visitaaponce.com

Kolaborasi dengan Satu Data untuk Atasi Kemiskinan

Kolaborasi dengan Satu Data untuk Atasi Kemiskinan
Perencana Ahli Madya Koordinator Bidang Bantuan Sosial Bappenas Dinar Dana Kharisma (kiri) menjadi pembicara dalam Executive Forum(MI/Usman Iskandar)

PENANGGULANGAN kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem dinilai belum efektif. Salah satunya disebabkan data yang belum akurat. Padahal, pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan di Indonesia sekitar 6%-7% dan kemiskinan ekstrem mendekati 0% pada 2024.

Hal itu merupakan tantangan yang cukup berat. Oleh karena itu, upaya pencapaian target di atas perlu dibarengi dengan perbaikan data secara total dan integrasi program disertai pemberdayaan ekonomi yang masif.

Perencana Ahli Madya/Koordinator Bidang Bantuan Sosial Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Dinar Dana Kharisma salah satu yang perlu diperbaiki dalam perlindungan sosial maupun penanggulangan kemiskinan adalah transformasi data menjadi Registrasi Sosial Ekonomi.

Baca juga: Penanganan Kemiskinan Berkaitan Erat dengan Pengendalian Stunting

Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) merupakan inisiatif kolaborasi multi kementerian/lembaga dalam penyediaan data berkualitas. Regsosek diharapkan dapat menyediakan Satu Data Program Perlindungan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat.

Dinar menyebut saat ini dibutuhkan data yang terperingkat dan mencakup keseluruhan penduduk. Data tersebut harus padu dan terinteroperabilitas dengan berbagai macam sektor.

Baca juga: NasDem Minta Heru Budi Fokus Atasi Kesenjangan Sosial di Jakarta

“Setelah data tersedia dan kita secara akurat mengetahui siapa yang paling miskin, maka kita kerjakan bersama-sama upaya penanggulangan kemiskinan itu dengan berdasar satu data tadi,” ungkapnya dalam acara Executive Forum yang diselenggarakan oleh Media Indonesia di Hotel Aryaduta Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (25/10).

Data yang padu disebut bisa memetakan banyak hal. Hal itu, kata Dinar, sudah dilakukan Registrasi Sosial Ekonomi. Data Registrasi Sosial Ekonomi yang berbasis individu dan keluarga dapat menunjukkan siapa kelompok rentan dan di mana ia tinggal.

“Kalau ini diintegrasikan dengan data lain, misalnya data risiko bencana, kita jadi tahu siapa yang tinggal di daerah paling rawan bencana, berapa lansia, penyandang disabilitas tinggal di situ,” jelasnya.

 

Persoalan Ketidakakuratan Data

Persoalan ketidakakuratan data juga menjadi perhatian Kementerian Sosial. Plt Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial Beni Sujanto menyebut saat ini ada 18,8 juta penerima manfaat bantuan sosial (bansos) dari Kemensos. Mereka didata berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

“Salah satu syarat kenapa mereka mendapatkan bantuan sosial karena sudah terdaftar di DTKS,” kata Beni dalam kesempatan yang sama.

Namun, banyak sekali dinamika soal data ini di lapangan. Ada nama penerima manfaat yang sudah meninggal, berpindah tempat, dan seterusnya, sehingga bantuan tidak tersalurkan secara maksimal.

Kemudian, Kemensos juga menganalisis bahwa dalam rentang usia penerima manfaat (18-60 ke atas) ada usia produktif. “Dalam studi kasus penyaluran bansos di sebuah kecamatan atau kabupaten kita menemukan penerima bansos yang masih gagah-gagah (sehat), bahkan ada yang datang dengan kendaraan roda empat,” katanya.

Untuk mereka yang dinilai masih sehat dan produktif ini, Kemensos meluncurkan program PENA (Pahlawan Ekonomi Nusantara) untuk mengembangkan kewirausahaan dengan memberikan bantuan usaha. Program PENA menawarkan dukungan penguatan usaha serta penguatan produksi dengan jumlah bantuan sebesar Rp6 juta per keluarga penerima manfaat (KPM).

Di sisi, integrasi data antara pemerintah pusat dan daerah juga menjadi penting. Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Widyastuti menyebut Pemprov DKI saat ini sedang mencoba memadukan data DTKS dengan data P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem) yang dikeluarkan Kemenko PMK.

“Namun, di dalam DTKS belum ada pemeringkatan. Artinya itu didaftarkan secara langsung oleh warga. Bagaimanapun akan ada keterbatasan pemerintah dalam menganggarkan bansos-bansos. Kami ingin lebih tepat sasaran,” paparnya.

Ia menyebut DKI mempunyai data Carik Jakarta Mandiri yang merupakan aplikasi untuk melakukan pendataan Keluarga Dasa Wisma PKK Provinsi DKI. Ada 76 ribu kader dasa wisma yang dibekali untuk bisa mendata di tingkat komunitas/masyarakat. Satu kader membawahkan 10-20 bangunan rumah.

“Data Carik tadi kita sampaikan ke BKKBN kemudian dilakukan pendalaman validasi lagi di Kementerian PMK, keluarlah pemeringkatan desil sampai persentil. Kami overlay data DTKS, P3KE, dan data Dukcapil,” jelas Widyastuti.

Sementara itu, Ekonom Senior CORE Indonesia Hendri Saparini menyoroti keterbukaan data. Menurutnya, banyak dana dari berbagai lembaga amal yang perlu dukungan data agar bantuan untuk rakyat miskin bisa lebih tepat sasaran.

“Mestinya kalau ini (data) terbuka, orang miskin ekstrem ini di mana saja, mereka butuhnya apa, jadi mereka akan masuk ke tempat-tempat itu. Banyak sekali lembaga-lembaga lain, dananya triliunan. Jadi bagaimana kita tidak ada overlapping. Jadi (keterbukaan) data-data itu agar orang lain bisa memberikan bantuan dengan tidak overlap,” jelasnya.

Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Kominfo Usman Kansong menyebu Kominfo sedang membangun pusat data nasional di tiga tempat, Jakarta (Cikarang), Batam, dan IKN.

“Ini membutuhkan teknologi yang bagus juga. Kita juga punya program Satu Data yang masih terus kita upayakan. Data is gold, dengan data kita bisa melaksanakan program-program,” pungkasnya. (Ifa/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat