visitaaponce.com

Karhutla Semakin Mengancam di September

Karhutla Semakin Mengancam di September
Lahan yang terbakar di Sepucuk, Pedamaran, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.(Antara)

Pantai Gambut mencatat adanya lonjakan titik panas yang memicu meluasnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada bulan September 2023 dibanding bulan-bulan sebelumnya. Terhitung dari 1 sampai 12 September 2023 saja, titik panas di satuan hidrologis gambut (KHG) tercatat sebanyak 15.302. Angka itu meningkat dibanding Agustus 2023 yang hanya 14.437 titik dan Juli sebanyak 3.309 titik.

Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatra selatan dan Papua Selatan menjadi empat provinsi yang terlihat mendominasi sebaran titik panas.

Juru Kampanye Pantau Gambut Abil Salsabila mengungkapkan, tren kenaikan jumlah titik panas yang sering terjadi setiap bulan September harus menjadi peringatan nyata bagi pemerintah untuk melakukan mitigasi jangka panjang.

“Berbagai pernyataan pemerintah sering menyuguhkan penurunan angka karhutla saat ini dibanding 2015 dan 2019 yang mengalami karhutla besar. Padahal, penting untuk melihat bahwa pola peningkatan karhutla yang tidak berubah setiap tahunnya menjadi indikasi tidak tepatnya priroitas kebijakan,” kata Abil dalam keterangan resmi, Selasa (19/9).

Baca juga: Ekosistem Gambut di Kalsel Kian Terancam

Menurut dia, saat ini pemerintah hanya berfokus pada upaya tanggap darurat dan kasussitik dibandingkan mitigasi jangka panjang seperti memastikan kepatuhan konsesi terhadap perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.

Menurut dia, penegakan hukum pada perusahaan yang membuka lahan dengan cara bakar juga menjadi masalah lain yang tidak kunjung dianggap serius oleh pemerintah. Kajian Pantau Gambut pada Juli 2023 menyebutkan bahwa 666 perusahaan yang beroperasi di atas lahan gambut memiliki tingkat kerentanan karhutla yang tinggi.

“Fakta ini memperpanjang catatan pada lemahnya komitmen pemerintah dalam menanggulangi rusaknya ekosistem gambut. Tidak kompetennya pemerintah dapat dilihat dari lemahnya penegakan hukum pada perusahaan yang terbukti mengalami karhutla di area kerjanya, pemutihan perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi dalam kawasan hutan hingga kelonggaran bagi konsesi pada area kubah gambut,” tegas dia.

Baca juga: Penegakan Hukum Jadi Kunci Kesuksesan Pengendalian Karhutla

Terpisah, Koordinator Lab TMC BRIN Budi Harsoyo mengungkapkan, pihaknya kini tengah melakukan upaya teknologi modifikasi cuaca di wilayah Riau untuk mencegah terjadinya karhutla. Budi mengakui, TMC yang dilakukan di musim kemarau tentu akan menemui sejumlah tantangan.

“Kendala jelas ada. Saat sudah musim kemarau, potensi hujan tidak selalul ada setiap hari. Kelembaban udara yang relatif kering biasanya jadi kendala utama, dan ini wajar karena musim kemarau,” ucap Budi.

Namun, pihaknya terus berkoordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk melihat awan-awan potensial hujan di berbagai wilayah.

“Selama sepekan ke depan potensi hujan di wilayah Riau agak membaik karena faktor cuaca skala regional seperti medden julian oscillation (MJO) yang sedang aktif,” ungkapnya.

Rencananya, TMC Riau akan dilakukan selama 12 hari dengan menyiapkan sebanyak 15 ton bahan semai. Sebelumnya, operasi TMC pencegahan karhutla juga telah dilakukan di berbagai wilayah, seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jambi, Sumatra Selatan dan NTT.

Bahaya Laten

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanthi mengungkapkan, dengan banyaknya ekosistem seperti gambut, karhutla merupakan bahaya laten yang terus mengintai Indonesia. Karenanya, Indonesia terus melakukan upaya jangka panjang.

Pemerintah, kata dia, telah menerapkan solusi permanen yang dilakukan secara terus-menerus. Dimusim hujan, pihaknya melakukan upaya pencegahan penataan lahan gambut. Lalu di musim-musim rawan seperti kemarau, pihaknya juga melakukan upaya teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk mencegah terjadinya kebakaran hebat.

“Intinya pengendalian karhutla tidak hanya bicara pemadaman api saja. Tapi sejak perencanaan sampai mudah-mudahan apinya tidak terjadi. Nanti kalau apinya sudah tidak terjadi, programnya kita ganti, bukan pengendalian karhutla tapi pengendalian pelestarian hutan dan lahan,” pungkas Laksmi.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat