visitaaponce.com

Liku-Liku Perjalanan Imam Syafii Menuntut Ilmu

Liku-Liku Perjalanan Imam Syafii Menuntut Ilmu
Siswa sekolah menengah Yaman mengikuti ujian akhir mereka di Sanaa, pada 6 Mei 2023.(AFP/Mohammed Huwais.)

IMAM Syafii merupakan ulama salaf ahlussunnah wal jamaah yang diakui ulama sedunia hingga kini. Ilmunya tidak diragukan lagi. Begitu pun kesalehannya. 

Bagaimanakah kisah penuh hikmah dari perjalanan Imam Syafii mencari ilmu? Berikut sekilas perjalanan Imam Syafii dalam rangka mempelajari ilmu, khususnya agama Islam, sebagaimana dilansir @fiqhgram di Instagram.

Dari Gaza ke Mekah

Perjalanan awal terjadi 2 tahun setelah kelahiran Imam Syafii pada 150 H. Hal ini karena ayah Imam Syafii wafat tidak lama setelah lahirnya beliau. Karena itu, bayi Imam Syafii dibawa ibunya menuju Mekah karena banyak sanak saudara di sana. Oh iya, Imam Syafii lahir di Gaza, Palestina.

Baca juga: Nasihat Imam Syafii tentang Ilmu, Belajar, dan Kemuliaannya

Ketika menetap di Mekah, Imam Syafii melakukan perjalanan menuju kabilah-kabilah yang ada di sekitar, khususnya kabilah Hudzail, saat remaja. 

Imam Syafii memilih kabilah Hudzail, karena kabilah ini tergolong paling fasih bahasa arabnya dan belum tercampur dengan kata-kata dan istilah 'ajam (non-Arab). Pada perjalanan kedua ini Imam Syafii banyak mendengarkan syair-syair Arab dan menghafal nasab-nasab kabilah Hudzail.

Baca juga: Dua Ulama Khatamkan Al-Qur'an Ribuan Kali dalam Hidup

Dari perjalanan ini, Imam Syafii mendapatkan kemampuan berbahasa Arab yang kelak akan sangat membantu beliau untuk memahami maksud dari ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini berlangsung sekitar 10 tahun dari 152-162 H.

Pada umur tujuh tahun, Imam Syafii sudah menghafal Al-Qur'an. Pada usia 10 atau 13 tahun dalam riwayat berbeda, beliau juga mampu menghafal kitab terkenal saat itu yakni Al-Muwattha karya Imam Malik. Pada usia 15 tahun, beliau ditunjuk menjadi mufti muda di kota Mekah atas bimbingan Syaikh Kholid az-Zanji.

Belajar kepada Imam Malik 

Pada perjalanan di Kota Madinah Munawarah, Imam Syafii mulai mendalami fikih secara serius dengan berguru langsung kepada Imam Malik, semoga Allah merahmati keduanya. Pada fase ini, masih belum tampak pandangan-pandangan pribadi beliau. Imam Syafii banyak memberi jawaban fatwa dengan pendapat gurunya sendiri Imam Malik.

Baca juga: 10 Persoalan dalam Fikih Kurban

Imam Syafii terus-menerus belajar kitab Al-Muwattha dengan Imam Malik sampai Imam Malik tutup usia. Rentang waktunya sekitar 163-179 H. Setelah Imam Malik wafat, Imam Syafii melanjutkan perjalanannya menuju ke Yaman.

Setelah Imam Malik wafat pada 179 H, di tahun yang sama, wafat pula guru lain dari Imam Syafii yaitu Muslim bin Khalid Az-Zanji.

Pada masa itu, Imam Syafii telah mempelajari banyak ilmu syar'i dan berhasrat untuk lebih banyak lagi belajar dari banyak guru. Oleh karena itu, beliau memutuskan untuk bekerja terlebih dahulu agar punya penghasilan yang rencananya digunakan untuk bekal dalam melakukan perjalanan menuntut ilmu.

Imam Syafii pulang kembali menuju Mekah. Ternyata Allah menakdirkan pada saat beliau pulang, ada gubernur dari daerah Yaman yang sedang berkunjung di Mekah. Beberapa orang Quraisy kemudian berbicara kepada penguasa tersebut agar Imam Syafii bisa ikut menemani pergi ke Yaman.

Berawal dari sini, Imam Syafii kemudian dipekerjakan dalam urusan administrasi negara oleh gubernur Yaman. Melihat kerja beliau yang profesional dan bagus, akhirnya nama beliau terangkat dan mulai dikenal masyarakat.

Pada fase ini, hubungan Imam Syafii dengan para ulama tidak terputus, meskipun beliau telah bekerja. Beliau masih belajar kepada Hisyam bin Yusuf, seorang qadi (hakim) dan fakih dari daerah Shan'a, Yaman. Hal ini berlangsung hingga 184 H.

Terkena fitnah

Terkenalnya Imam Syafii tentu memantik api dengki dan iri pada beberapa orang. Mereka mulai membuat fitnah-fitnah yang tidak berdasar untuk menjatuhkan Imam Syafii. Beliau dituduh ingin melakukan pemberontakan terhadap kekhalifahan 'Abbasiyah pada zaman Harun Ar-Rasyid dan ingin mendirikan daulah 'Alawiyyin.

Perlu diketahui sebelumnya bahwa suasana politik pada saat itu sedang gencar-gencarnya isu pemberontakan. Karena itu khalifah Bani 'Abbasiyah tak segan-segan menangkapi dan mengeksekusi siapa saja yang dianggap memberontak terhadap kekhalifahan.

Akhirnya Imam Syafii dibawa menuju ke hadapan khalifah Harun Ar-Rasyid. Ternyata pada saat itu terdapat Muhamad bin Al-Hasan Asy-Syaibani, salah satu murid langsung dari Imam Abu Hanifah, sekaligus orang yang dihormati oleh khalifah Harun Ar-Rasyid.

Muhammad bin Al-Hasan mengenal Imam Syafii dan pernah bertemu ketika di Mekah. Beliau juga mendengar komentar yang baik-baik tentang Imam Syafii dari masyarakat. Akhirnya, Imam Syafii bisa selamat dari tuduhan pemberontakan berkat pembelaan dari beliau.

Setelah Imam Syafii dibebaskan dari tuduhan, beliau tidak langsung pulang ke Yaman. Ia tinggal dengan Muhammad bin Al-Hasan untuk belajar fikih Imam Abu Hanifah serta ushul mazhabnya. Ini berlangsung sampai 189 H.

Demikian sekelumit kisah hikmah dari Imam Syafii mencari ilmu dan belajar dengan sejumlah guru. Beliau mencari ilmu di beberapa tempat yang jauh. Padahal dulu belum ada kendaraan bermotor atau pesawat. Semoga kita juga mengikuti semangat Imam Syafii dalam menuntut ilmu. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat