visitaaponce.com

FKUI dan Tim Truncate Upayakan Pengobatan TB Dua Bulan

FKUI dan Tim Truncate Upayakan Pengobatan TB Dua Bulan
Ilustrasi(Medcom)

Selama ini, rata-rata terapi tuberkulosis (TB) membutuhkan waktu enam bulan. Karena durasi terapi yang terlalu lama itu, tidak sedikit pasien yang berhenti menjalani pengobatan di tengah jalan dan akhirnya resisten terhadap obat.

Untuk mempersingkat terapi, pada 2022, muncul panduan pengobatan selama empat bulan dengan menggunakan obat isoniazid, moxifloxacin, pyrazinamide, dan rifapentine. Rifapentine merupakan obat turunan dari rifampicin yang memiliki efektivitas lima kali lipat. Itu memungkinkan penyembuhan menjadi empat bulan.

"Semakin pendek terapi TB, semakin tinggi tingkat kepatuhan pasien. Semakin patuh pasoen, semakin kecil mereka mengalami resisten obat sehingga mempercepat upaya pembrantasan TB," kata Dokter Spesialis Paru dr Erlina Burhan dalam Apresiasi Studi Uji Klinis UI dan Tim Truncate di Aula FK UI, Salemba, Jakarta Pusat, Senin (31/7).

Baca juga: Kasus TB Meningkat, Deteksi Dini Harus Diperluas

Tidak berhenti di situ, terobosan terus dilakukan. Baru-baru ini, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) bekerja sama dengan Tim Truncate, dan Rumah Sakit Universitas Nasional (National University Hospital/NUH) Singapura membuat terapi/pengobatan TB yang hanya memerlukan waktu lebih pendek yakni hanya dua bulan saja.

Erlina menjelaskan saat ini sudah hampir ditemukan obat yang memungkinkan hal tersebut terjadi.

Baca juga: TB: Gejala, Penyebab dan Cara Mengobatinya

Truncate TB yang merupakan singkatan dari Two-Month Regimens Using Novel Combinations to Augment Treatment Effectiveness for Drug-Sensitive Tuberculosis tengah dalam proses uji klinis fase 2-3. Itu bertujuan untuk mengevaluasi strategi pengobatan TB sensitif obat selama delapan minggu dengan periode pemantauan selama 96 minggu. Regimen yang digunakan adalah bedaquiline, linezolid, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol.

"Efikasinya adalah pasien merasa lebih nyaman. Dari segi keamanan angka insidensi kejadian tidak diinginkan tidak banyak, sehingga kesimpulannya adalah ini merupakan strategi baru dan sama efektifnya serta lebih diterima oleh pasien," ungkapnya.

Tahap lanjutan dari uji klinis penelitian tersebut ditargetkan akan diperluas selama 2 bulan di empat rumah sakit yakni RSUP Persahabatan Jakarta, RS Hasan Sadikin Bandung, RS Universitas Indonesia Depok, dan RS Islam Cempaka Putih Jakarta.

Sebagaimana diketahui, pada 2021, kasus TB di Indonesia mencapai 969 ribu kasus dan yang menjalankan pengobatan sekitar 86%. Sayangnya dari 86% tersebut tidak semuanya yang menjalani pengobatan secara penuh membuat pasien statusnya menjadi TB RO atau Tuberkulosis Resisten Obat.

"Dengan demikian kasus TB RO kita juga meningkat, kasus TB RO kita diestimasikan sekitar 28 ribu maka sisanya ada di masyarakat menjadi sistem penularan yang baru sehingga diperlukan riset," kata Erlina.

Pada 2030, kasus TB ditargetkan menurun 80% sehingga kasus TB di Indonesia hanya 1.000 kasus, dan angka kematian juga menyusut hingga 90%. Kemudian di tahun tersebut juga tidak ada lagi biaya katastrofik rumah tangga. (Z-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat