visitaaponce.com

78 Tahun Kemerdekaan Indonesia, Sektor Pendidikan Cuma Pelengkap Derita

78 Tahun Kemerdekaan Indonesia, Sektor Pendidikan Cuma Pelengkap Derita
Ilustrasi(Media Indonesia)

KOORDINATOR Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan bahwa sektor pendidikan masih belum menjadi prioritas di Indonesia. Berbeda dengan infrastruktur dan ekonomi, pendidikan dikatakan hanya menjadi pelengkap derita saja.

“Pendidikan ini diharuskan untuk ada, tapi belum jadi prioritas. Makanya kebijakan mulai dari penganggaran, akses, peningkatan kualitas masih jadi tanda tanya besar. Contohnya saat ini ada 60% SD rusak. Sementara pemerintah lagi sibuk dengan infrastruktur. Kenapa enggak jadikan pendidikan sebagai infrastruktut primer atau prioritas?,” ungkapnya dalam acara Public Discussion Refleksi 78 Tahun Kemerdekaan Pendidikan Indonesia, Rabu (16/8).

Karena itu juga, menurut Ubaid, slogan merdeka belajar belum sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh Ki Hajar Dewantara.

Baca juga : Komisi X DPR akan Evaluasi Penyelenggaran Pendidikan Indonesia

Setidaknya terdapat tiga hal yang harus dipenuhi untuk menyatakan diri terkait substansi merdeka tersebut.

“Pertama manusia merdeka adalah tidak hidup terperintah. Kedua berdiri tegak dengan kekuatan sendiri. Ketiga cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Jadi ini yang dikehendaki Ki Hajar Dewantara untuk anak Indonesia,” tegas Ubaid.

Baca juga : Bonus Demografi Kunci Indonesia Keluar dari Jebakan Negara Berpendapatan Menengah

Dia menegaskan bahwa kenyataannya Indonesia masih menjadi manusia terjajah di mana seseorang yang dapat bersekolah dan berkuliah hanya yang memiliki modal. Sementara itu, untuk anak yang tidak memiliki modal hanya akan terlunta-lunta.

“Bagaimana nasib anak Indonesia yang dijamin UU untuk mendapatkan hak pendidikan? Ternyata di lapangan yang terjadi itu malah kuasa modal, yang kaya bisa kuliah dan sekolah hanya yang memiliki modal,” tuturnya.

Selain itu, ketersediaan sekolah negeri atau sekolah murah juga dikatakan masih terbatas. Hal ini membuat mayoritas anak Indonesia harus bersekolah di sekolah swasta yang mahal.

 

Kekerasan di lingkungan pendidikan

Belum lagi permasalahan kekerasan di sekolah masih terus terjadi sampai saat ini. Dari data JPPI, sepanjang 2021-2023 terdapat peningkatan kasus kekerasan seksual di sekolah.

“Pada 2021 kita temukan ada 86 kasus kekerasan seksual, 2022 itu naik menjadi 105 kasus. Di 2023 sampai Juli itu sudah 92 kasus dan masih ada 5 bulan lagi. Ini sampai Desember 2023 pasti akan menyalip data 2022. Ini karena di sekolah enggak terjadi suasana merdeka dan yang ada hanya relasi kuasa yang hegemonik,” ujar Ubaid.

Di tempat yang sama, Pendiri Sanggar Anak Alam Yogyakarta Toto Raharjo mengatakan bahwa kemerdekaan itu erat kaitannya dengan ketidakadilan. Jika ketidakadilan belum terpenuhi, kemerdekaan masih menjadi sebuah tanda tanya besar.

Dari sisi pendidikan, menurutnya ketidakadilan ini masih sangat terlihat jelas. Menurutnya sedari dahulu sampai saat ini, pendidikan di Indonesia tidak pernah memihak kepada kelas bawah.

“Makanya kalau refleksi saya bahkan saya melihat di dalam sistem penyelenggaraan sekolah dari dulu sampai sekarang tidak memihak kelas paling bawah. Semua sekolah yang kita dirikan semua cara berpikir untuk elit. Jadi sejak mendirikan sekolah itu sudah emggak adil kok untuk kelas yang bawah dan itu pasti tidak diperhitungkan,” ucap Toto.

Dia menjelaskan bahwa ketidakadilan terdiri atas ketidakadilan gender, kelas sosial, usia dan sumber daya alam. Dia menegaskan bahwa ketidakadilan di sektor pendidikan masih berkutat pada ketidakadilan tersebut sampai saat ini.

“Makanya bicara kemerdekaan harus kembali ke ketidakadilan dan ketidakadilan juga kan banyak. Menurut saya pendidikan ada di faktor itu semua. Mari kita cek bersama. Itulah yg disebut kontekstual atau tidak. Mari pertanyakan ketidakadilan ini telah terjadi atau tidak juga dan itu bisa mulai dari melihat ke kelas paling bawah,” pungkasnya. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat