visitaaponce.com

Polusi Jabodetabek Naikkan Kasus Penyakit Pernapasan 34

Polusi Jabodetabek Naikkan Kasus Penyakit Pernapasan 34%
Lanskap gedung bertingkat yang diselimuti kabut polusi udara di Jakarta, Rabu (13/09/2023).(MI/Usman Iskandar.)

BERDASARKAN studi yang dilakukan Nafas dan Halodoc diketahui bahwa udara buruk Jabodetabek berpotensi meningkatkan kasus penyakit pernapasan hingga 34%. Hal itu diketahui dengan mengkaji hubungan keterkaitan antara polusi PM2,5 dengan jumlah kasus penyakit pernapasan yang masuk dalam aplikasi Halodoc.

"Penelitian gabungan dilakukan di Jabodetabek pada periode Juni sampai Agustus 2023 menggunakan metode statistik deskriptif analitis," kata Co-founder and Chief Growth Officer Nafas Piotr Jakubowski, Selasa (26/9). Berdasarkan studi, konsentrasi PM2,5 dengan kategori tidak sehat berisiko menimbulkan masalah pernapasan dalam rentang waktu 12 jam. 

Selain itu, kasus penyakit bronkitis dan asma meningkat 5 kali lipat dalam kurun waktu 48 jam. Kelompok sensitif memiliki risiko tertinggi masalah pernapasan dengan peningkatan kasus hingga 48%. Dalam hal ini, anak-anak berusia kurang dari 6 tahun dan lansia berusia 55 tahun ke atas menjadi kelompok berisiko paling tinggi.

Baca juga: KLHK akan Standarisasi Alat Ukur Kualitas Udara

Ia berharap penelitian itu dapat melengkapi studi yang ada, terutama temuan-temuan baru terkait polusi PM2,5 dan hubungannya dengan penyakit pernapasan di Indonesia khususnya Jabodetabek. "Dengan semakin banyak data kualitas udara dari jaringan low cost sensor yang tersedia, semakin besar peluang untuk melengkapi insight yang dibutuhkan terkait kondisi lapangan. Selain itu memaksimalkan pemanfaatan teknologi dapat membantu meningkatkan upaya melindungi warga dari berbagai risiko kesehatan," pungkas dia.

Pada kesempatan itu, Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Anas Ma'ruf mengungkapkan perlu waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan masalah polusi udara di perkotaan. Karenanya, dibutuhkan kolaborasi semua pihak untuk mengatasinya.

Baca juga: PM tidak Bisa Jadi Satu-Satunya Indikator Pengukur Kualitas Udara

"Kita harus meningkatkan kolaborasi dan edukasi ke masyarakat. Meningkatkan kepedulian masyarakat terkait dengan upaya yang dilakukan dan melihat risiko yang ada agar masyarakat tidak terkena dampak dari polusi udara," kata Anas. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat