kita coba atur di RUU Kesehatan yang saat ini. Setelah itu semuanya baru dibahas dalam secara tenis aik secara syarat-syaratnya," katanya.

Dalam omnibus law kesehatan tersebut tenaga medis asing harus melalui berbagai syarat antara lain evaluasi kompetensi, penilaian administratif maupun kemampuan praktik, uji kompetensi, adaptasi, memiliki STR dan SIP, dan sebagainya.

"Nanti lengkapnya disusun secara teknis termasuk pengawasannya," pungkasnya. (Iam)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat