visitaaponce.com

Makna Mendalam di Balik Kemenangan Kaesang dan Erina dalam Lomba Baju Adat

Makna Mendalam di Balik Kemenangan Kaesang dan Erina dalam Lomba Baju Adat
Makna di balik busana adat Kaesang dan Erina dalam lomba busana adat HUT RI ke-78(Instagram)

Di tengah rangkaian perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia yang ke-78 di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/8), ada sebuah peristiwa menarik. Anak bungsu Presiden Joko Widodo, yaitu Kaesang Pangerap, menerima hadiah sepeda dari ayahnya.

Selain itu, Kaesang Pangarep dan istrinya Erina Gudono juga meraih posisi juara keempat dalam lomba busana adat terbaik. Sekaligus dalam acara tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mendapatkan hadiah serupa setelah dinobatkan sebagai juara kelima dalam lomba yang sama.

Di dalam kompetisi busana adat terbaik, juara pertama diraih oleh Raja Amarasi yang memakai pakaian adat dari Nusa Tenggara Timur (NTT), sedangkan juara kedua diraih oleh Gretty dengan pakaian adat Bengkulu. Sementara itu, juara ketiga diberikan kepada Kohar yang mengenakan pakaian adat dari Banyuwangi.

Baca juga: Ribuan Warga Berpakaian Adat Ramaikan Perayaan HUT RI di Istana Merdeka

Kaesang Pangarep memilih pakaian adat Minahasa, Sulawesi Utara, sebagai penampilannya, sementara Sri Mulyani Indrawati memakai baju adat Soe dari Timor Tengah Selatan.

Setelah para pemenang menerima penghargaan, mereka mengabadikan momen dengan berfoto bersama sambil memegang hadiah masing-masing.

Baca juga: Ini Makna dari Pakaian Adat Kepulauan Tanimbar yang Dipakai Jokowi saat Pidato Kenegaraan

Pertunjukan upacara HUT ke-78 Republik Indonesia di Istana Merdeka pada Kamis tersebut dihadiri oleh sekitar 7.000 peserta, semuanya mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah di Indonesia.

Presiden Joko Widodo, yang menjadi inspektur upacara, juga menghiasi dirinya dengan busana adat yang biasa dikenakan oleh Raja Kasunanan Surakarta.
Peristiwa tersebut juga mencuat di dunia maya, dengan foto-foto Kaesang dan Erina Gudono saat menerima hadiah sepeda. 

Pakaian yang dikenakan oleh Kaesang adalah baju perang tradisional Minahasa Kabasaran.

Pegiat kebudayaan Minahasa, Tonaas Rinto Taroreh, menjelaskan bahwa tarian Kabasaran adalah ritual tarian perang khusus bagi para leluhur sebelum berperang.

Para penari mengenakan pakaian yang dominan berwarna merah lengkap dengan beragam aksesori yang memiliki berbagai makna.
Menurut Tonaas, warna merah dalam busana tersebut.  Melambangkan simbol kehidupan, bukan hanya sebatas perang, tetapi juga menggambarkan semangat para leluhur dalam mempertahankan kehidupan serta berperan sebagai pelindung negeri.

Tonaas Rinto Taroreh juga mengungkapkan arti dari topi yang dikenakan oleh penari dalam tarian Kabasaran. Topi tersebut menggambarkan elemen-elemen seperti burung Uak, tanduk sapi, dan bulu ayam hutan. Topi perang ini memiliki simbolisme yang kuat terkait dengan dunia atas, alam dewa, dan pengingat akan sementaranya dunia. 

Selain itu, topi tersebut mengajarkan pentingnya berbuat kebaikan dan kesiapan mengorbankan diri demi keberlangsungan banyak orang.
Para penari juga membawa senjata bernama Santi, yang memiliki ukuran panjang. 

Santi memiliki makna sebagai lambang pemisah antara yang baik dan jahat, serta memiliki sejarah penggunaan dalam perang Spanyol dan merupakan senjata khas Minahasa.

Tengkorak-tengkorak yang digunakan sebagai kalung oleh para penari juga memiliki makna yang mendalam. Meskipun pada awalnya tengkorak manusia (musuh) digunakan sebagai lambang kekuatan dalam perang, saat ini telah diganti dengan tengkorak monyet.

Selain itu, Erina juga menjelaskan tentang baju yang mereka kenakan melalui akun Instagramnya. Ia menyampaikan bahwa pakaian tersebut merupakan tradisi leluhur suku Minahasa di Sulawesi Utara yang dikenal sebagai "Kawasaran." Kawasaran adalah tarian Ksatria Minahasa yang juga disebut sebagai "Waraney." Awalnya, Kawasaran dilakukan sebagai bagian dari ritual Mahsasau.

Dengan demikian, pakaian Kawasaran yang dikenakan oleh Kaesang dan Erina dalam tarian Kabasaran mengandung makna yang mendalam, mencerminkan warisan budaya dan semangat para leluhur dalam mempertahankan kehidupan serta menghadapi tantangan.

"Tata rancangan pakaian dan aksesori ini dibuat dengan prinsip sustainable fashion sebagai panduan utama, di mana tidak ada penggunaan bahan dari hewan asli. Kami memilih untuk mengenakan baju adat Kawasaran sebagai bentuk penghormatan kami terhadap para Waraney (ksatria) bangsa yang gigih berjuang melawan penjajah. Kami membangkitkan semangat generasi muda ksatria Waraney untuk meneruskan perjuangan dalam memajukan bangsa," lanjut mereka.

Dalam unggahan lainnya, Erina menambahkan, "Ada tiga simbol kunci yang terkandung dalam Kawasaran.

Pertama, gegana alias kenangan yang diwujudkan melalui porong pada bagian kepala yang didekorasi dengan bulu ayam jago dan kepala burung uak.

"Makna di baliknya adalah melakukan tindakan baik," tulis Erina.

Kedua, pemenden (perasaan), yang dilambangkan dengan "karai" berupa kulit kayu dan kalung, baik yang terbuat dari manik-manik, dari taring babi rusa, atau perunggu.

"Artinya, manusia harus selalu menimbang dengan perasaan, namun harus dalam proporsi yang wajar," lanjut dia.

Ketiga, keketez (kekuatan), yang diwakili oleh ikatan di tangan, kaki, dan pinggang.

"Ikatan-ikatan ini telah dihadapkan kepada Sang Pencipta dan diyakini memiliki kemampuan memberikan kekuatan." tambah Erina.

Salah satu atribut penting yang sering digunakan adalah 'santi' (pedang), yang melambangkan simbol pembuka jalan kehidupan, pemeliharaan kehidupan, serta pelindung kehidupan itu sendiri. 

Tengkorak juga merupakan simbol pemburu. Erina juga memberikan penjelasan mengenai teriakan "I Yayat U Santi" dalam tarian tersebut.

Teriakan ini memiliki arti mengangkat pedang dan memainkannya (acung-acungkan), mewakili semangat dalam menghadapi tantangan kehidupan. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat