visitaaponce.com

PTN dan PTS Harus Bersinergi Tingkatkan APK Pendidikan Tinggi,

PTN dan PTS Harus Bersinergi Tingkatkan APK Pendidikan Tinggi,
Ilustrasi(Istimewa)

Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Tinggi di Indonesia masih terbilang rendah bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan APK Pendidikan Tinggi  pada 2022 sebesar 31,16%, jauh lebih rendah dari Singapura yang mencapai 91,09%. Indonesia bahkan di bawah Thailand yakni 49,29% dan Malaysia 43%. 

Kondisi itu menjadi ironis mengingat Indonesia tengah dihadapkan pada bonus demografi.

Plt Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbudristek, Nizam, mengatakan peningkatan APK saja sebenarnya tidak cukup untuk meningkatkan kompetensi angkatan kerja. Perlu kolaborasi untuk memastikan pendidikan tinggi yang berkualitas dan relevan.

Baca juga: Universitas Pancasila Edukasi Guru PAUD soal Bahaya Sinyal dan Radiasi

"Kita transformasi agar seluruh perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) bisa berkolaborasi untuk memberikan akses kepada modul pembelajaran dan dosen berkualitas yang bisa disalurkan secara merata," ujar Nizam dalam Bincang Edukasi Sinergitas Tingkatkan APK Bermutu dan Berkeadilan bersama Jurnalis Cempaka, Kamis (15/9). 

Nizam mengatakam peningkatan kapasitas PTN dan PTS membutuhkan dukungan semua pihak, terutama adanya sinergitas antara PTN dan PTS. 

Baca juga: Universitas Muhammadiyah Jakarta Sambut Mahasiswa Baru

Strategi lain adalah memfasilitasi merger PTS kecil, program beasiswa berkeadilan dan tepat sasaran melalui KIP Kuliah, hingga peningkatan kualitas dosen atau tenaga pendidik. 

"Penguatan mutu dosen dan tenaga pendidik  sebagai tulang punggung mutu pendidikan melalui penataan sistem karier juga pemberian beasiswa, mobilitas, dan internship dosen dan tendik," jelasnya. 

Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Budi Djatmiko menilai bahwa sejauh ini PTS masih dianaktirikan oleh pemerintah. Mulai dari bantuan anggaran hingga seleksi masuk perguruan tinggi terkesan merugikan PTS. Bahkan, di tahun 2019, dana kartu Indonesia pintar (KIP) yang diberikan pada PTS sangat terbatas. 

"Dari kuota 150 ribu, PTS hanya mendapatkan 3% saja. Itu diskriminatif luar biasa dan bertahun-tahun pemerintah seperti itu,” kata dia. 

Menurutnya, untuk meningkatkan APK  Pendidikan Tinggi, bantuan seharusnya lebih banyak dialokasikan untuk PTS. Mengingat, biaya pendidikan di PTS rata-rata hanya sebesar Rp1,7 juta per semester, berbeda dengan biaya kuliah di PTN yang justru lebih mahal. 

Selain itu, jumlah mahasiswa tidak mampu di PTN juga tidak lebih dari 2%. Artinya yang benar-benar membutuhkan dukungan adalah mahasiswa tidak mampu yang jumlahnya lebih banyak di PTS. 

"Untuk meningkatkan APK, serahkan saja ke PTS. Alokasikan anggaran 75% ke PTS dan 25% PTN. Utamakan pada PTS yang kecil,” tuturnya. 

Wakil Bendahara II Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Muhammad Muchlas Rowi membeberkan bahwa kondisi PTS saat ini sedang tidak baik-baik saja. Bahkan terjadi penurunan mahasiswa di seluruh PTS di Indonesia. 

Dia menyoroti seleksi mandiri di PTN dengan kuota dan waktunya yang tidak terbatas. Tisak ada transparansi besaran kuota untuk seleksi mandiri ini dan waktu seleksi pun sangat panjang. Lantas, hal itu justru merugikan PTS yang selama ini hanya menerima limpahan mahasiswa dari PTN. 

"PTS biasanya limpahan dari PTN. Kalau tidak dibatasi itu bagaimana nasib PTS,” ungkapnya. 

Rektor Universitas Yarsi Fasli Jalal menyarankan agar Ditjen Diktiristek memiliki rasio antara perguruan tinggi dengan jumlah penduduk. Sehingga akan diketahui pemetaan yang benar untuk distribusi perguruan tinggi di Indonesia. Selain itu, perlu dilihat juga apakah ada kecenderungan jika ada pergeseran APK yang terjadi karena bertambahnya jumlah PTN saat ini.

"Kalau dulu persentase swasta lebih tinggi karena PTN belum banyak dan berkembang benar. Tapi sekarang sudah mulai makin besar, jadi pergeseran APK ini terjadi," jelasnya.

Dia berharap sinergitas PTN dan PTS bisa dibangun dengan baik. Sebab, keduanya sama-sama mengemban amanat untuk mencerdaskan anaka bangsa. Apalagi dengan adanya bonus demografi, maka sudah sepatutnya PTN dan PTS bahu-membahu melahirkan generasi yang memiliki SDM unggul. 

Adapun, data BPS menyebutkan APK Pendidikan Tinggi pada 2022 sebesar 31,16%, sedangkan di tahun 2021 sebesar 31,19%. Data ini sedikit berbeda dengan data Ditjen Diktiristek, Kemendikbudristek, di tahun 2022 APK Pendidikan Tinggi sudah mencapai 39%, melampaui target RPJMN 2023 sebesar 37%.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat