Komnas Perempuan Beri Beberapa Catatan untuk Poin Aborsi dalam RUU Kesehatan
![Komnas Perempuan Beri Beberapa Catatan untuk Poin Aborsi dalam RUU Kesehatan](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/05/24a4674c161709ad2c379ee9fea20cb3.jpg)
KOMISIONER Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Maria Ulfah Anshor menyampaikan beberapa catatan terkait poin aborsi dalam perubahan RUU Kesehatan omnibus law.
Adanya perubahan terkait pengertian sumber daya manusia yang bisa melakukan aborsi terhadap korban kekerasan seksual, menurut Ulfah perlu dikritisi. Tenaga kesehatan yang semula boleh menangani aborsi sangat terbatas, atau hanya tenaga kesehatan yang memiliki sertifikat keterampilan yang ditetapkan oleh Menteri, kini definisinya diperluas meliputi dokter, bidan, paramedis, atau apoteker. Ulfah menilai poin tersebut sangat mengkhawatirkan dan berisiko mengancam nyawa korban kekerasan seksual yang mengalami kehamilan.
“Saya secara pribadi, kalau betul tenaga kesehatan yang akan melakukan aborsi itu diperluas dengan bidan, paramedis, apoteker, saya kok rasanya terlalu riskan. Bahkan mungkin kalau boleh, saya rasanya lebih cenderung tidak setuju,” kata Ulfah kepada Media Indonesia, Rabu (24/5).
Baca juga: Polisi Bongkar Praktik Aborsi Ilegal, Lima Orang Ditangkap
“Yang boleh menangani aborsi harusnya dokter yang terlatih. Kalau dokter kan dari sisi keamanan, penanganannya, lebih yakin, lebih bisa dipastikan karena dia punya keahlian. Tetapi kalau bidan, paramedis, itu agak riskan. Apalagi apoteker, kok bisa melakukan mengaborsi? Saya kira itu yang perlu dikritisi. Meski ini adalah ruang untuk perlindungan dan pelayanan kepada korban kekerasan seksual yang mengalami kehamilan, tetapi harus ada batasan yang bisa memastikan dan menjamin korban tetap ada jaminan keselamatan, jaminan keamanan. Tidak kemudian diperluas, dipermudah tanpa pertimbangan seperti itu,” ujarnya.
Selain itu, poin yang diberi catatan oleh Ulfah berkaitan dengan poin aborsi dalam perubahan RUU Kesehatan ialah terkait batasan usia kehamilan yang semula enam minggu menjadi 14 minggu.
Baca juga: RUU Kesehatan, IDI: Adaptasi Dokter WNI Lulusan Luar Negeri Perlu Diatur
Ulfah menyebut Komnas Perempuan memang mendorong agar batas usia kandungan dapat dipertimbangkan ulang. Sebab, praktik di lapangan seringkali korban kekerasan seksual mengalami hambatan dan kendala untuk melakukan aborsi.
Meski di KUHP telah diusulkan batas usia kehamilan bagi korban kekerasan seksual untuk melakukan aborsi juga telah ditambah menjadi 14 minggu, dalam implementasinya, kata Ulfah, masih sangat sulit diakses untuk korban pemerkosaan. Selain tidak tersedia layanan yang boleh dan menyediakan aborsi untuk korban pemerkosaan, informasi terkait aborsi untuk korban juga sangat tertutup.
“Sama sekali tidak terinfo, tertutup, lembaga layanan juga dianggap sebagai praktik yang melanggar hukum. Dokter obgynnya dihukum karena memberikan layanan itu. Selain itu usia enam minggu bagi korban pemerkosaan itu di dalam praktiknya sangat sulit juga. Seringkali memproses itu sampai dengan mendapatkan surat keterangan dan lain-lain, usianya rata-rata sudah lewat enam minggu. Sehingga tidak memungkinkan lagi untuk dieksekusi,” jelasnya.
“Kalau dari sisi usia kandungan yang semula enam minggu lalu menjadi 14 minggu, lalu masuk dalam draft perubahan RUU kesehatan, saya kira ini menjadi upaya dari harmonisasi undang-undang. KUHP sudah menyatakan 14 minggu, di dalam UU kesehatan mau tidak mau menyesuaikan dengan yang sudah disahkan itu. Menurut saya itu kalau dari sisi legalnya ya,” pungkasnya. (Dis/Z-7)
Terkini Lainnya
Mahkamah Agung AS Menolak Pembatasan Akses Pil Aborsi Mifepristone
Mahkamah Agung AS Terbagi dalam Kasus Larangan Aborsi Idaho
Upaya Aborsi, Wanita Hamil yang Tewas di Ruko Ternyata Bersuami, Baru 4 Hari Tiba di Jakarta
Honduras Dilaporkan ke PBB karena Larangan Aborsi
Pengadilan Agung Florida Memungkinkan Amendemen Hak Aborsi
Donald Trump Dukung Larangan Aborsi setelah Sejumlah Minggu
APH Berspektif Gender Dibutuhkan dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual
Ketua KPU Terbukti Berbuat Asusila, Komnas Perempuan Minta Kuatkan SOP PPKS di Pelaksanaan Pemilu
DKPP Soroti Relasi Kuasa Antara Hubungan Hasyim dan CAT
Kasus Asusila Ketua KPU, Komnas Perempuan Dorong Implementasi UU TPKS
Mengapa Nama Ibu tidak Tertulis di Ijazah?
Cegah Penyiksaan, Pemerintah Didesak Ratifikasi OPCAT
Setelah Menang Presiden, Pezeshkian Kini Menghadapi Jalan Terjal
Grand Sheikh Al Azhar: Historis dan Misi Perdamaian Dunia
Kiprah Politik Perempuan dalam Pusaran Badai
Program Dokter Asing: Kebutuhan atau Kebingungan?
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap